PROVINSI Maluku merupakan satu diantara delapan provinsi tertua di Indonesia. Senioritas Maluku sebagai provinsi³ya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menunjukkan perhatian khusus pemerintah pusat kepada daerah ini. Realitas saat ini menunjukkan provinsi Maluku masuk dalam kategori daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Kondisi afirmasi ini harus dimaknai sebagai sebuah tantangan, bukan hambatan. Sebagai sebuah tantangan, harus direspon melalui gagasan-gagasan besar dan lompatan inovasi cerdas.
Akselerasi kemajuan Maluku selaras dengan usia kehadirannya paling memungkinkan dilakukan dengan menggenjot investasi dan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kekayaan sumber daya alam Maluku akan memperoleh nilai tambah yang tinggi jika ditopang oleh kehadiran investor dan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan vokasi dan juga akademik yang berbasis keteknikan dan kewirausahaan seyogianya diakomodir untuk menjawab tantangan tersebut dalam konteks mengawal pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Potret Kondisi Maluku
Merujuk Bappenas, Maluku dan beberapa provinsi di Indonesia tidak menikmati bonus demografi sampai dengan tahun 2035. Artinya sampai dengan tahun dimaksud, orang dengan usia produktif tidak menonjol di Maluku.
Dengan kata lain dalam kurun waktu tersebut, penduduk di Maluku akan didominasi oleh anak-anak dan orang tua. Dari sisi produktivitas, kedua kelompok umur ini kurang produktif, sehingga tidak banyak berkontribusi dalam pembangunan ekonomi. Kondisi ini harus serius mendapatkan perhatian.
Betapa tidak, kehadiran gas alam abadi Blok Masela di Maluku berpotensi menyerap ribuan tenaga kerja usia produktif. Sementara pada rentang waktu sampai 2035, penduduk Maluku didominasi oleh usia non-produktif.
Jika tidak diantisipasi dengan baik, kondisi ini berpotensi memicu masalah sosial yang tidak saja rumit, tetapi juga memerlukan ongkos penanganan yang tidak murah.
Kualitas Sumber Daya Manusia
Badan PBB untuk pembangunan (UNDP) merilis laporan tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM), memperlihatkan bahwa pembangunan manusia tidak dapat dilepaskan dari pembangunan ekonomi dan pemerataan hasil pembangunan. IPM mengukur kemajuan jangka panjang dari tiga dimensi utama pembangunan manusia yaitu usia hidup panjang dan sehat, akses pada pendidikan, serta standar kehidupan yang layak.
Sementara itu kualitas pendidikan merupakan salah satu variabel penyebab kemiskinan. Pembangunan pendidikan yang proporsional antara kuantitas dan kualitas menjadi suatu keniscayaan. Pendidikan yang tidak berkualitas akan menghasilkan luaran yang sulit mengakses pekerjaan formal.
Salah satu pilar penting dan strategis yang juga perlu dibangun adalah budaya melayani birokrat. Pada era globalisasi dengan disrupsi akibat revolusi industri 4.0, perubahan iklim dan digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan seperti sekarang ini, berkonsekuensi terhadap layanan birokrasi yang dapat mempercepat atau sebaliknya menghambat investasi.
Menyediakan karpet merah kepada investor untuk berinvestasi akan memberikan dampak positif berantai untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Bahwa birokrat sebagai petugas negara bersikap melayani, bukan dilayani adalah filosofi global yang seharusnya melekat menjadi budaya birokrasi di Maluku.
Sementara itu, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kiblat masa depan dunia. Kultur entrepreneurship harus dibangun pada semua lini. Maluku sangat membutuhkan kepemimpinan visioner, kolaboratif dengan kualifikasi intelektual mumpuni, berwawasan kebangsaan, memiliki jejaring komunikasi luas yang terkoneksi tidak saja di tingkat nasional tetapi juga internasional. Kemampuan untuk melakukan lompatan inovasi, kreativitas serta konektivitas menjadi penentu masa depan Maluku.()
Oleh:Dr. Ir. Ishak Tan, M.Si
Dosen Universitas Winaya Mukti Bandung; Mantan Rektor Universitas Iqra Buru Maluku