Jakarta, Ruangenergi.com – Gas elpiji 3 kilogram yang diperuntukan untuk kelompok miskin hingga hari ini masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, kuota gas elpiji 3 kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Kelompok yang berhak pun dirugikan.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai, kelangkaan gas elpiji ukuran 3 kg merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahunnya. Ini terjadi karena gas melon yang notabene menjadi hak masyarakat miskin justru digunakan kelompok masyarakat mampu.
Ia menambahkan, seharusnya, masyarakat mampu tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin.
“Biasanya, kelangkaan akibat tidak adanya pembatasan distribusi. Masyarakat mampu masih banyak kedapatan mengunakan elpiji ukuran 3 kilogram. Ini juga terjadi karena disparitas harga dengan elpiji nonsubsidi yang masih besar. Apalagi disaat banyak kegiatan di rumah seperti saat ini, kebutuhan penggunaan LPG mengalami peningkatan,” ungkap Mamit kepada media, Rabu (05/08/2020).
Mamit berharap, kelompok masyarakat mampu tidak menggunakan gas elpiji 3 kilogram karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas elpiji 3 kilogram. Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas elpiji 3 kilogram, bisa dipastikan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan PT Pertamina (Persero) dan keuangan negara.
“Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK,” paparnya.
Yang pasti, Mamit berharap masyarakat juga tidak panik karena Pertamina juga selalu bergerak cepat jika terjadi kelangkaan. Meski begitu, ia mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama nonsubsidi.
“Pertamina saya kira pasti sigap dengan menambah pasokan dan melakukan operasi pasar untuk daerah yang terjadi kelangkaan sampai kondisi normal kembali. Pertamina juga akan terus memastikan ketersediaan produk di agen dan pangkalan LPG, sebagai penyalur resmi Pertamina,” tutur Mamit.
Mamit juga menyampaikan agar Pertamina bisa memanfaatkan agen sebagai penyalur resmi saat mengadakan operasi pasar.
“Agen ini pasti mempunyai gudang, jadi operasi pasar yang dilakukan oleh Pertamina dilakukan di gudang-gudang milik agen. Batasi 1 orang hanya berhak dengan 1 tabung LPG 3 kilogram, bahkan jika bisa mereka menunjukan KTP agar tidak dobel-dobel dalam 1 kepala keluarga,” imbuh Mamit.
Mamit pun memperkirakan jika beban subsidi naik terus, akan menyebabkan beban kekuangan negara bisa terganggu. Apalagi, ditambah saat ini 70% elpiji masih impor. Jika subsidi terus, defisit transaksi berjalan akan makin tinggi.
“Perlu adanya kebijakan dalam mengendalikan elpiji 3 kg yang salah satunya adalah distribusi tertutup. Ini lebih jelas asalkan datanya benar sehingga tepat sasaran dan jangan sampai ada kesalahan data. Salah satu kelemahan kita adalah akurasi data,” tandas Mamit.