Jakarta, Ruangenergi.com – Sekretaris Perusahaan PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Mamit Setiawan menegaskan, pihaknya akan terus berupaya memaksimalkan teknologi fasilitas pencampuran batu bara (coal blending facility/CBF).
“Coal blending facility menjadi salah satu solusi untuk menjaga energi primer bagi pembangkit-pembangkit yang memang harus memakan, atau harus membutuhkan kalori yang bisa dikatakan cukup tinggi,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/11).
Menurut dia, CBF merupakan teknologi yang paling strategis untuk menjamin pasokan batu bara ke pembangkit, dan juga membuat operasional pembangkit lebih efisien. Saat ini mungkin hanya satu (pengembangan CBF) yakni dengan PT Krakatau Bandar Samudra (KBS) untuk Jawa 7.
“Namun kami akan terus berusaha mengembangkan teknologi CBF. Karena banyak PLTU, terutama yang dimiliki Independent Power Producer (IPP) berminat membeli batu bara dengan kalori tinggi,” ujarnya.
Lebih jauh Mamit menambahkan, selain Jawa 7, pihaknya juga tengah menjajaki kerja sama pengembangan CBF dengan beberapa wilayah di Kalimantan.
“PLTU-PLTU di beberapa wilayah Kalimantan sedang kami jajaki kerja sama. Karena ini potensi sangat besar untuk pemanfaatan coal blending facility,” tukasnya.
Mamit juga mengungkapkan bahwa, melalui teknologi co-firing di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), PLN EPI mengembangkan ekosistem biomassa yang melibatkan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Program “Green Economy Village” di Daerah Istimewa Yogyakarta menghasilkan 500 ribu bibit tanaman energi, mendukung pakan sapi dan biomassa.
“Selama 2023, kami sudah memasok biomassa untuk 41 PLTU yang dikelola PLN Grup yang menghasilkan 718.458 MWh energi bersih dan mengurangi emisi hingga 717.616 ton CO2,” tukasnya.
Terkait pasokan energi primer saat memasuki musim hujan ini, Mamit memastikan bahwa seluruh pasokan energi primer untuk pembangkit listrik seperti LNG, BBM, batu bara, dan biomassa tetap terjaga dan dalam posisi aman.
“Saat ini seluruh stok energi primer dalam kondisi aman, dengan hari operasi pembangkit (HOP) untuk Jawa, Madura, Bali (Jamali) 27 hari dan 26-33 hari untuk wilayah lainnya. Kami selalu aktif berkoordinasi dengan pembangkit milik PLN dan pihak swasta (IPP) untuk memastikan kelancaran pasokan energi primer,” paparnya.
“Di era transisi energi ini, kita mengambil peran kunci dengan mengembangkan energi bersih berbasis ekonomi kerakyatan,” pungkas Mamit.(SF)