Jakarta, Ruangenergi.com – Krisis energi yang terjadi beberapa pekan belakangan ini di beberapa negara Eropa dan Asia, tentunya akan berimbas ke semua negara.
Untuk itu, pemerintah Indonesia terus mencari cara untuk menanggulanginya, dan jangan sampai krisis energi terjadi di Bumi Nusantara.
Lantas apa faktor terjadinya krisis energi tersebut?
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengungkapkan bahwa krisis energi yang terjadi di Eropa salah satu disebabkan karena negara tersebut menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang bersifat intermitten.
Ia menambahkan, faktor menjadi hal yang sangat penting untuk menopang EBT yang terpasang dsn menghasilkan energi yang diharapkan.
“Jadi point-nya adalah, Indonesia negara yang bukan kaya akan energi dimana saat ini cadangan untuk minyak sebesar 2.4 miliar barel, cadangan gas 44.2 triliun kaki kubik, batubara 348 miliar Ton,” ungkapnya kepada Ruangenergi.com, (17/11).
Menurutnya, terkait dengan transisi energi yang tengah dilakukan oleh Indonesia tetap harus berhati-hati dalam menjalankannya.
“Krisis energi yang terjadi di Eropa salah satu penyebabnya adalah penggunaan EBT dimana bersifat intermitten dan membutuhkan back up energy yang berasal dari fossil,” tegas Mamit.
Untuk itu, Mamit meminta Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk dapat menangkap peluang terkait transisi energi yang tengah dijalankan oleh pemerintah Indonesia, di antaranya :
Pertama, berpindah kepada EBT. Hal ini terjadi karena adanya transisi energi.
“Mengingat biaya EBT yang masih tinggi maka peluang bagi insinyur Indonesia untuk menciptakan inovasi yang membuat biaya EBT menjadi lebih murah. Sama menemukan cara untuk limbah EBT seperti solar panel bisa di atasi,” ujarnya
Kedua, fokus kepada teknologi penyimpanan.
“Mengingat saat ini belum ada teknologi penyimpanan untuk EBT di Indonesia maka peluang bagi insinyur mengingat kita mempunyai sumber nikel yang sangat besar. Hal ini bisa membantu sehingga harga batrai menjadi lebih murah dan mengatasi intermitten yang selama ini menjadi kendala,” paparnya.
Ketiga, fokus kepada Energi Baru dimana ini adalah nuklir. Menurutnya, Nuklir merupakan energi yang paling bersih dan tanpa ada emisi.
“Dengan potensi uranium dan thorium yang besar, maka peluang bagi insinyur untuk mewujudkan teknologi nuklir yang lebih aman dan murah. Karena nuklir adalah energi masa depan,” jelas Mamit.
“Keempat, pembangunan infrastruktur. Pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur, ini menjadi peluang dalam berperan aktif menggunakan keilmuan yang dimiliki dalam membantu pemerintah,” tutupnya.