Jakarta, Ruangenergi.com – Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, mengatakan apa yang disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) adalah suatu hal yang sudah harus dijalankan oleh Pemerintah dalam rangka menuju Net Zero Emision tahun 2050 yang sudah menjadi komitmen bersama.
“Subsidi selama ini juga tidak tepat sasaran, tidak perlu dipertahankan. Dengan pengurangan subsidi maka sekaligus akan mendorong pemanfaatan energi secara efisien dan akan terjadi konservasi secara alami. Hanya saja soal subsidi sering menjadi isu politik,” ungkap Surya kepada Ruangenergi.com, (21/04).
Ia menjelaskan, saat ini sudah waktunya soal pengurangan subsidi tidak lagi jadi komoditas politik. Bahkan, tuturnya, kalau perlu subsidi itu dialihkan untuk kepentingan riset dan pengembangan yang mendukung pengembangan energi yang lebih ramah lingkungan, energi terbarukan.
“Berbagai insentif dan disinsentif seperti yang diusulkan pak Suharso (Menteri Bappenas) untuk menerapkan pajak lingkungan adalah konsep yang sudah lama diterapkan dibeberapa negara lain yang peduli akan lingkungan. Sudah saatnya kita mendorong itu diterapkan agar tidak ada lagi kesan bahwa energi fosil itu murah karena dampak lingkungan tidak pernah dihitung dalam harga energi,” paparnya.
Menurutnya, jika hal ini bisa diterapkan, tentu saja akan menambah nilai kompetitif harga energi terbarukan yang selama ini dianggap lebih tinggi dari harga energi fosil.
“Tentu saja untuk bisa diterapkan, diperlukan payung hukum yang pasti. Karena itu kami dari METI memasukkan konsep itu dipayungi dalam UU ET (Undang-Undang Energi Terbarukan),” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Bappenas, Suharso Monoarfa menyebut, Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas dalam menjalankan kebijakan pembangunan rendah karbon.
Ia mengatakan yakni dengan menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), yang paling lambat hingga 2030 mendatang.
Hal tersebut dilakukan karena upaya mencapai target net zero emission pada 2045-2050.
“Kebijakan fiskal untuk mendukung net zero emission, contohnya, dan sangat tidak populer, yaitu menghapus subsidi BBM hingga 100% pada paling tidak 2030,” katanya dalam webinar Net-Zero Summit 2021.
Ia menambahkan, selain penghapusan subsidi BBM, kebijakan fiskal lainnya yang perlu dilakukan adalah penerapan pajak karbon yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 50% pada 2030.
Ia berkeyakinan jika hal ini dapat dilakukan, PDB nasional dan pendapatan perkapita dipastikan dapat meningkat. Pasalnya, berdasarkan kajian Bappenas, net zero emission dapat meningkatkan pertumbuhan PDB dan pendapatan perkapita 2,5 kali lebih tinggi dari skenario business as usual pada rentang 2021-2070.
“Upaya menurunkan emisi gas rumah kaca seringkali dibenturkan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, padahal kenyataannya penurunan emisi gas rumah kaca akan mendukung pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” tuturnya.
Menurutnya, pencapaian net zero emission juga perlu dukungan kebijakan lain di luar fiskal. Misalnya, peningkatan efisiensi energi dan bauran energi baru terbarukan (EBT) yang jauh lebih ambisius yakni 100%.