Jakarta,ruangenergi.com-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan, saat ini Indonesia memiliki 19 unit smelter eksisting, 13 di antaranya adalah smelter nikel. Adapun telah direncanakan pembangunan 17 smelter lainnya, sehingga total smelter nikel nantinya menjadi 30 unit, dengan nilai investasi US$ 8 miliar.
Indonesia dinilai akan menjadi daya tarik investasi pertambangan, mengingat jumlah cadangan dan produksi beberapa komoditas mineral Indonesia yang masuk 10 besar dunia. Oleh sebab itu, Indonesia berpeluang menggaet investasi hingga US$ 21,28 miliar dari hilirisasi komoditas mineral ini.
Kementerian ESDM merencanakan terdapat 53 smelter beroperasi pada 2023. Pasalnya pada saat itu, Indonesia telah melarang ekspor konsentrat mineral. Demikian juga dengan komoditas lainnya, antara lain bauksit, besi, tembaga, mangan, timbal, dan seng. Nanti diperkirakan akan menarik investasi sebesar US$ 21,28 miliar. Kami harapkan progresnya akan diakselerasi pada 2022, karena pada 2023 adalah batas waktu untuk izin ekspor konsentrat. Smelter ini harus jadi.
Dalam rapat dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) awal November kemarin, terungkap terdapat 12 smelter yang kesulitan pendanaan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, 12 smelter yang kesulitan pendanaan mayoritas menggarap komoditas nikel. “US$ 4,5 miliar dana yang dibutuhkan. Sebanyak 8 perusahaan menggarap smelter nikel, yakni Bintang Smelter Indonesia, Macika Mineral Industri, Ang Fang Brothers, Teka Mining Resources, Mahkota Konaweeha, Arta Bumi Sentra Industri, Sinar Deli Bantaeng, dan Smelter Nikel Indonesia. Berikutnya tiga perusahaan smelter bauksit mencakup Dinamika Sejahtera Mandiri, Laman Mining, dan Kalbar Bumi Perkasa, serta perusahaan smelter mangan, Gulf Mangan Grup.
Informasi yang diterima ruangenergi.com,disebutkan bahwa untuk membantu perusahaan, sejumlah langkah yang dilakukan antara lain menyusun Info Memo perusahaan smelter untuk ditawarkan kepada calon investor dan calon pendana dan beroordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk mengusulkan smelter menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga kendala dari sisi administrasi dapat lebih cepat terselesaikan.
Di akhir tahun 2021,disebutkan bahwa akan ada market sounding secara virtual ke Amerika Serikat, Uni Eropa, Asia. Beberapa perusahaan telah memasukkan Info Memo yakni PT Ceria Nugraha Indotama, PT Laman Mining, PT Macika Mineral Industri, PT Mahkota Konaweha, PT Bintang Smelter Indonesia, serta PT Dinamika Sejahtera Mandiri.
Hasil penelusuran minat dari beragam instansi, dan terdapat beberapa calon investor asal Jepang yang telah menyatakan ketertarikan terlibat dalam proyek melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Investor Jepang tersebut yaitu Sumitomo Metal, Mitsui, dan Toyota Tsusho. Selain itu, beberapa bank yang berpotensi dan berminat untuk terlibat dalam proyek smelter, antara lain Bank of China dan Japan Bank of International Corporation.
Tak hanya membangun smelter, Indonesia juga akan memperkuat infrastruktur kelistrikan nasional, terutama pembangkit listrik berbasis energi bersih. Hal ini lantaran kebutuhan listrik untuk 53 smelter tersebut mencapai 5,6 gigawatt (GW) dan berada di seluruh wilayah Indonesia. Ini tentu saja menjadi tantangan kita terutama tantangan ke depan, bagaimana kita bisa mendukung industri-industri ini dengan energi hijau. Kita perlu infrastruktur yang baik. Ridwan menyebut, sebanyak 7 perusahaan terkendala penyediaan listrik dan kesepakatan harga.
Kementerian ESDM menggelar pertemuan antara perusahaan smelter dengan PT PLN (Persero) untuk menyelesaikan kendala tersebut. Selain itu, pihaknya mencatat 5 perusahaan mengalami kendala perizinan HGB, IMB, IPPKH, dan lainnya. 4 perusahaan terkendala pembebasan lahan serta rencana tata ruang dan wilayah. Upaya yang dilakukan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan guna menyederhanakan proses perizinan.
Program peningkatan nilai tambah mineral juga meningkatkan pertumbuhan daerah dan berkontribusi terhadap melonjaknya Penerimaan Domestik Bruto (PDB). Kontribusi sektor pertambangan minerba pada 2018 melebihi pada 2013, di mana ekspor bijih nikel terbesar dilakukan, dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah smelter yang beroperasi.
Kemudian kontribusi industri logam dasar hasil transformasi pertambangan meningkat sejak implementasi proram peningkatan nilai tambah pada 2014 dan terus meningkat hampir dua kali lipat selama 1 dekade sejak 2010.