Jakarta,ruangenergi.com- Ini ya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Juni 2023.Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 J:uni 2023 oleh Menteri Sekretaris Negara RI Pratikno. Dicatatkan pada Lembaran Negara RI Tahun 2023 Nomor 91.
Ruangenergi.com membaca salinan dari Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023. Isinya antara lain sebagai berikut:
Dalam rangka mewujudkan swasembada gula nasional guna menjamin ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu, serta meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih, Pemerintah melakukan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar oabati (biofuel).
Percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan kebutuhan gula konsumsi dan industri, serta peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tebu sebagai bahan bakar nabati (biofuel).
Percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuef sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan/atau badan usaha swasta sesuai dengan bidang tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
Dalam rangka percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, disusun peta jalan (road map) yang meliputi:
a. peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 (sembilan puluh tiga) ton per hektar melalui
perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut;
b. penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 (tujuh ratus ribu) hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu ralgrat, dan lahan kawasan hutan;
c. peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2% (sebelas koma dua persen);
d. peningkatan kesejahteraan petani tebu; dan
e. peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit sebesar 200.000 kL (satu juta dua ratus ribu kilo liter).
Sumber lahan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh melalui perubahan peruntukan kawasan hutan, penggunaan kawasan
hutan, dan/atau pemanfaatan kawasan hutan dengan perhutanan sosial dan sistem multi usaha.
Pencapaian swasembada gula untuk kebutuhan konsumsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) diwujudkan paling lambat pada tahun 2028.
Pencapaian swasembada gula untuk kebutuhan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (21 diwujudkan paling lambat pada tahun 2030.
Pencapaian peningkatan produksi bioetanol sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (2)
diwujudkan paling lambat pada tahun 2030.
Peta jalan (road mapl sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berdasarkan hasil koordinasi dengan
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan pihak terkait.
Peta jalan (road map) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.
Untuk melaksanakan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian:
a. mengoordinasikan pelaksanaan percepatan swasembada gula nasional termasuk penyusunan dan penetapan peta jalan (road map);
b. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuetl, termasuk
pelaksanaan penugasan oleh Badan Usaha Milik Negara yang menerima penugasan, berdasarkan peta jalan (road map) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan
rencana aksi penugasan yang disusun oleh Badan Usaha Milik Negara yang menerima penugasan; dan
c. menetapkan langkah penyelesaian terhadap permasalahan dan hambatan atas pelaksanaan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).