Wakil ketua komisi VII DPR, Ramson Siagian

Rapat Komisi VII dengan Menteri ESDM Hasilkan Lima Kesimpulan

Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam rapat kerja Komisi VII DPR dan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, dengan agenda pembahasan mengenai Iaporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019 menghasilkan 5 (lima) kesimpulan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Ramson Siagian, selaku pimpinan rapat tersebut membacakan kesimpulan, di antaranya :

Pertama, Komisi VII memberikan apresiasi kepada Menteri ESDM atas capaian kinerja keuangan tahun 2019 yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

Kedua, Komisi VII mendesak Menteri ESDM agar menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK secara tuntas pada tahun 2019.

Ketiga, Komisi VII mendorong Menteri ESDM untuk memprioritaskan komponen-komponen yang dapat diproduksi dalam negeri dengan harga yang kompetitif dalam pengadaan barang-barang pada anggaran belanja berikutnya.

Keempat, Komisi VII mendesak Menteri ESDM untuk meningkatkan efektivitas realisasi anggaran belanja berikutnya dalam implementasi program energi baru terbarukan (EBT) dalam mencapai target bauran 23% pada tahun 2025.

Kelima, Komisi VII meminta Menteri ESDM untuk menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan anggota Komisi V|| dan disampaikan paling lambat 3 September 2020.

Jalannya Rapat

Menteri ESDM, Atifi Tasrif, memaparkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2019 melebihi target yang ditetapkan, yakni sebesar 51,61 Triliun atau 115,16%. Yang mana, sesuai laporan realisasi anggaran PNBP ESDM tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp 44,81 T.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif

“Akan tetapi, per 31 Desember 2019, realisasi PNBP Kementerian ESDM mencapai Rp 51,61 T atau 115,16% dari target yang ditetapkan,” jelasnya saat rapat dengan Komisi VII DPR, (26/08).

Dikatakan olehnya, capaian ini disebabkan karena meningkatnya harga acuan batubara (HBA) sebesar US$ 87,83 per ton dari targetnya sebesar US$ 80 per ton.

Selain itu, kata Arifin, realisasi pelaksanaan anggaran selama 10 tahun terakhir, dari 2009-2019 mengalami fluktuatif. Namun, di tahun 2019, merupakan pencapaian yang sangat tinggi yakni sebesar 92%, dalam 10 tahun terakhir.

“Realisasi pelaksanan anggaran empat (4) tahun terakhir cenderung meningkat,” imbuhnya.

Selain itu, laporan keuangan Kementerian ESDM tahun 2019 yang telah diaudit mendapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

Dalam neraca Kementerian ESDM, pihaknya memiliki aset sebesar Rp 27,61 T, hal ini seimbang dengan kewajiban sebesar Rp 0,38 T dan ekuitas sebesar Rp 27,23 T.

Ia melanjutkan, sesuai laporan realisasi anggaran pendapatan Kementerian ESDM tahun 2019 ditargetkan Rp 44,8 T. Realisasi per 31 Desember 2019 tercapai sebesar Rp 51,59 T atau naik sebesar 115,15%.

“Adapun untuk anggaran belanja, Kementerian ESDM memiliki pagu anggaran sebesar Rp 5,17 T. Realisasi per 31 Desember 2019 sebesar Rp 4,76 T atau 92,01%,” papar Arifin.

Sementara, laporan operasional Kementerian ESDM tahun anggaran 2019 menyajikan, di antara, pendapatan operasional sebesar Rp 50,84 T.

Beban operasional dan non operasional sebesar Rp 4,76 T.L, dan surplus laporan operasional sebesar 46,08 T.

Kemudian, lanjutnya, laporan perubahan ekuitas pada tahun anggaran 2019 menyajikan sebagai berikut, ekuitas awal Rp 12,02 T. Mutasi tahun berjalan (netto) sebesar Rp 15,21 T, dan ekuitas akhir Rp 27,23 T.

Anggota Komisi VII, Kardaya Warnika, mengatakan beberapa hal, salah satunya kewajiban pemerintah terkait pembayaran subsidi BBM dan listrik.

Untuk BUMN kewajibannya membayar ke BUMN dan swasta yakni PT Pertamina dan AKR. Lalu, subsidi listrik yakni ke PT PLN.

“Pertanyaan saya, kalau untuk swasta dianggarkan dibayarkan 100%, tapi kalau untuk BUMN tidak dianggarkan 100%. Usul saya mestinya proporsional atau sama lah persentasenya, kalau 100% satu, 100% semua, kalau tidak 100% ya semuanya juga tidak 100%,” kata Kardaya yang mengikuti rapat secara virtual.

Ia menyatakan, jangan sampai ada anggapan bahwa pemerintah tidak mendukung atau meng-anak-tirikan BUMN, tetapi meng-anak-kandungkan swasta.

Yang Kedua, lanjut Kardaya, sektor ESDM ini terkait dengan energi, dan energi itu sampai sekarang masih diperlukan dalam kaitan dengaj pemberian subsidinya.

Ia menyarankan, agar subsidi itu sebaiknya jangan disalurkan melalui swasta, tetapi melalui BUMN, begitupun dengan K/L lainnya. Sebab, kalau disalurkan melalui BUMN itu sesuai dengan tugas dan fungsinya BUMN yang milik negara.

“Saya khawatir kalau dari swasta yang melakukan pemberian subsidinya akan terjadi penyimpangan. Untuk menjaga agar dana subsidi untuk rakyat ini bisa dikelola atau bisa dimanfaatkan sebesar-besar untukĀ  kemakmuran rakyat, sebaiknya melalui BUMN,” imbuhnya.

Ketiga, terkait dengan temuan BPK yang belum ditindaklanjuti, Komisi VII meminta agar dibuatkan laporannya yang tidak bisa dilanjuti oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

“Saya minta agar dibuatkan laporan terkait temuan BPK itu yang tidak bisa ditindaklanjuti atau masih menunggak, mohon dilaporkan secara clear. Karena ini merupakan sesuatu yang penting bagi kami (wakil rakyat) untuk dapat mengetahuinya, dan kapan akan dilakukannya pembayaran yang masih nunggak tersebut,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *