Jakarta,ruangenergi.com– Pemerintah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI) untuk memberikan kemudahan dan kepastian dalam usaha hulu migas.
Usulan itu merupakan rangkaian isi Usulan Perbaikan Pokok-Pokok Pengaturan Dalam RUU Minyak dan Gas Bumi yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas0)Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Tutuka Ariadji pada kegiatan Harmonisasi dengan Badan Legislasi DPR RI membahas RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Selasa (29/08/2023).
Tutuka menjelaskan kepastian dan kemudahan berusaha yang disampaikan dalam RUU Migas, yakni:
a. Mengembalikan prinsip assume and discharge pada kegiatan usaha hulu migas. (Pasal 31).
b.Pemberlakuan skema country basis untuk penghitungan pajak penghasilan berupa tax consolidation atas lebih dari satu wilayah kerja yang dioperasikan oleh kontraktor dan
afiliasinya. (Pasal 4A ayat 6).
Kemudian, lanjut Tutuka, di dalam RUU Migas, diusulkan pasal adanya upaya dekarbonisasi melalui kebijakan CCUS/ CCS di sektor hulu migas.
“Didalam UU Migas yang lama belum ada dekarbonisasi. Jadi kita masukan dekarbonisasi yaitu; kegiatan CCUS dan/atau CCS dapat dilaksanakan oleh Kontraktor berdasarkan Kontrak Kerja Sama atau kegiatan CCS dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha lain berdasarkan Izin Usaha. Yang kedua adalah, penyelenggaraan dekarbonisasi dapat dilakukan di Wilayah Kerja Migas maupun Wilayah Izin Operasi Penyimpanan Karbon yang ditetapkan oleh Menteri.. Ini baru juga bagi SKK Migas. Jadi kedepan nanti kita mungkin menjadi semacam injection sharing contract (ISC) beda dengan yang sekarang berlakukan,” kata Tutuka dihadapan anggota Balegislasi DPR.
Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), jelas Tutuka, dipungut oleh Kementerian ESDM dari BUK Migas dan disetorkan ke kas negara.
“PNBP dicatat dan digunakan untuk mendukung kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi, penguatan transisi energi, peningkatan kapasitas pengelolaan energi bersih dan ramah lingkungan dan/atau peningkatan kapasitas sumber daya manusia pada kelembagaan di bidang Minyak dan Gas Bumi. Ini yang baru, dalam arti kita sebutkan lebih luas daripada PNBP ini,” ucap Tutuka.
Terkait dengan Dana Migas, Pengelolaan Dana Minyak dan Gas Bumisecara bersama-sama oleh Menteri ESDM, Menteri Keuangan, BUK Migas, dan BPH Migas untuk peningkatan dan
pengembangan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, peningkatan kinerja dan pengembangan pegawai, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, serta pembangunan fasilitas dan infrastruktur migas.
Sumber Dana Migas diambil dari persentase tertentu hasil penerimaan bagian negara, bonus Kontrak Kerja Sama, pungutan dan iuran pada kegiatan usaha hulu, serta dari iuran hilir Minyak dan Gas Bumi.
Mengenai Kapasitas Nasional dan Keselamatan Migas, Tutuka menjelaskan adanya kewajiban peningkatan kapasitas nasional dan penjaminan standar dan mutu, pengelolaan LH, Keselamatan Minyak dan Gas Bumi (keselamatan pekerja, instalasi dan peralatan, lingkungan, dan umum) oleh setiap pelaku Kegiatan Usaha Hulu, Hilir, Penunjang Migas dan CCS/CCUS.
Untuk kewajiban domestic market obligations (DMO), masih sama. Kontraktor wajib menyerahkan sebesar 25% dari Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi hasil produksi bagiannya untuk kebutuhan dalam negeri.
Di hilir (downstream), Tutuka mengakui bahwa UU Migas sebelumnya kurang kuat pasal-pasal tentang hilir. Mengenai BPH Migas, Tutuka menjelaskan BPH Migas melakukan pengaturan terkait hak khusus dan Open access serta melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha hilir migas berdasarkan izin usaha dan pelaksanaan kegiatan usaha tanpa perizinan berusaha.
Tutuka juga menyampaikan, kebijakan penetapan harga; penetapan harga bersifat regulated sehingga harga Gas Bumi, harga Bahan Bakar Minyak, dan harga Bahan Bakar Gas diatur dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri ESDM.
Mengenai infrastruktur migas, Tutuka menjelaskan penyediaan infrastruktur migas dilakukan oleh Pemerintah melalui pembangunan sendiri dan/atau penugasan kepada BUMN, Badan Usaha berdasarkan Izin Usaha, dan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Penyediaan infrastruktur oleh Badan Usaha berdasarkan Izin Usaha dapat
dilakukan melalui kepemilikan dan/atau penguasaan infrastruktur.
Untuk kebijakan ekspor dan impor migas, Tutuka menjabarkan Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan ekspor dan impor Minyak Bumi, Gas Bumi, Bahan Bakar Minyak, dan Bahan Bakar Gas dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri.