Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum KLHK

Jaga Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan

Jakarta, Ruangenergi.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, memiliki komitmen yang besar untuk mengelola perlindungan sumber daya alam ini secara berkelanjutan dari kejadian yang beragam.

Seperti kejadian tumpahan minyak (oil spill) di wilayah Kepulauan Riau dan daeah lainnya di Indonesia.

Hal tetsebut diungkapkan, Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam sebuah webinar yang diselenggarakan nmoleh Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) bertemakan, “Sosialisasi Pengelolaan Limbah Minyak dari Kapal di Kepulauan Riau”, Selasa, (13/10/2020).

Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan, pihaknya memiliki komitmen yang besar untuk mengelola perlindungan sumber daya alam ini secara berkelanjutan.

Dirinya memahami bahwa KLHK mempunyai mandat yang besar terkait penegakkan hukum. Begitupun dengan Kementerian lain yang juga memiliki Undang-Undang tentang pencemaran ekosistem laut, (UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

“Untuk itu, Kita bisa menggunakan mandat yang dituangkan dalam UU PPLH, karena itu jelas memberikan mandat untuk memberikan penegakan hukum, baik administratif, perdata, dan pidana. Kita (KLHK) juga memiliki UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” ungkapnya.

Terkait kegiatan-kegiatan pertambangan migas dan minerba, lanjutnya, apabila hal ini jika dilakukan kolaborasi yang baik, akan menghasilkan suatu upaya penegakkan hukum yang lebih berkualitas.

Bahan paparan Ridho Sani

“Karena kita bisa lakukan bersama-sama dengan menggunakan banyak instrumen-instrumen hukum yang ada di dalam UU ini. Ini yang belum optimal kita terapkan. Kami melihat, ini kesempatan yang baik bagi kita, bagaimana Kementerian dan Lembaga bisa bersama-sama menggunakan otoritas atau kewenangan yang ada untuk melakukan penegakkan hukum yang lebih efektif lagi,” bebernya.

Ia menambahkan, sangat jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat berkomitmen untuk melakukan penegakkan hukum, terutama yang berkaitan dengan masalah lingkungan.

“Komitmen Presiden Joko Widodo, untuk Penegakan hukum.Saya ingat, pada tahun 2014, di hari Lingkungan Hidup, Presiden (Jokowi) menyampaikan, tindak tegas bagi para pelaku ilegal logging, ilegal mining, ilegal fishing. Termasuk kami meyakini juga dengan tindakan-tindakan yang meresahkan seperti perusakan dan pencemaran di ekosistem laut,” imbuh Sani.

Ia melanjutkan, komitmen Presiden Jokowi, terhadap laut Indonesia sangat jelas, baginya bahwa dengan melakukan pembentukan lembaga-lembaga di Kementerian dan Lembaga yang berkaitan dengan pengelolaan laut, termasuk juga Maritim.

“Ini membuktikan bahwa kita punya komitmen yang besar untuk melakukan upaya-upaya perlindungan dan pengolahan ekosistem laut dengan lebih baik lagi,” paparnya.

Tantangannya Penegakkan Hukum

Ia melihat, karakteristik kejahatan yang terkait dengan pencemaran laut ini ada tiga kegiatan besar yang telah kita lakukan.

Pertama, Kompleks (melibatkan beragam aktor). Kedua, Dinamik (modus operandi beragam dan berkembang). Ketiga, Terorganisir (melibatkan transnasional aktor, melibatkan jaringan kejahatan).

Pasalnya, kegiatan pencemaran laut di Indonesia sangat kompleks, karena melibatkan beragam aktor. Kemudian juga, lanjutnya, sering kali kejahatan yang berkaitan dengan sumber daya alam ditemui.

“Dampaknya sangat sulit bagi pemerintah untuk melakukan penindakan ini, karena mungkin disana ada kerja bersama yang dilakukan oleh banyak pihak (kejahatan pencemaran laut), sehingga kejahatan ini berkaitan dengan kejahatan lainnya,” tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, kejahatan sumber daya alam yang ada di Indonesia sangat dinamis, modus operandinya sangat beragam dan terus akan berkembang. Kemudian juga, kejahatan ini sering melibatkan transnasional aktor.

Ia menambahkan, Pihaknya melihat atau menduga bahwa oil spill yang ada di beberapa perairan di Indonesia ini diakibatkan oleh kapal-kapal. Seperti di Batam, kemungkinan diakibatkan dari proses tank cleaning (pembersihan dan pencucian tangki kapal).

“Tank cleaning itu kan rata-rata kapal (tangker-nya) dari luar negeri yang akan masuk ke Singapura, yang berlayar di teritorial Indonesia. Kemudian bisa juga disebabkan oleh kapal-kapal yang memang lewat di perairan internasional, umumnya mereka membuang limbahnya, dan juga ini melibatkan jaringan kejahatan internasional,” ungkapnya.

Menurut Sani, hal ini tidak bisa dilakukan oleh orang per orang, akan tetapi melibatkan kepada jaringan internasional (organize crime).

“Kami melihat sudah ada tiga startegi yang sangat penting yang harus kita lakukan. Pertama, Multi Colaborative Government. Kedua, Multi Instrumen Penegak Hukum, dan Ketiga, Dukungan Sains dan Teknologi,” ungkapnya.

Bahan paparan Ridho Sani Dirjen Gakkum KLHK

Multi Colaborative Government

Dirinya meyakini untuk penanganan kejahatan yang sangat kompleks ini dan teroganisir ini, maka kita perlu dilakukan kerja bersama (multiplayer government) di berbagai macam tingkatan.

