Jakarta, ruangenergi.com- Secara historis enhanced oil recovery (EOR) munculnya di Indonesia itu lebih kepada chemical (kimia).
Namun, sebetulnya EOR itu banyak sekali jenisnya. Ada C02, ada yang smart water. Bahkan ada yang lebih simpel, yakni Low Salinity Water Enhanced Oil Recovery (LSW EOR).
“Kemungkinan munculnya CEOR itu dari para stake holder yang berkaitan dengan chemical. Saya katakan di sini, kendala itu dibagi dua, yakni kendala teknis dan kendala bisnis. Kalau kendala teknis itu kalau dalam pandangan saya, chemical itu kan sesuatu barang asing, yang sebelumnya tidak ada di reservoir.”
“Jadi waktu chemical ini dimasukan ke dalam reservoir minyak, nah reservoir minyak mengatakan siapa ini, apa ini? Jadi bisa jadi, incompatible, bisa jadi tidak cocok.Bisa jadi bereaksi malah menghasilkan sesuatu yang lain. Namanya juga chemical compound (senyawa kimia),” kata Profesor Asep Kurnia Permadi, Guru Besar Institut Teknologi Bandung dan Petroleum Engineering dalam sebuah diskusi di Kemayoran Jakarta beberapa waktu lalu dihadiri ruangenergi.com.
Asep bercerita, chemical itu cocok untuk kondisi tertentu saja.Setiap namanya reaksi, satu tekanan, satu keadaan, komposisi kimia dan sebagainya. Kalau itu berubah, chemicalnya lain lagi.
“Berarti untuk menggunakan chemical di satu tempat itu berbeda di tempat lain.Untuk satu reservoir di dalam satu sumur, di atas di bawah, bisa jadi berbeda.Jadi sulit,” ungkap Asep.
Asep juga menambahkan, berkaitan dengan thermal stability. Reservoir ini umumumnya temperaturenya tinggi. Jadi chemical itu kalau temperature tinggi, pecah dia, rusak.
“Dulu saya masih ingat. Saya punya 5 (lima) formula chemical ini. Tapi temperature nya terbatas. Kalau mau ditingkatkan stabilitasnya harus ditambahkan gugus alkohol.Jadi mahal, tidak laku. Saya mau jual saja ke pabrik sabun karena itu berupa surfaktan, tapi ditawar murah.Aduh…akhirnya saya tarik lagi,” ucap dia sembari tersenyum getir.
Kendala bisnis EOR, lanjut Asep, dulu ada pendapat CEOR ini sweet business. Karena ini menyangkut siapa yang akan mensupply bahan kimianya.
“Bayangkan, untuk 1 (satu) reservoir saja sekian..nah bagaimana kalau di seluruh Indonesia? Semua orang ingin bisnis CEOR. Jadi kue itu belum jadi, sudah rebutan duluan. Jadi agak sulit. Sementara kapasitas kita terbatas. Harus jujur. Akhirnya, ujung-ujungnya beli lagi chemical dari luar negeri.Ini akan menjadi mahal kembali,” cetus Asep.
Itu sebabnya, dalam pandangan Asep, CEOR itu punya keunikan tersendiri. Dalam konteks keberhasilan meningkatkan produksi minyak pun mungkin harus dilihat dulu.
“Tidak semua injeksi chemical itu di seluruh dunia itu berhasil.Mungkin kita lihat di China berhasil, tapi waktu kita ikuti ternyata enggak. Berarti, something that we don’t know? Sesuatu yang kita tidak tahu, dan kalau mau itu berhasil yang tidak tahu itu, harus kita ketahui dulu,”tutur Asep mengakhiri penjelasannya menjawab pertanyaan ruangenergi.com.