OPINI : Pengembangan ENERGI NUKLIR Dalam Konteks INDONESIA EMAS 2045

Jakarta, ruangenergi.com- Saat ini energi nuklir untuk pembangkitan listrik masih menggunakan teknologi fisi nuklir (pembelahan inti atom) dan digunakan mineral Uranium dan Thorium sebagai sumber bahan bakarnya. Dimana bijih Uranium dan Thorium sebagai bahan tambang dapat ditemukan di bumi, atau di bulan atau di planet mars, atau di planet lainnya, atau bahkan di galaksi lain. Jadi dilihat dari sisi ruang dan waktu, maka Uranium dan Thorium secara relatif baru akan habis umtuk waktu yang lama sekali.

Sumber bahan bakar nuklir selain Uranium dan Thorium yang menggunakan
teknologi Fisi-Nuklir dengan menggunakan proses lain juga masih tersedia, misalnya
dengan menggunakan bahan Plutonium. Bahan baku plutonium sudah tidak dapat
ditemukan di alam di alam, melainkan diperoleh dari limbah bahan bakar nuklir itu sendiri,
yang akan semakin besar ketersediaannya, jika industri pembangkitan energi nuklir
semakin besar, maka bahan plutonium dari hasil limbah nuklir juga akan semakin
berlimpah. Oleh karena itu teknologi fisi nuklir sebagai tulang punggung industri nuklir
saat ini akan semakin berlimpah, seolah-olah menciptakan bahan bakarnya sendiri.

Teknologi nuklir masih terus berkembang. Teknologi fisi nuklir masih dapat
digantikan dengan teknologi nuklir lainnya yang lebih maju, lebih canggih dan lebih
alamiah, yaitu teknologi fusi nuklir (penggabungan inti atom). Teknologi ini mencontoh
proses pembangkitan energi alam semesta, seperti yang terjadi di matahari kita, dan di
jutaan matahari lain di alam semesta. Reaksi fusi nuklir adalah energi nuklir yang
memberikan kehidupan bagi seluruh bintang-bintang di alam semesta.

Teknologi fusi nuklir menjanjikan penyediaan energi tanpa batas, mengingat
tersedianya sumber bahan baku energi yang tidak terbatas, yaitu lithium dan hidrogen.
Dimana hidrogen adalah unsur yang paling melimpah di alam semesta, seperti di
matahari kita. Matahari merupakan sebuah bola besar hidrogen dengan massa sekitar
333 ribu kali massa bumi. Menggunakan teknologi fusi nuklir adalah sebuah keniscayaan,
yang dapat diibaratkan seperti memindahkan matahari dalam skala amat sangat kecil ke
permukaan bumi.

Meskipun demikian kita tidak dapat langsung meloncat menggunakan teknologi
fusi, melainkan harus bertahap dengan menguasai teknologi fisi nuklir terlebih dulu.
Teknologi nuklir fisi yang sudah dikuasai dengan standard keselamatannya, serta sudah
layak skala keekonomiannya, kemungkinan masih tetap diperlukan dan akan tetap
berlangsung sekitar 200 tahun lagi, sebelum digantikan secara masif dengan teknologi
fusi nuklir.

Dari uraian di atas terlihat bahwa energi nuklir adalah suatu jenis energi yang tidak
mengandalkan sumber daya alam ”energy resource base” seperti energi fosil yang
sangat tergantung pada pasokan sumber daya energinya. Energi nuklir adalah suatu
jenis energi yang lebih mengandalkan ”technology resource base”. Yang tidak tergantung
pada cadangan sumber daya energinya, melainkan lebih mengandalkan pada
pengembangan dan perubahan teknologinya.

Dari sisi keselamatan nuklir yang masih sering dipertanyakan banyak pihak,
sebenarnya secara filosofis sudah mencapai tingkat kebenaran yang hakiki. Prinsip
keselamatan nuklir yang diterapkan di industri nuklir saat ini hanyalah mengadopsi prinsip
alam semesta. Yaitu menanggulangi bahaya radiasi nuklir dengan faktor jarak, perisai
dan waktu. Faktor jarak menyebabkan radiasi yang sampai ke sasaran menjadi lebih
lemah. Faktor perisai menyebabkan radiasi dapat dikurangi kekuatannya. Faktor waktu
menyebabkan intensitas radiasi tidak diterima sasaran secara menyeluruh. Alam secara
langsung sudah menyediakan ketiga unsur tersebut, seperti sistem Matahar dan Bumi,
sehingga manusia tinggal mencontohnya saja.

Seperti diketahui bahwa matahari adalah reaktor nuklir terbesar yang ada di dekat
kita, dengan diameter 109 kali bumi. Dengan pengendalian alamiah, reaktor nuklir
matahari bereaksi menghasilkan energi yang sangat besar, dan dampak pancaran radiasi
yang besar pula. Meskipun demikian kehidupan di atas bumi tetap bisa bertahan dengan
kondisi yang optimal, karena ada faktor penahan radiasi alamiah. Yaitu jarak 150 juta km
antara matahari dan bumi menjadi penghalang pertama. Medan magnet bumi serta
atmosfer bumi dengan ketebalan sekitar 80 km dan kandungannya berfungsi sebagai
perisai dan menjadi penghalang kedua.