Tidak hanya di tingkat Kementerian dan Lembaga, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga lain di Pemerintahan, terus melakukan upaya-upaya penegakan hukum.

“Kita harus membangun kolaborasi antar Kementerian dan lembaga. Inisiatif yang dilakukan oleh Kemenko Marves, menurut kami inisiatif yang perlu kita apresiasi. Karena melalui kolaborasi ini, kami harapkan kementerian bisa menjadi leading dalam hal ini, dan mendorong upaya bersama-sama antar Kementerian dan lembaga, karena ini tidak bisa ditangani oleh Kemenko Marves sendiri,” terang Sani.

Selanjutnya, sangat dibutuhkan kolaborasi antara kementerian dan lembaga dengan Pemerintah Daerah (Pemda).

“Pemda memiliki peranan penting, menurut kami perlu membangun kolaborasi antar lembaga dengan pemerintah daerah dan juga dengan lembaga internasional,” paparnya.

Selanjutnya, berkolaborasi dengan lembaga internasional. Kalau bicara tentang kejahatan ini (oil spill) tentunya melibatkan aktor-aktor internasional, karena kapal-kapal berasal dari internasional.

“Kemudian, melakukan kolaborasi dengan civil society organization (CSO). Maka kita perlu melibatkan kerja sama internasional dan juga civil society,” ujarnya.

Multi Instrumen Penegak Hukum

Sani mengatakan, patroli pengaman menjadi sangat penting, karena sering kali kecelakaan atau kejahatan itu terjadi karena adanya peluang.

“Kalau ada patroli pengaman yang intensif dan juga pengawasan kepatuhan yang reguler dilakukan, kemungkinan untuk melakukan kejahatan akan berkurang,” katanya.

Selanjutnya, menerapkan sanksi administratif. Iya meyakini jika sanksi administratif yang dilakukan atas ketidakpatuhan dalam memperoleh perijinan yang diperoleh.

Kemudian, penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Terkait hal tersebut, Sani mengatakan, pencemaran dan perusakan yang ada di laut pihakny akan melakukan penyelesaian dengan penerapan hukum pidana.

Lalu, dalam melakukan penerapan hukum pidana, KLHK mendorong hukum pidana berlapis.

“Jadi kalau kita bisa melakukan pidana berlapis dengan berbagai macam kementerian termasuk penyidik-penyidik yang ada, menggunakan berbagai macam UU yang ada, maka kita akan membangun efek jera yang kuat, dan ini juga merupakan salah satu langkah pencegahan,” tegasnya.

“Jadi, multi instrumen penegakkan hukum ini perlu kita lakukan, kita semua gunakan semua instrumen-instrumen yang ada untuk melakukan penegakan hukum, untuk memberikan efek jera kepada pelaku,” sambungnya.

Ilustrasi tumpahan minyak

Dukungan Sains Dan Teknologi

Pihaknya telah menerapkan Early Warning System (EWS) dalam melakukan penegakkan hukum yang terjadi di wilayah perairan Indonesia menggunakan kapal.

“Tidak mudah kita memonitor pergerakan-pergerakan kapal ini, karena beberapa kasus penanganan yang kami lakukan, dari kejahatan-kejahatan yang menggunakan kapal sering sekali mereka mematikan EWS (sinyal). Sehingga kita kehilangan untuk mendeteksi pergerakan-pergerakan kapal tersebut,” ungkapnya.

Selanjutnya, Surveilance dan Big Data System, hal ini merupakan satu kesatuan yang harus ditata, berkaitan dengan bagaimana memonitor tindak kejahatan berkaitan dengan pencemaran dan perusakan laut yang ada di Kepulauan Riau (Kepri) maupun di daerah-daerah lainnya.

“Kalau kita punya big data sistem kita bisa mempelajari pola-pola yang terjadi, lalu kita memiliki report pergerakan-pergerakan kapal supspect-suspect yang ada di sana, makan akan lebih mudah bagi kita untuk menangkapnya,” beber Sani.

Selanjutnya, Forensik. Beberapa kasus yang pernah ditangani KLHK berkaitan dengan kejahatan tumpahan minyak melalui kegiatan forensik.

“Kami menggunakan finger print dan akan memahami sebenarnya dari mana sumber-sumber minyak yang ada. Walaupun tidak mudah, tapi kalau didukung oleh monitoring sistem yang kuat, lebih mudah dalam melakukan pencarian melalui bukti-bukti yang ada,” imbuhnya.

“Sampai saat ini, kami sangat kesulitan dalam menentukan, siapa sebenarnya yang melakukan pembuangan minyak ataupun crude oil ataupun limbah yang menyebabkan beberapa pantai di Kepulauan Riau ini tercemar,” katanya.

Dengan dukungan para ahli, pihaknya berkeyakinan bahwa proses pencarian terhadap pelaku kejahatan dapat terungkap dengan cepat.

“Kita membutuhkan dukungan ahli yang kuat untuk mempelajari pola-pola yang terjadi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ini,” urai Sani.

Dalam UU nomor 32 tahun 2009 tentang PPLH, pasal 88 menyebutkan, setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/ kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/ mengelola limbah B3, dan/ yang menimbulkan ancaman yang serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

“Ini akan lebih mudah bagi kita dalam melakukan penegakan hukum sesuai hukum perdata,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *