Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM terkait pembangunan pipa gas bumi ruas Cirebon Semarang (Cisem).
Hal itu dikatakan oleh Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, dalam rapat dengan Komisi VII DPR, (23/08).
Erika menambahkan, koordinasi dengan Kementerian ESDM, memang itu sudah menjadi hal yang selalu diingatkan sejak Anggota Komite BPH Migas melakukan fit and proper, untuk selalu berkoordinasi dengan Kementerian ESDM.
“Kami melaporkan bahwa, kami sudah melakukan audiensi dengan Kementerian ESDM, tanggal 19 kemarin kami bertemu dan berdiskusi dengan Bapak Menteri ESDM (Arifin Tasrif), dan beliau sangat terbuka mendengarkan masukan-masukan BPH Migas. Dan kami juga melaporkan secara umum terkait kinerja dan kendala-kendala, termasuk Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) bahwa kami belum bisa melakukan lelang karena memang belum dilakukan revisi penetapannya,” ujar Erika.
“Bapak Menteri ESDM juga menyampaikan agar kami mendefinisikan kembali seperti apa wilayah jaringan distribusi yang seharusnya. Artinya sudah terbuka, dan dalam pertemuan itu juga ada Bapak Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, beliau juga sangat mendukung untuk mempercepat revisi dari rencana induk tersebut,” sambung Erika.
Pihaknya berharap mudah-mudahan ini bisa dilakukan percepatannya, karena sudah lama juga tidak berjalan. Selain itu, lanjutnya, mudah-mudahan dengan adanya komunikasi yang dilakukan BPH Migas kemarin ada progress terkait dengan Rencana Induk Jaringan Transisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional tersebut.
Selain itu, terang Erika, terkait dengan pembangunan Pipa Gas Bumi ruas Cirebon-Semarang (Cisem). Dia menjelaskan ini memang sangat ditunggu-tunggu, karena industri di wilayah batang juga sudah menunggu untuk mendapatkan pasokan gas bumi.
“Kami juga ingin mendapatkan kepastian bagaimana dengan penganggaran di APBN. Dari koordinasi kami tersebut, semula ruas pipa tersebut akan dibangun dari Cirebon-Semarang dan akan didanai oleh APBN secara utuh. Namun, hal itu akan dilaksanakan secara bertahap 2022 dan 2023,” imbuhnya.
Untuk di 2022, katanya, sudah pasti didanai dengan APBN, tapi ruasnya di bagi dua, di mana yang akan didahulukan itu dari Semarang ke Batang, karena bisa dikatakan ini lebih urgent. Kemudian pembangunan Pipa dari Batang ke Cirebon akan dilakukan di 2023 dan ini bisa ada opsi APBN atau dengan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) dan ini belum diputuskan untuk di 2023.
“Dalam usulan anggaran BPH Migas tahun 2022, kami mengusulkan anggaran sebesar Rp 1 Triliun untuk pembangunan pipa ruas Semarang-Batang. Akan tetapi, Bappenas (Badan Pembangunan Nasional) menanyakan bagaimana dengan penunjukan BNBR (Bakrie And Brother) untuk pembangunan pipa gas ruas Cisem tersebut. Mereka meminta harus di clear dulu sebelum diputuskan benar-benar di tetapkan Anggaran APBN 2022 untuk pembangunan pipa ruas Cisem fase 1 (Semarang-Batang),” paparnya.
“Untuk itu, kami berinisiatif untuk mengadakan FGD dalam waktu dekat ini dengan mengundang bapak pihak yakni Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun); Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP); Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Menteri Koordinator (Menko), Kantor Staf Presiden (KSP), banyak yang kami undang. Jadi kami ingin mendengar pendapat dari berbagai stakeholder supaya kami tidak salah langkah,” bebernya kembali.
Setelah nanti FGD, terang Erika, BPH Migas juga akan meminta legal oppinion kepada Jamdatun. Setelah itu nanti pihaknya sudah bisa mengambil keputusan.
Dia menjelaskan, sebetulnya dari Biro Hukum Kementerian ESDM juga sudah melakukan kajian terhadap legalitas daripada penunjukkan BNBR sebagai pemenang lelang kedua.
“Menurut kajian tersebut hal itu memang cacat hukum, artinya itu tidak harus ditunjuk, karena secara aturan, aturan yang digunakan untuk menunjuk itu aturan tahun 2019 dan itu tidak bisa berlaku surut. Kemudian, kondisi pada saat dilakukan lelang pada 2006, tentunya kondisi itu sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini, sehingga tindak mungkin diterapkan kondisi 2006 di bawa ke 2021,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa penunjukan tahun 2006 itu bisa dilakukan manakala pemenang pertama mundur pada saat dia ditunjuk sebagai pemenang lelang. Artinya belum pada saat melakukan pengerjaan
“Sebetulnya kajian-kajian itu sudah kami pelajari, akan tetapi kami butuh penguatan untuk mengambil keputusan, terutama agar APBN bisa digunakan di tahun 2022. Kami harap di bulan September sudah ada legal oppinion dari Jamdatun dan kita bisa membuatkan satu surat pembatalan. Sehingga Anggaran APBN 2022 bisa disetujui secara penuh oleh Bappenas dan tentunya akan dibahas dengan Komisi VII DPR,” tandasnya.