Jakarta, Ruangenergi.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa pemerintah terus berupaya dalam mengendalikan perubahan iklim. Hal tersebut guna menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan dan menekan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Hal ini disampaikan Presiden saat memberikan arahan kepada Dewan Komisaris dan Direksi PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero), di Istana Kepresidenan Bogor, beberapa waktu lalu.
Dalam arahannya, Jokowi mendorong Pertamina dan PLN untuk segera menyiapkan perencanaan transisi energi dari energi fosil menjadi energi hijau.
“Memang kita tahu bahwa transisi energi ini memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu, perencanaannya, grand design-nya, itu harus mulai disiapkan. Tahun depan kita akan apa, tahun depannya lagi akan apa, lima tahun yang akan datang akan apa,” jelas Jokowi.
Dia menambahkan, penyiapan transisi energi menuju energi hijau merupakan sebuah keharusan. Untuk itu, Presiden meminta untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkuat fondasi menuju transisi energi.
“Ini yang harus mulai disiapkan, mana yang bisa digeser ke hidro, mana yang bisa digeser ke geotermal, kemudian mana yang bisa digeser ke surya, mana yang bisa digeser ke bayu,” tutur Kepala Negara.
Jokowi menjelaskan suplai energi di Indonesia terbesar saat ini masih dari batu bara sebesar 67%, kemudian bahan bakar atau fuel 15%, dan gas 8%.
Dia memandang bahwa apabila Indonesia dapat mengalihkan energi tersebut, maka akan berdampak pada keuntungan neraca pembayaran yang dapat memengaruhi mata uang (currency) Indonesia.
“Kalau kita bisa mengalihkan itu ke energi yang lain, misalnya mobil diganti listrik semuanya, gas rumah tangga diganti listrik semuanya, karena di PLN oversupply. Artinya, suplai dari PLN terserap, impor minyak di Pertamina menjadi turun,” imbuhnya.
Terkait investasi, Presiden mendorong jajarannya untuk tidak mempersulit masuknya investasi kepada Pertamina dan PLN. Presiden menilai, jumlah investasi yang ingin diberikan kepada Pertamina dan PLN dinilai sangat banyak.
“Keputusan investasi boleh oleh perusahaan, tetapi pemerintah juga memiliki strategi besar untuk membawa negara ini ke sebuah tujuan yang kita cita-citakan bersama,” terang Jokowi.
Dia kembali mengatakan, dunia cepat mengalami perubahan sehingga rencana besar yang tengah dilakukan dapat berubah menyesuaikan keadaan. Oleh karena itu, Presiden berharap agar kesempatan investasi dari luar harus terbuka seluas mungkin.
“Sekali lagi kesempatan untuk investasi di Pertamina, kesempatan untuk investasi di PLN itu terbuka sangat lebar kalau Saudara-saudara terbuka, membuka pintunya juga lebar-lebar,” urai Jokowi.
Menurut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, apa yang telah disampaikan oleh Presiden sudah jelas.
“Terkait apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi, saya kira ini masukan yang lugas dan tegas, dan sudah jelas sinyal yang sudah disampaikan oleh Jokowi bahwa dibutuhkan perbaikan di dalam organisasi BUMN maupun iklim investasi di Indonesia,” kata Mamit saat dihubungi Ruangenergi.com, (20/11).
Mamit menambahkan, dalam arahannya, Jokowi juga meminta untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia karena yang saat ini terkesan berbelit-belit.
“Presiden (Jokowi) menyampaikan iklim investasi kita berbelit-belit, sebenarnya itu bukan ada di ranahnya BUMN melainkan di BKPM. Bagaimana (BKPM) bisa mempermudah iklim investasi di Indonesia,” katanya.
Sementara, terkait dengan kebijakan penugasan yang diberikan oleh pemerintah kepada PLN dan Pertamina, menurutnya hal tersebut sudah cukup baik.
“Saya kira apa yang sudah dilakukan oleh PLN dan Pertamina sudah cukup baik dalam menjalankan penugasan. Mereka juga sudah menjalankan penugasan dengan semaksimal mungkin dan seoptimal mungkin, bahkan PLN dan Pertamina harus menanggung terlebih dahulu daripada penugasan tersebut karena negara tidak langsung membayar apa yang harus dibayarkan,” tuturnya.
“Saya kira mereka juga cukup profesional untuk penugasan ini, karena memang di satu sisi BUMN harus mencari untung, tapi di sisi lain BUMN juga harus menjalankan penugasan seperti yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa Pemerintah mempunyai rencana besar, salah satunya dengan BUMN energi baik itu PLN maupun Pertamina,” sambung Mamit.
Sementara, terkait dengan transisi energi, Mamit menjelaskan, demand yang sulit ditengah kondisi listrik yang oversupply, tinggal bagaimana pemerintah bisa meng-create juga sehingga serapan listrik bisa tercapai maksimal. Terlebih lagi ke depan era kendaraan listrik, ia berharap demand dapat terus meningkat.
“Transisi energi seperti yang disampaikan oleh bapak Presiden Jokowi Saya kira harus memperhatikan kondisi negara harga EBT yang masih cukup mahal. Perlu ada upaya upaya tersendiri agar transisi energi ini dapat berjalan maksimal. Dan saya kira Pak Jokowi sudah jelas menjelaskan di negara-negara maju Jangan hanya mau mendorong saja tapi juga harus menyiapkan sesuai dengan komitmen mereka. Berapa besar angka yang harus disiapkan agar transisi energi ini dapat berjalan. Tidak mungkin Indonesia bisa berjalan sendiri tanpa bantuan negara lain,” urainya kembali.
Lebih lanjut, Mamit menjelaskan, transisi energi ini merupakan momentum yang sangat baik bagi pengembangan EBT di Indonesia, salah satunya yakni panas bumi (Geothermal).
“Say kira ini juga menjadi kesempatan bagi temen-temen yang bergerak di pengembangan panas bumi (Geothermal) sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Untuk masalah PPA Jokowi menegaskan tidak usah dijadikan permasalahan lagi, melain hal ini bisa di diskusi, dan harus nya ini bisa berjalan optimal. Menjadi sinyal bagi geothermal, dan akan menjadi prioritas ke depan untuk mendukung pengembangan EBT kita,” tutupnya.