Menjaga Api Rokan: Strategi Pertamina Melawan Laju Waktu di Ladang Minyak Raksasa

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta Pusat, Jakarta, ruangenergi.com–Di panggung energi nasional, Blok Rokan adalah sang legenda. Sejak 1952, denyutnya telah menjadi detak jantung produksi minyak Indonesia. Kini, di bawah kendali penuh Pertamina Hulu Rokan (PHR), ladang tua ini bukan hanya bertahan, tetapi bangkit menjadi tulang punggung yang menyumbang 26% dari total produksi minyak nasional. Namun, di balik angka impresif itu, tersimpan sebuah kisah perjuangan sengit melawan hukum alam dan sebuah orkestrasi teknologi canggih.Kisah ini dimulai dengan sebuah tantangan raksasa. Sejak mengambil alih kelola dari Chevron pada 9 Agustus 2021, banyak mata pesimis memandang. Mampukah anak bangsa mengelola ladang minyak tua yang secara alami produksinya terus menurun?

“Tantangan terbesar PHR saat ini adalah bagaimana mempertahankan laju produksi yang cenderung menurun secara alami (decline rate) hingga 35-40% per tahun,” ungkap General Manager Zona Rokan PT PHR, Andre Wijanarko, di Pekanbaru, Rabu (24/9/2025). “Kalau kita enggak ngapa-ngapain, 40 persen itu hilang.”

Alih-alih pasrah pada takdir, PHR menjawab pesimisme dengan kerja nyata dan tiga jurus utama yang mengubah wajah Blok Rokan.

Jurus Pertama: Agresivitas Pengeboran Massif dan Cerdas

Untuk melawan laju penurunan, PHR melancarkan serangan balik yang masif. Pada tahun 2025 saja, target pengeboran mencapai 558 sumur, didukung oleh 28 rig pengeboran dan puluhan rig untuk intervensi sumur. Aktivitas ini menjadikan Zona Rokan sebagai wilayah kerja dengan pengeboran paling aktif di Indonesia.

Namun, ini bukan sekadar permainan angka. PHR mengawinkan kuantitas dengan kualitas teknologi. Mereka menyasar reservoir-reservoir sulit, di mana minyak terperangkap dalam batuan yang enggan melepaskannya. Jurus pamungkasnya adalah teknologi multistage fracturing.

“Kita menyasar reservoir yang batuan-batuannya itu susah mengalir. Bukan tidak bisa mengalir, tapi susah mengalir,” jelas Wijanarko.

Jika dulu sumur dibor vertikal, kini PHR mengebor secara horizontal menembus lapisan batuan, lalu memecahnya di beberapa titik. Teknologi yang diadaptasi dari praktik sukses di Amerika ini ibarat membangun “jalan tol” bagi minyak, memaksanya mengalir deras dari tempat yang sebelumnya dianggap tidak ekonomis.

Di ladang-ladang yang sudah berumur, PHR mengeluarkan jurus andalan lain: secondary recovery melalui injeksi air atau new waterflood. Proyek percontohan di Lapangan Pager, Rokan Hilir, menjadi bukti kesuksesan yang gemilang.

Hanya dalam kurun waktu singkat pasca-alih kelola, proyek ini berhasil mendongkrak produksi lebih dari 1.180 barel minyak per hari (BOPD). Ini adalah tonggak sejarah, sebuah proyek waterflood perdana yang dieksekusi PHR dengan hasil spektakuler.

Kunci suksesnya? Digitalisasi.

PHR memanfaatkan analisis data ekstensif untuk memetakan reservoir secara komprehensif. Inovasi cerdas pun lahir: sumur-sumur yang sudah tidak aktif (idle) diubah menjadi sumur injeksi (CTI). Air yang ikut terproduksi didaur ulang dan disuntikkan kembali ke dalam perut bumi untuk menjaga tekanan reservoir, mendorong sisa-sisa minyak menuju sumur produksi. Pendekatan ini memangkas waktu evaluasi secara drastis dibandingkan metode konvensional.

Keberhasilan di Lapangan Pager kini menjadi cetak biru untuk diterapkan di empat lapangan lainnya, dengan target tambahan produksi kumulatif mencapai 2.500 BOPD pada akhir 2025.

Jurus Ketiga: Menatap Masa Depan, Membuka Potensi Tersembunyi

Sembari mengoptimalkan lapangan yang ada, PHR tak lupa menatap masa depan. Eksplorasi sumber daya non-konvensional, atau migas yang terkunci di batuan serpih, kini menjadi fokus baru. Selain itu, penemuan potensi sumber daya baru sebesar 724 juta barel di Riau membuka harapan besar, meski Andre Wijanarko mengingatkan bahwa perjalanan untuk mengubah potensi menjadi cadangan terbukti masih panjang.

Buah dari Kerja Keras: Kebanggaan Nasional yang Terjaga

Empat tahun setelah bendera Merah Putih berkibar penuh di Rokan, hasilnya berbicara lebih lantang dari keraguan mana pun yang selama ini menggema di jagad maya. Produksi tak hanya stabil, tapi konsisten di atas 160.000 barel per hari, ditambah 35 juta kaki kubik gas per hari. Total, Rokan menyumbang sekitar 164.000 barel setara minyak per hari (BOEPD), atau sekitar 27% dari produksi minyak nasional.

Pada 2024, PHR juga mencatatkan penemuan cadangan terbukti hingga 84 juta barel ekuivalen, memperkuat posisi Rokan sebagai aset strategis negara.

“Proyek New Waterflood ini merupakan pelaksanaan komitmen PHR untuk terus mengembangkan lapangan-lapangan tua di Zona Rokan dengan metode, teknologi, dan project management yang tepat guna mendukung ketahanan energi nasional,” tegas Andre.

Kisah Blok Rokan di tangan Pertamina bukan sekadar cerita sukses industri. Ia adalah simbol kemampuan, kemandirian, dan semangat juang anak bangsa. Sebuah bukti bahwa ketika diberi kepercayaan, Indonesia mampu menjaga apinya tetap menyala, bahkan membuatnya berkobar lebih terang dari sebelumnya untuk menerangi negeri.