Ketua komisi VII DPR

Kunjungi PLTA di Sulteng, Ketua Komisi VII DPR Apresiasi Pembangunan PLTA Poso Energy

Sulawesi Tengah, Ruangenergi.comKomisi VII DPR RI menilai investasi di bidang energi yang dilakukan oleh PT Poso Energy bisa menjadi pilot project bagi pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) di daerah lain di Indonesia.

Hal tersebut dikatakan oleh, Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dalam kunjungannya ke PT Poso Energy sekaligus dirinya mengapresiasi Poso Energy yang telah membangun dan berinvestasi terhadap PLTA Poso.

Dalam kunjungan tersebut, Sugeng memimpin langsung Tim Kunspek Komisi VII DPR RI meninjau PLTA Poso-1 dan PLTA Poso-2, di Poso, Sulawesi Tengah, yang disambut oleh Founder PT Poso Energy, Jusuf Kalla.

“Membangun PLTA itu tidak mudah, di sini saja butuh investasi Rp15 triliunan. Hebatnya lagi ini dikerjakan sendiri oleh anak bangsa, hanya turbin yang impor. Biasanya kan kalau PLTA yang bangun asing, ada dari Jepang dan Prancis dan sebagainya,” jelas Sugeng.

Sugeng menjelaskan, potensi pembangkit hidro di tanah air sangatlah besar, ada sekitar 42.000 Megawatt (MW). Sementara yang telah dibangun tidak sampai 20%. Poso Energy sendiri telah mengoperasikan dua PLTA-nya, PLTA Poso 1 mampu menghasilkan 195 MW sedangkan PLTA Poso 2 sejumlah 120 MW.

Selain itu, Sugeng mengungkapkan, energi terbarukan bukan lagi menjadi pilihan bagi Indonesia, namun sudah menjadi keharusan.

“Energi fosil sudah jadi masalah, di samping keterbatasan juga polutif. Kita ingin meninggalkan energi yang handal dan bersih, PLTA ini salah satunya,” imbuhnya.

Sebagai upaya mendukung hadirnya Energi Baru Terbarukan (EBT) seperti PLTA dan pembangkit bersih dan terbarukan lainnya, Komisi VII tengah membahas Rancangan Undang-Undang EBT.

“Sekarang sudah di Baleg, nanti di dorong ke Bamus lalu ke Komisi VII. Pemerintah juga akan mengirimkan Surpres untuk pembahasan di kementerian terkait. Insya Allah tahun ini selesai,” tutupnya.

Sementara, Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, yang mengikuti Tim Kunspek tersebut mengatakan bahwasannya Indonesia sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% di tahun 2030.

PLTA Poso Energy

Komitmen tersebut ditunjukkan dengan turut menandatangani Paris Agreement yang kemudian diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.

“Saya menggarisbawahi, ketika berbicara mengenai emisi karbon, 30% (penggunaan karbon) sendiri itu datang dari sektor energi. Maka banyak sekali langkah-langkah yang harus kita lakukan,” jelas Dyah Roro.

Ia mengungkapkan, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia baru di kisaran 2,5% dari total potensi yang dimiliki.

“Padahal Indonesia wilayahnya yang sangat luas, dari segi sumber daya yang dimiliki juga melimpah. Seperti energi matahari, angin, air jadi potensinya tu banyak sekali,” katanya.

Selain itu, Dyah Roro berharap, saat Indonesia emas tahun 2045, bangsa ini bisa menjadi salah satu ekonomi terbesar bahkan di urutan 5 atau 6 se-dunia. Maka dengan pertumbuhan ekonomi tersebut bisa diasumsikan bahwasanya demand energy akan semakin meningkat seiring dengan banyaknya aktivitas di Indonesia yang berperan terhadap pembangunan bangsa.

“Maka diharapkan, nanti demand energy yang semakin meningkat, dengan suplied energy tidak hanya berbasis energi fosil. Karena perubahan iklim ini kan sebuah kenyataan yang patut kita perhatikan bersama. Jangan sampai kita lupa untuk peduli dengan lingkungan kita, dengan bumi kita, maka dengan begitu kita bisa merealisasikan target yang ingin kita capai,” terangnya.

Lebih jauh, Dyah Roro mengatakan bahwa semua fraksi di Komisi VII DPR RI memiliki pandangan yang sama terhadap Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).

“Kita berharap dengan terciptanya sebuah payung hukum dan kebijakan makro seperti RUU EBT, bisa membantu agar kita bisa merealisasikan potensi yang Indonesia miliki,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *