kementerian esdm

Kementerian ESDM Selesaikan Penyusunan RPP Minerba

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyelesaikan perkembangan penyusunan 3 (Tiga) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Minerba berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, (25/11).

Berdasarkan informasi data yang diterima redaksi Ruangenergi.com, perkembangan penyusunan peraturan turunan UU Minerba, di antaranya :

Pertama, berdasarkan ketentuan Pasal 174 UU Minerba yang mengamanatkan Pemerintah untuk menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari UU Minerba dalam jangka waktu 1 tahun sejak UU Minerba diundangkan.

Kedua, saat ini Pemerintah sedang menyusun 3 (tiga) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 1 Rperpres sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020 dengan status terakhir, sebagai berikut :

– RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan status telah selesai dilakukan harmonisasi dan dalam proses penetapan.

– Draf RPP tentang Wilayah Pertambangan telah selasai dilakukan pembahasan internal Kementerian ESDM, dan status saat ini dalam proses permohonan Izin Prakarsa.

– Draf RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Reklamasi dan Pascatambang tengah dilakukan penyusunan, dan status saat ini dalam proses permohonan Izin Prakarsa.

– Rperpres tentang Pendelegasian Kewenangan Pengelolaan Pertambangan dari Pusat ke Provinsi telah selesai dibahas internal KESDM, dan status saat ini dalam proses permohonan Izin Prakarsa.

Kemudian, penjelasan detail terkait substansi baru yang diatur dalam RPP Minerba, berdasarkan substansi pokok peraturan pelaksanaan UU no. 3 tahun 2020, ada beberapa hal, di antaranya :

1. RPP Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara

– Rencana Pengelolaan Minerba Nasional.
– Perizinan Berusaha di bidang Pertambangan Minerba.
– Dana Ketahanan Cadangan Minerba.
– Kriteria Terintegrasi untuk Komoditas Logam dan Batubara.
– Izin Pertambangan Rakyat.
– IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
– Surat Izin Penambangan Batuan.
– Divestasi Saham.
– Peningkatan Nilai Tambah.
– Ketentuan Peralihan.

2. RPP Tentang Wilayah Pertambangan, yang meliputi :

– Wilayah Hukum Pertambangan.
– Perencanaan Wilayah Pertambangan.
– Penyelidikan dan Penelitian.
– Penugasan Penyelidikan dan Penelitian.
– Penetapan Wilayah Pertambangan.
– Perubahan Status WPN menjadi WUPK.
– Data dan Informasi Pertambangan.

3. RPP Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Serta Reklamasi Dan Pascatambang Dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan

– Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Usaha Pertambangan.
– Prinsip-prinsip Reklamasi dan Pascatambang.
– Pelaksanaan dan Pelaporan Reklamasi dan Pascatambang.
– Dana Jaminan Reklamasi dan Pascatambang.
– Reklamasi dan Pascatambang pada WIUP/WIUPK yang memenuhi kriteria untuk diusahakan kembali.
– Reklamasi dan Pascatambang bagi Pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB).
– Penyerahan Lahan Pascatambang.

4. Rperpres Tentang Pendelegasian Perizinan Berusaha Di Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara

– Lingkup Kewenangan yang akan didelegasikan.
– Jenis Perizinan yang akan didelegasikan.
– Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan.
– Pendanaan dalam pelaksanaan pendelegasian.
– Pelaporan Pelaksanaan Pendelegasian.
– Penarikan Pendelegasian Kewenangan.

Adaro

Sementara, terkait dengan detail substansi pokok RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah memiliki beberapa poin, yaitu :

1. Rencana Pengelolaan Mineral Dan Batubara Nasional.

Pertama, Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara nasional ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Kedua, Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara nasional digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengelolaan Mineral dan Batubara antara lain :
– penerbitan perizinan;
– pembinaan dan pengawasan;
– peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara;
– pengendalian produksi dan Penjualan serta pengutamaan Mineral dan Batubara untuk kepentingan dalam negeri;
– penetapan target penerimaan negara; dan
– pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi dan Pascatambang.

Ketiga, Peninjauan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional dapat dilakukan dalam hal terdapat perubahan, yakni :
a. kebijakan nasional di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan/atau
b. rencana pembangunan jangka panjang dan pembangunan jangka menengah nasional.

2. Perizinan Berusaha Di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

Pertama, Perizinan Berusaha dilaksanakan melalui pemberian nomor induk berusaha, sertifikat standar, dan/ izin.

Kedua, Perizinan Berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standard an izin dapat didelegasikan kepada Pemerintah Daerah provinsi berdasarkan prinsip, efektivitas; efisiensi; akuntabilitas, dan; eksternalitas.

