Jakarta, Ruangenergi.com – PT Freeport Indonesia (PT FI) mengatakan permintaan tembaga dunia diproyeksikan meningkat dalam beberapa waktu ke depan seiring dengan penggunaan energi bersih.
Meningkatnya kebutuhan tembaga itu ikut mengerek harga tembaga di atas level US$ 4 per pound, sehingga mendongkrak penjualan Freeport.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengungkapkan, awal 2020 kemarin harga tembaga berada di kisaran US$ 2,75 per pound . Namun harga tembaga tertekan ketika pandemi Covid-19 merebak di Maret 2020.
Ia menambahkan, harga kembali menguat pada pertengahan 2020 ke level US$3 per pound seiring membaiknya perekonomian Tiongkok. Bahkan saat ini harga melonjak ke posisi US$ 4,3 per pound.
“Harga naik karena ekonomi Tiongkok positif, mereka belanja mineral,” paparnya.
Ia menuturkan, tembaga menjadi salah satu bahan baku yang diperlukan bagi sejumlah komponen di pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Kincir angin yang digunakan pembangkit listrik tenaga bayu membutuhkan tembaga lima kali lebih banyak dibandingkan pembangkit listrik tenaga uap.
Tembaga juga diperlukan dalam pembuatan panel surya. Bahkan kendaraan listrik pun membutuhkan tembaga sekitar 4 kali lebih banyak dibandingkan kendaraan konvensional berbasis bahan bakar.
“Ke depan prospek tembaga harusnya bisa naik karena tambang tembaga di dunia enggak banyak muncul sementara permintaan tembaga naik antara lain untuk EBT (energi baru terbarukan),” kata Tony.
Ia menerangkan, Freeport siap memenuhi permintaan tembaga dunia. Pasalnya pada tahun ini target produksi tembaga naik hampir dua kali lipat dibandingkan 2020 kemarin. Pada tahun ini produksi tembaga ditargetkan mencapai 1,4 miliar pon.
Sedangkan target produksi tahun lalu sebesar 800 juta pon. Sedangkan produksi emas tahun ini dipatok hingga 1,4 juta ounces. Target emas ini naik hampir dua kali lipat di 2020 kemarin yang mencapai 800 ribu ounces.
Lebih jauh, ia menuturkan, target produksi tahun ini lebih tinggi lantaran operasional tambang bawah tanah Grasberg sudah mencapai 80%. Produksi Freeport sempat menurun seiring dengan masa transisi dari tambang terbuka (open pit) Grasberg menuju tambang bawah tanah di akhir 2019 kemarin.
Peralihan operasi ke tambang bawah tanah itu tak mengurangi jumlah pegawai yang tercatat mencapai 27 ribu karyawan. Bahkan saat pandemi Covid-19 pun, Freeport tidak melakukan pengurangan pegawai. Dalam keterangan resminya Freeport McMorran menyatakan bahwa produksi tembaga Freeport Indonesia hingga akhir Maret kemarin mencapai 298 juta pound atau melonjak 112,85% dari realisasi periode yang sama tahun lalu 140 juta pound.
Selanjutnya, produksi emas menyentuh 294 ribu ounces atau melejit 93,42% dari realisasi kuartal I-2020 yang sebesar 152 ribu ounces. Sejalan, penjualan tembaga dan emas juga naik. Penjualan tembaga Freeport Indonesia pada kuartal I-2021 ini tercatat sebesar 258 juta pound atau naik 103,15% dari realisasi kuartal I-2020 yang hanya 127 juta pound. Sementara penjualan emas sebesar 256 ribu ounces atau meningkat 84,17% dari realisasi periode yang sama tahun lalu 139 ribu ounces.
President dan Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoran Richard Adkerson menuturkan, peningkatan produksi dan penjualan ini sejalan dengan pengembangan tambang bawah tanah Grasberg Block Cave dan Deep Mill Level Zone (DMLZ). Produksi bijih di kedua area tambang ini terus meningkat.
“Pengembangan Tambang Grasberg mencapai kemajuan yang luar biasa. Saat ini, kami telah mencapai 75% dari target tingkat produksi tahunan,” imbuhnya dalam conference call Kinerja Kuartal I-2021, Kamis (22/4) waktu setempat.
Pada tahun ini, penjualan tembaga Freeport Indonesia ditargetkan mencapai 1,34 miliar pound atau naik 66,67% dari realisasi tahun lalu yang sebesar 804 juta pon. Sementara target penjualan emas dipatok mencapai 1,3 juta ounces atau meningkat 62,5% dari realisasi tahun lalu 0,8 juta ounces.