Jakarta, ruangenergi.com- Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Bobby Gafur Umar mengatakan Greenflation memang menjadi konsekuensi dari penerapan transisi energi dari energi fosil yang murah, khususnya di pembangkitan listrik yang memakai bahan bakar batubara.
Konsekuensi ini harus di terima semua pihak mulai dari Pemerintah, PLN selaku satu-satunya pembeli listrik, perbankan/lembaga keuangan, Pemda-Pemda, dan juga pelaku usaha.
“Disisi lain, daya beli listrik oleh masyarakat/industri dan lain-lain harus di jaga. Sangat setuju komentar yang bagus di diskusi pembahasan tersebut yang mana transisi energi ini juga harus di jadikan momentum industri pendukung memanfaatkan porsi TKDN utk membangun industri Dalam Negeri yang terkait. Jangan sampai seperti program 10ribu Mega watt dan lanjut 35ribu Mega watt nya PLN/Pemerintah, hampir semua mesin-mesin dan equipments pendukung memakai produk import,” kata Bobby dalam statement tertulis yang diterima ruangenergi.com, Selasa (23/01/2024), di Jakarta.
Bobby menambahkan, solusi nya adalah komitmen politik yang kuat dengan Pemerintah harus memahami dan turun tangan dalam memastikan transisi energi dapat berjalan :
1. Pembangunan Energi Terbarukan (ET) tidak bisa mengandalkan APBN/PLN, maksimum 20%.. investasi 80% harus dari private sektor DN/LN.
2. Investasi di ET harus economically feasible agar investor dan perbankan/lembaga keuangan DN/LN bisa tertarik berinvestasi dan membiayai.
3. Harus ada tangan pemerintah menutup gap kemampuan PLN membeli listrik ET yang lebih mahal, minimal di 10 thn pertama investasi.
4. Harus tersedia skema-skema pembiayaan project financing yang sesuai dengan parameter-parameter pembiayaan ET yang berjangka panjang dan suku bunga murah, serta project menjadi penjamin proyek nya.. bukan financing korporasi biasa yg saat ini menjadi persyaratan perbankan DN.
5. Dikeluarkan revisi Perpres harga beli listrik ET yg dibarengi program2 insentif spy keekonomian proyek bisa feasible. Bisa insentif pajak, fiskal, KPBU, VGF dll
6. Seluruh stakeholder harus memahami bahwa transisi energi adalah mandatory dan Indonesia sdh berkomitmen dalam Paris Agreement..
“Ada penerapan Carbon Tax (pajak karbon) agar semua pihak menjalani transisi energi (juga industri dan transportasi) untuk menuju clean energy dan juga carbon credit sebagai insentif nya. Otherwise, Pemerintah RI yang harus menanggung pajak karbon ke dunia apabila Indonesia gagal melakukan transisi energi,” urai Bobby.
Selama ini,lanjut Bobby, ada beberapa bottle neck yang menjadi pekerjaan rumah (PR) yang tidak kunjung usai seperti : harga beli listrik, kemampuan PLN, tidak ada nya pendanaan DN untuk ET, regulasi yang belum lengkap, pemahaman Pemda-Pemda yang tidak kondusif dll..
“Semoga siapapun pemerintah terpilih nanti, harus menyadari hal ini sehingga pembangunan ET tdk jalan ditempat saja. Kita sudah malu dengan kenyataan bahwa target bauran energi 23% di 2025 akhirnya di sesuaikan ke 17%. Dan ini bisa turun lagi.. Karena Indonesia mencoba mencari pemenuhan komitmen penurunan GRK dengan mengutamakan penyerapan karbon dari potensi hutan Indonesia yang merupakan paru-paru terbesar ke 3 dunia.. bukan nya fokus ke transisi energi,” tegasnya.
Bobby bercerita, energi biomassa dari limbah pertanian, perkebunan, undustri kayu kehutanan dan juga produk kayu dari program Hutan Tanaman Energi dengan mengkonversi HTI menjadi HTE adalah suatu potensi yang sangat besar, bisa menghasilkan 100jt ton biomassa sebagai bahan bakar energi listrik yang berstatus karbon netral equivalent dgn 56 Gwatt listrik.
“Saya bisa perluas untuk energi biomassa ini.. Murah, tidak perlu teknologi tinggi, melibatkan masyarakat luas, bisa membantu PLN dalam program phase out PLTU dengan campuran biomassa dari 5% sd 30% dll. Dan juga bisa dikembangkan bio fuel dari limbah pertanian/perkebunan seperti bio-gas (CNG/LPG), bio Methanol, bio Avtur dll Dan bagusnya energi biomassa ini bisa diselaraskan dengan program ketahanan pangan serta sirkular ekonomi.. yang akan melibatkan petani dan masyarakat secara luas dlm program transisi energi ini..,” pungkas Bobby.