Ketiga, Pendelegasian Prizinan Berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standard an izin diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Jenis perizinan yang akan didelegasikan kepada Pemerintah provinsi antara lain yaitu SIPB, IPR, IUP batuan, dan IUP bukan logam.

3. Dana Ketahanan Cadangan Mineral dan Batubara.

Pertama, dalam rangka konservasi Minerba, pemegang IUP/IUPK tahap kegiatan operasi produksi selain melaksanakan kegiatan operasi produksi wajib melakukan eksplorasi lanjutan setiap tahun.

Kedua, eksplorasi lanjutan ditujukan untuk kegiatan penemuan cadangan baru pada WIUP/WIUPK tahap kegiatan operasi produksi.

Ketiga, dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi lanjutan, pemegangan IUP/IUPK tahap kegiatan operasi produksi wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun segabai dana ketahanan cadangan Minerba. Besaran dana ketahanan tersebut diusulkan dalam RKAB Tahunan.

4. Kriteria Terintegrasi untuk Komoditas Logas dan Batubara.

Pertama, badan usaha yang melakukan kegiatan penambangan secara terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian mineral atau pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara diberikan insentif dalam bentuk pemberian jangka waktu pengusahaan pertambangan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 10 tahun setiap kali perpanjangan.

Kedua, kegiatan oprasi produksi yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian atau kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan harus memenuhi kriteria, sebagai berikut :

a. Untuk komoditas mineral logam terdiri atas, Satu, kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian dilakukan oleh badan usaha pemegang IUP/IUPK yang melakukan penambangan. Kedua, memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian.

b. Untuk komoditas batubara terdisi atas, Satu, kegiatan pengembngan dan/atau pemanfaatan dilakukan oleh badan usaha pemegangan IUP/IUPK yang melakukan penambangan. Kedua, memiiki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas kegiatan penambangan dan/atau pemanfaatan. Ketiga, memenuhi ketentuan jenis pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara dan/atau batasan minimum persentase jumlah batubara yang diproduksi untuk kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan yang ditetapkan oleh Menteri.

5. Izin Pertambangan Rakyat.

Pertama, IPR diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:
a. orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat; atau
b. Koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.

Kedua, Pemegang IPR wajib melakukan kegiatan penambangan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan.

Ketiga, Sebelum melakukan kegiatan penambangan pemegang IPR wajib menyusun rencana penambangan berdasarkan dokumen pengelolaan WPR yang disusun oleh Menteri yang memuat paling sedikit:

– metode penambangan;
– peralatan dan perlengkapan yang digunakan;
– jadwal kerja;
– kebutuhan personil; dan
– biaya atau permodalan.

Keempat, Pemegang IPR dalam melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan wajib menaati ketentuan persyaratan teknis Pertambangan antara lain :

– tidak menggunakan bahan peledak;
– tidak menggunakan bahan berbahaya beracun yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
– tidak melakukan kegiatan Penambangan dengan menggunakan metode Penambangan bawah tanah bagi orang perseorangan; dan
– menerapkan kaidah teknis Pertambangan yang baik khususnya pengelolaan lingkungan dan keselamatan Pertambangan.

6. IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/perjanjian

Satu, Penerbitan IUPK berdasarkan evaluasi menyeluruh atas pemenuhan persyaratan dan kinerja perusahaan serta mempertimbangkan penerimaan negara dan komitmen hilirisasi batubara..

Kedua, Pemegang KK dan PKP2B sebelum mengajukan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, harus menyampaikan rencana pengembangan seluruh wilayah yang paling sedikit memuat :

– jumlah dan lokasi sumberdaya dan/atau cadangan;
– rencana kegiatan Operasi Produksi selama masa perpanjangan;
– rencana pengelolaan lingkungan termasuk Reklamasi dan Pascatambang;
– rencana investasi dan pembiayaan; dan
– rencana pemanfaatan wilayah di dalam WIUPK yang digunakan untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangan dan/atau diperlukan untuk menjamin terpenuhinya aspek lingkungan dan keselamatan Pertambangan.

Ketiga, Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri dan wajib mengacu pada rencana Pengembangan dan/atau Pemanfaatan yang telah disetujui oleh Menteri.

Keempat, Pemegang KK atau PKP2B yang mengajukan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian wajib melakukan Reklamasi hingga memenuhi tingkat keberhasilan 100% terhadap wilayah yang tidak di akomodir dalam persetujuan rencana pengembangan seluruh wilayah.

