Screenshot video Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto

Lima Kesepakatan Komisi VII dengan KESDM Raker RAPBN 2021

Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam Rapat Kerja antara Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021 Kementerian ESDM.

Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto, menetapkan bahwa Komisi VII DPR menyetujui Asumsi Dasar Makro Sektor ESDM dalam RAPBN 2021dengan rincian sebagai berikut :

Screenshot video Menteri ESDM, Arifin Tasrif,

1. Indonesia Crude Price (ICP) ditetapkan sebesar US$ 45 per barel.

2. Lifting Migas sebesar 1.712.000 BOEPD.

Dengan rincian Lifting Minyak Bumi sebesar 705.000 BOPD; Lifting Gas Bumi sebesar 1.007.000 BOEPD; Cost Recovery sebesar US$ 8,50 miliar

3. Volume BBM dan LPG Bersubsidi, Volume BBM bersubsidi sebesar 16,30 Juta KL; Minyak Tanah sebesar 0,50 Juta KL; Minyak Solar sebesar 15,80 Juta KL. Untuk Volume LPG 3 Kg sebesar 7,50 Juta Metrik Ton.

4. Subsidi tetap minyak Solar sebesar (GasOil 48) Rp 500 per liter.

5. Subsidi listrik sebesar Rp 53,59 Triliun.

“Dengan catatan, jika Pemerintah mengajukan APBN-P 2021 dan mempertimbangkan realisasi diupayakan untuk meningkatkan subsidi LPG 3 Kg menjadi 7,80 Juta Metrik Ton dengan catatan relokasi subsidi,” kata Sugeng di Ruang Rapat Komisi VII DPR, (02/09).

Screenshot video Wakil Ketua Komisi VII DPR Ramson Siagian

Sementara, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Ramson Siagian, meminta Menteri ESDM untuk mendalami rencana lifting migas.

“Terkait skema gross split yang sudah ditandatangani kontrak dengan Menteri ESDM sebelumnya, apakah hal tersebut mempengaruhi terhadap target lifting migas saat ini,” jelas Ramson.

Untuk skema cost recovery, Ramson menanyakan, bagaimana kebijakan Menteri ESDM saat ini.

“Kira-kira mau mendorong peningkatan lifting atau produksi di waktu yang akan datang, itu juga tergantung bagaimana meng-approve cost recovery ini. Tapi harus jelas programnya, apakah programnya mampu dalam meningkatkan lifting atau produksi diwaktu yang akan datang?,” tuturnya.

Ia meminta agar Kementerian ESDM bersama SKK Migas mendalami program tersebut, sehingga ada peningkatan lifting migas untuk beberapa tahun yang akan datang.

“Kalau untuk 1 juta barel per hari, saya melihat untuk 7 tahun mendatang juga belum ada potensi kearah itu, tetapi paling tidak ada peningkatan,” papar Ramson.

Jadi, ungkap Ramson, strategi untuk menentukan cost recovery itu harus dilihat curva lifting migas itu bagaimana, tentunya harus ada jaminan dari KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas).

“Tapi sekarang saya sudah melihat, volume lifting migas sudah 40% dikuasai oleh Pertamina. Artinya ini Pertamina harus didorong, kapasitas manajemen Pertamina juga harus ditingkatkan, meskipun anak-anak perusahan hulu ini mereka kerjasama dengan swasta, tetapi bagaimana meningkatkan produksinya,” imbuhnya.

Mengenai volume LPG 3 Kg, Ramson menjelaskan, saat ini masyarakat sangat memerlukannya, karena dampak dari Covid-19 ini terjadi peningkatan kemiskinan, dan itu realitas.

“Bisa dilihat dari APBN kita yang tadinya defisit sekitar Rp 300 Triliun, sekarang sudah Rp 1.050 Triliun untuk 2020 ini,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *