Jakarta, ruangenergi.com- Langkah yang dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam upaya meningkatkan produksi minyak dan gas nasional belum mendapatkan hasil yang optimal sesuai target yang telah ditetapkan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala termasuk pandemi Covid-19. Kemudian reliability fasilitas produksi yang tidak optimal karena sudah tua sehingga sering terjadi kebocoran, keterlambatan membangun infrastruktur industri hulu migas dan sebagainya.
Namun, SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ditengah berbagai kendala dan tantangan yang ada, telah dan terus melakukan upaya-upaya terbaik (best effort) untuk dapat mengoptimalkan produksi migas nasional guna mencapai target jangka pendek, sekaligus menjadi pondasi untuk mendukung pencapaian target jangka panjang.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro menyampaikan bahwa seperti sektor bisnis lainnya, industri hulu migas sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan tidak hanya operasional hulu migas yang tidak optimal karena adanya pembatasan-pembatasan mobilitas, investasi hulu migas saat pandemi juga menurun sehingga terjadi GAP yang cukup signifikan dengan target investasi pada program long term plan (LTP) yang telah disusun.
“Industri hulu migas memiliki cycle yang panjang sekitar 7 (tujuh) tahun sejak ditemukannya lapangan migas hingga dapat diproduksi. Ketika terjadi pandemi, dan investasi menurun tentu cycle akan bertambah panjang. Meski pandemi Covid-19 sudah berakhir, dampaknya terhadap kinerja dan operasional hulu migas masih dirasakan”, kata Hudi kepada wartawan, Selasa (23/04/2024), di Jakarta.
Hudi bercerita, beberapa lapangan yang menjadi kontributor produksi cukup signifikan memiliki fasiliitas yang sudah tua. Semisal, fasilitas di PHE ONWJ yang sudah ada sejak tahun 1966 dan terus digunakan hingga saat ini, atau sudah berusia sekitar 58 tahun. Untuk itu, hudi menjelaskan bahwa SKK Migas dan KKKS melakukan upaya terbaik agar fasilitas yang sudah tua tersebut dapat beroperasi secara maksimal.
“Sekarang ini, untuk lapangan dengan fasilitas yang sudah tua, bicaranya tidak lagi kemampuan produksi maupun apakah produksinya bisa ditingkatkan, tetapi bagaimana menjaga agar tidak terjadi unplanned shutdown karena jika terjadi kebocoran dampaknya adalah produksi dilapangan tersebut akan dihentikan, akibatnya produksi dan lifting menjadi turun”, ungkapnya.