7. Surat Izin Penambangan Batuan

Pertama, SIPB diberikan untuk pengusahaan Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
Batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu untuk SIPB meliputi Batuan yang memiliki sifat material lepas berupa tanah urug, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah, pasir laut, tanah merah (laterit), tanah liat, dan batu gamping.

Kedua, Pemegang SIPB dapat langsung melakukan Penambangan setelah memiliki dokumen perencanaan Penambangan yang telah disetujui oleh Menteri. Dokumen perencanaan Penambangan terdiri atas :

– dokumen teknis yang memuat:
– informasi cadangan; dan
– rencana Penambangan;
– dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Ketiga, SIPB untuk batuan jenis tertentu diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali masing-masing selama 3 (tiga) tahun.

Keempat, SIPB untuk keperluan tertentu diberikan untuk jangka waktu sesuai dengan jangka waktu kontrak/perjanjian pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.

8. Divestasi Saham

Satu, Badan Usaha Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing wajib melakukan Divestasi Saham sebesar 51% (lima puluh satu persen) secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, Badan Usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha Swasta Nasional.

Kedua, Pemegang IUP dan IUPK wajib menawarkan Divestasi Saham secara langsung kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, dan Badan Usaha milik daerah.

Ketiga, Kewajiban Divestasi saham bagi pemegang IUP/IUPK :
– Tambang Terbuka dan Tidak Terintegrasi Dimulai Tahun ke-10, Selesai Tahun ke-15.
– Tambang Terbuka dan Terintegrasi: Dimulai Tahun ke-15, Selesai Tahun ke-20
– Tambang Bawah Tanah dan Tidak Terintegrasi: Dimulai Tahun ke-15, Selesai Tahun ke-20.
– Tambang Bawah Tahan dan Terintegrasi: Dimulai Tahun ke-20, Selesai Tahun ke-25.

Empat, Dalam hal terjadi peningkatan jumlah modal pada pemegang IUP dan IUPK setelah pelaksanaan Divestasi Saham, saham divestasi tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecil dari jumlah saham sesuai dengan kewajiban Divestasi Saham

9. Peningkatan Nilai Tambah

Satu, Pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Mineral wajib melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah Mineral hasil Penambangan di dalam negeri

Kedua, Pemegang IUP dan IUPK dalam melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian dapat dilakukan secara sendiri atau bekerjasama dengan :
– pemegang IUP atau IUPK lain yang memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian secara terintegrasi; atau
– pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan dan/atau Pemurnian yang tidak terintegrasi dengan kegiatan Penambangan.

Ketiga, Dalam hal pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi telah melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pemerintah menjamin keberlangsungan pemanfaatan hasil Pengolahan dan/atau Pemurnian.

Keempat, Penyelesaian permasalahan demarkasi kewenangan terkait perizinan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagai berikut:
– Kewenangan perizinan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian yang terintegrasi dengan kegiatan penambangan menjadi kewenangan Kementerian ESDM;
– Kewenangan perizinan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian yang tidak terintegrasi dengan kegiatan penambangan menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian

10. Ketentuan Peralihan

Satu, Dalam hal belum terdapat pejabat pengawas Pertambangan, pengawasan atas kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, atau SIPB dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

Kedua, Permohonan IUP untuk komoditas Mineral bukan logam atau IUP untuk komoditas batuan yang telah diajukan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan dapat diproses perizinannya dalam bentuk IUP sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini

Ketiga, Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan yang telah mengajukan permohonan WIUP Mineral bukan logam atau WIUP batuan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan dapat mengajukan permohonan IUP sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Dibagian akhir, Pemerintah menyimpulkan, di antaranya :

Satu, Sesuai ketentuan Pasal 174 UU Minerba, peraturan pelaksanaan UU Minerba harus ditetapkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak UU Minerba berlaku pada tanggal 10 Juni 2020.

Namun demikian Pemerintah tetap berupaya maksimal untuk dapat menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU Minerba secepatnya sehingga pelaksanaan kegiatan pertambangan minerba berjalan sesuai ketentuan peraturan.

Kedua, Selain menyiapkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU Minerba, Pemerintah juga tengah menyiapkan konsep penyusunan Peraturan Menteri ESDM sebagai pelaksanaan UU Minerba dan RPP pelaksanaan UU Minerba yang terdiri atas:

– Peraturan Menteri ESDM tentang Pemberian Wilayah, Perizinan, Pengelolaan Data dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
– Peraturan Menteri ESDM tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara; dan
– Peraturan Menteri ESDM tentang Pembinaan dan Pengawasan, Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik, dan Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.