Ini Kata Deputi Eksploitasi SKK Migas Bagaimana Memanfaatkan Peluang di Bursa Karbon

Jakarta,ruangenergi.com-Ada hal menarik dikemukakan oleh Deputi Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Wahju Wibowo saat  menjadi pembicara pada the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 (ICIUOG 2023) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.

Wahju memaparkan, dari studi kolaboratif SKK Migas dan KKKS, potensial storage total volumenya sekitar 2 gigaton melalui depleted reservoir dan 10 gigaton dari salin aquifer. Lokasinya ada di berbagai penjuru di Indonesia.

“Sebagai ilustrasi bahwa storage yang kita begitu besar… bisa ambil contoh bp. Saat ini, bp sedang eksekusi UCC Project. Berdasarkan kalkulasi bp, selama 30 tahun injeksi, yang diharapkan mulai 2026 atau 2027, sampai akhir injeksi, itu hanya membutuhkan 2 persen dari kapasitas storage yang dimiliki bp. Jadi, itu berarti 98 persen dari storage available untuk siapa saja. Bisa dimanfaatkan oleh industri hulu migas dari Indonesia, atau industri lain di Indonesia, ataupun dari luar negeri.Pertanyaannya.. bagaimana kita bisa memaksimalkan peluang ini?? Kita bisa melakukan kolaborasi dalam rangka komersialisasi peluang itu. Meskipun ada tantangan dan kompleksitas, yang akan beri impact pada bagaimana kita operasikan lapangannya, juga beri kita peluang yang sangat besar,” kata pria yang memiliki nama lengkap Wahju Wibowo Djasmari.

Di industri migas, kita,urai Wahju, mengutilisasi itu sebagai alternatif carbon offset. Saat kita masih mengemisikan CO2 ke lingkungan.

“Itu akan memberi kita economic & feasible support untuk industri kita, untuk beralih bertahap beralih ke pengurangan CO2,”ungkap pria yang pernah bekerja sebagai reservoir engineering discipline lead bp Asia Pacific Region pada 2017 hingga 2018 lalu.

Baru-baru ini,tutur Wahju, Bursa Efek Indonesia (BEI) mendapat lisensi dari pemerintah untuk mengelola bursa karbon.

“Saya pikir, ini memberi kami opsi, untuk offset karbon emisi kami dengan mendagangkannya di pasar untuk mengimbangkan karbon yang kami hasilkan,”tegas Wahju.

Indonesia,kata Wahju, punya pathway komprehensif dalam transisi menuju NZE dalam industri migas.

“Kita punya 5 inisiatif, mulai dari fugitive pengurangan emisi up to the CCUS. Begitu juga regulatory framework yang perlu kita siapkan.Ini tidak hanya di level diskusi ini, tapi di industri hulu migas ini kita sudah melakukannya. Contohnya proyek yang dilakukan bp, kemudian several mou yang ditandatangani selama event ini. Itu membuktikan kita bergeser untuk mencapai tujuan itu,” papar Wahju.

Ketiga,Wahju menambahkan, adalah, terlepas dari tantangannya, juga konsekuensinya. Ada peluang, dan dalam rangka memacu transformasi dari sekarang “dirty business” to clean business.

“Saya pikir kita perlu regulatory framework yang mengcover aktivitas terkait dan juga promoting kolaborasi lintas sektor,”tuturnya menjelaskan.

Kemudian bagaimana isu lingkungan, liabilitas, regulasi, dan lainnya. Mungkin transformasi, perubahan bertahap, dari mungkin industri yang menghasilkan emisi tingggi, menjadi lebih friendly terhadap lingkungan, bisa di-speed up sebelum 2060, seperti yang ditargetkan pemerintah terkait NZE.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *