Ketum METI :RUPTL Sering  Berbeda Dengan Target  Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruang Energi–  Ketua Umum METI Surya Darma kepada ruangenergi menyatakan, bahwa sampai saat ini RUPTL 2021-2030 belum disahkan oleh Kementerian ESDM, walau pun draft- nya sudah beredar luas di kalangan masyarakat.

“Kelihatannya masih dibahas intensif antara ESDM dengan PLN yang mengajukan RUPTL untuk ditetapkan dalam keputusan Menteri ESDM. Kami sendiri dari METI sudah melakukan diskusi aspek apa saja yang seharusnya dilakukan dalam merevisi RUPTL yang sebelumnya telah ditetapkan yaitu RUPTL 2019-2028″,ujar Surya Darma kepada ruangenergi.com, Kamis(11/3/21).

Lebih lanjut Surya menjelaskan, RUPTL memang direvisi setiap tahun dan dibuat untuk rencana 10 tahun ke depan. Dari sisi PLN, tidak akan ada proyek pembangunan kelistrikan baik itu pembangkitan maupun transmisi jika tidak ada dalam RUPTL. Karena itu, bagi semua pihak, RUPTL menjadi unsur penting dalam perencanaan kelistrikan secara nasional.

Yang jadi persoalan selama ini adalah, rencana yang dibuat dalam RUPTL itu tidak sejalan dengan target yang ada dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).

“Lihat saja dalam beberapa RUPTL yang sudah ada, target bauran energi nasional tidak akan terpenuhi karena target kelistrikan secara nasional juga berbeda dengan target KEN”,jelasnya

Namun demikian, tentu saja PLN punya alasan tersendiri jika RUPTL itu tidak sesuai dengan harapan dari KEN. Tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Apa lgi RUPTL itu produk Keputusan Menteri ESDM. Berarti jika tidak sesuai dengan KEN dan RUEN yang menjadi landasan acuan nasional, maka itu juga menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM.

Oleh karena itu sekarang, dalam membahas RUPTL 2021-2030 mulai banyak mempertimbangkan perlunya upaya khusus untuk pencapaian target KEN dan RUEN secara bertahap.

Salah satu upaya yang digalakkan adalah mengganti PLTD dengan EBT. Tentu saja ini perlu.kita apresiasi sebagai bentuk usaha untuk bisa kembali ke jalan yang sesuai dengan RUEN yang sudah menjadi harapan dan komitmen nasional.

Walaupun yang kita kihat di dalam draft RUPTL yang sudah beredar itu, taget ET semakin dikurangi. Hal ini disebabkan antisipasi tethadap menurunnya demand kelistrikan pasca Covid 19. Namun, tentu saja upaya ini harus diimbangi dengan perlunya target untuk menurunkan penggunaan batubara secara bertahap atau yang dikenal dengan coal phaseout.

Ini yang kelihatannya belum muncul dalam draft RUPTL yang sekarang.

“Kami dari METI tetap mengusulkan adanya konsep coal phaseout itu selain upaya2 mengganti PLTD. Ini harus serentak juga dimasukkan dalam perencanaan ke depan”,ujar Surya

METI sedang menyiapkan rumusan masukan dari hasil diskusi stakeholders energi terbarukan bersama METI untuk disampaikan kepada kementerian ESDM. Bahkan, yang lebih baik, Grand Strategi Energi Nasional yang sedang disusun Kementerian ESDM juga harus sejalan dengan program transisi energi yang sudah menjadi komitmen dunia untuk mencapai net zero Carbon tahun 2050.

“Kami mengusulkan untuk menuju ke net zero Carbon, perlu ada inisiatif baru agar semua komponen bangsa punya komitmen sama untuk menggapai harapan tersebut. Inisiatif itu kami sebut dengan Indonesia RE 50/50 Inisiatives. Indonesia harus berupaya mencapai penggunaan energi terbarukan 50% pada tahun 2050. Ini juga akan menjadi kelanjuta komitmen Indonesia menurunkan emisi 29% tahun 2030 sesuai dengan Perjanjian Paris yang sudah diratifikasi menjadi UU No.16 tahun 2016”,pungkas Surya