Membumikan PLTS Atap Dengan Meningkatkan Nilai Keekonomianya

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, ruangenergi.com- Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan,  perubahan  Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Pemanfaatan PLTS Atap diharapkan dapat memperbaiki pelaksanaan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2019.

Menurut Dadan, ada sejumlah alasan perlunya dilakukan perubahan pada peraturan ini. Hingga saat ini, jumlah penambahan kapasitas PLTS Atap belum sesuai dengan target yang diharapkan.

Selain itu, adanya pengaduan masyarakat terkait waktu pelayanan PLTS Atap yang tidak sesuai dengan Permen ESDM yang ada perbedaan harga dan standar kWh meter expor-impor.  Gap informasi terkait PLTS Atap diantara PT PLN (Persero) di lapangan dan masukan dari stakeholder untuk meningkatkan keekonomiannya”, kata Dadan Kusdiana, Jum’at(27/8/21).

Lebih lanjut Dadan mengungkapkan, sebagai upaya merespon dinamika yang ada sekaligus memfasilitasi masyarakat yang menginginkan untuk mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan dan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca serta mendorong pengembangan PLTS Atap sebagai bagian mencapai target energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, Kementerian ESDM menginisiasi perubahan dan merancang Permen ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (Pemanfaatan PLTS Atap).

“Pertimbangan kebijakan memutuskan nilai energi listrik yang diekspor oleh pelanggan PLTS Atap menjadi sebesar 100% nilai kWh Ekspor yang tercatat pada Meter kWh Ekspor-Impor dari semula hanya 65%, merupakan pemberian insentif yang lebih baik kepada masyarakat yang memasang PLTS Atap. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan dan penurunan gas rumah kaca sebagaimana komitmen Presiden RI pada Paris Agreement” jelas Dadan dalam acara Pemanfaatan Pembangkit PLTS Atap yang dihelat secara virtual, Jum’at(27/8/21)

Sebagai informasi, Permen ESDM tentang Pemanfaatan PLTS Atap melarang pelanggan PLTS Atap memperjualbelikan tenaga listrik yang dihasilkan dari sistem PLTS Atap.

Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, target PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2024/2025, memperkirakan hanya sekitar kurang lebih 1 juta pelanggan PLN yang memasang PLTS Atap dari total pelanggan PLN sebesar 78,6 juta pelanggan, atau hanya sekitar 1,3%.

Sementara itu, Dirjen Gatrik Rida Mulyana menambahkan, kajian yang dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga tahun 2024/2025 dengan nilai kWh ekspor sebesar 100% terhadap negara, akan berdampak positif pada pengurangan konsumsi batubara sebesar 2,98 juta ton pertahun, berpotensi menyerap tenaga kerja sebanyak 121.500 orang; berpotensi meningkatkan investasi sebesar Rp 45 – 63,7 triliun untuk pembangunan fisik PLTS dan Rp 2,04 – 4,08 triliun untuk pengadaan kWh ekspor-impor serta mendorong green product sektor jasa dan industri  dan berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4,58 juta ton CO2e.

Dengan semakin massifnya pemanfaatan PLTS Atap, PT PLN (Persero) dapat melakukan pengelolaan di sisi supply antara lain dengan melakukan pengaturan pola jam operasi pembangkit termal dan hydro; menyediakan reserve margin yang cukup, menyiapkan pembangkit load follower, dan baterai/storage untuk mengimbangi intermitensi PLTS Atap; melakukan pemantauan dan evaluasi produksi energi listrik dari PLTS Atap; digitalisasi pembangkit, digitalisasi dispatch, digitalisasi transmisi, dan distribusi, serta smart meter sehingga dapat mengelola fluktuasi daya dari PLTS Atap dengan lebih baik.

“Di sisi demand, berbagai pengelolaan yang dapat dilakukan antara lain penyediaan sistem billing tagihan pemakaian listrik untuk mengakomodasi konsumen menggunakan PLTS Atap; melakukan demand creation dengan program-program seperti electrifying lifestyle (migrasi ke kompor induksi, kendaraan listrik, smart home) dan electrifying agriculture (migrasi dari mesin bakar ke mesin listrik) serta gencar melakukan akuisisi pembangkit captive di pabrik-pabrik”tambahnya

Rida berharap, peluang perluasan bisnis juga dapat dilakukan oleh PLN untuk mampu menekan kerugian yang dialami, seperti:menyediakan jasa pemasangan dan pemeliharaan PLTS Atap dengan cicilan yang bundled dengan pembayaran tarif listrik kepada pelanggan.

“Bisa juga PLN menawarkan listrik PLTS Atap kepada industri/komersial secara kontrak dengan tarif khusus untuk periode waktu tertentu; listrik dari PLTS Atap dijadikan bagian dari Renewable Energy Certificate (REC) atau tarif layanan khusus EBT yang ditawarkan kepada semua pelanggan, termasuk pemilik PLTU/PLTG/PLTGU; menjual nilai karbon dari pelanggan PLTS Atap selain pelanggan kategori industri dan bisnis”, pungkas Rida Mulyana

Dengan direvisinya Permen ESDM PLTS Atap semoga minat masyarakat semakin meningkat untuk memasang solar rooptop sebagai partisipasi dalam meningkatkan bauran energi dan mengurangi polutan CO2.