Waktu interaksi manusia dng matahari juga dibatasi oleh waktu, mengingat manusia mempunyai tempat tinggal berupa gua di masa lalu, atau rumah di masa kini, sehingga bisa mengurangi waktu paparan sinar matahari.

Dengan demikian manusia dapat selamat dan aman secara alamiah dari gangguan
bahaya radiasi matahari. Prinsip-prinsip inilah yang juga digunakan manusia dengan bantuan teknologi modern untuk memenuhi aspek keselamatan nuklir atau radiasi, saat berinteraksi dengan industri nuklir ciptaannya sendiri. Keberhasilan manusia dalam mengembangkan teknologi nuklir sebagai hasil meniru alam, sangat tergantung pada kemahiran, kesungguhan, kedisiplinan, dan kesadaran untuk mengikuti prinsip alam tersebut dalam mengelola kelangsungan kehidupan dan peradabannya.

Selain mempunyai manfaat yang besar, maka energi nuklir juga mempunyai resiko
besar. Tetapi sampai saat ini, jumlah kematian yang ditimbulkan pada saat
penglolaannya masih menempati urutan yang paling kecil, dibandingkan dengan
kematian yang diakibatkan oleh pengelolaan jenis energi lainnya. Nampaknya resiko
yang tinggi tersebut sudah diantisipasi oleh standard keselamatan nuklir yang semakin
tinggi pula. Meskipun demikian kewaspadaan dan kehati-hatian masih tetap diperlukan
jika akan mengembangkan energi nuklir.Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengembangan teknologi nuklir termasuk aspek keselamatannya selalu berjalan maju
bersama dan berdampingan dengan kemajuan teknologi dan peradaban umat manusia.

Apapun yang terjadi, pada kenyataannya tidak bisa mengubah fakta, bahwa energi
nuklir adalah nenek moyang dari berbagai jenis energi yang kita kenal saat ini, termasuk
energi fosil dan energi baru serta energi terbarukan lainnya. Tanpa energi nuklir, tidak
akan terbentuk berbagai jenis energi turunan lainnya, seperti yang kita temui dan rasakan
saat ini di atas Bumi. Sehingga energi nuklir secara umum menjadi lebih kekal/abadi
dibandingkan dengan energi terbarukan sekalipun. Energi nuklir adalah energi alam
semesta dan energi bintang-bintang. Dia ada saat alam semesta terbentuk dan akan
tetap menyertainya hingga alam semesta berakhir. Energi nuklir akan tetap ada dan
tersedia sampai batas akhir peradaban umat manusia.

Status PLTN saat ini.

PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Indonesia diharapkan dapat
mendampingi pembangkit listrik bertenaga Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET)
lainnya, khususnya energi panas bumi dan hydro-besar, untuk bisa memperkuat struktur
“base-load” kelistrikan yang cukup kuantitasnya, dan dalam rangka mencapai sistem
kelistrikan nasional yang besar, stabil, handal, terjangkau dan ramah lingkungan, untuk
mendukung program Net Zero Emission 2060, sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional
(KEN).

Dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045 dimana Indonesia harus sudah
keluar dari “Midle Income Trap” (MIT) dengan GDP/Capita sekitar 15,000 USD, dan
dalam rangka memenuhi program NZE 2060, diperkirakan kebutuhan listrik nasional
akan mencapai sekitar 580 GWe di tahun 2060. Untuk itu sektor energi Nuklir diharapkan
mampu berpartisipasi dengan membangun PLTN Komersial pertama pada sekitar tahun
2032, dan akan bisa mencapai sekitar 10 GWe hingga tahun 2040, serta bisa mencapai
sekitar 40-50 GWe hingga tahun 2060, dengan berbagai teknologi PLTN yang sudah
proven atau yang sedang dikembangkan (prototype) di dunia saat ini.

Kapasitas 40 50 GWe listrik nuklir di Indonesia tersebut setara dengan 7-8% pangsa listrik nasional di tahun 2060. Angka tersebut sangat realistis jika dibandingkan dengan pangsa listrik Nuklir rata-rata dunia yang sudah mencapai skitar 10% pada tahun 2020, di mana pada tahun yang sama listrik nuklir di China sudah mencapai 5%, USA 20%, Prancis 70%.
Energi Nuklir mempunyai densitas energi yang sangat tinggi, kandungan energi 1
(satu) gram bahan bakar Uranium kira-kira setara dengan 2500 kg Batubara. Densitas
energi yang tinggi sangat tepat digunakan untuk Indonesia yang penduduknya sudah
mencapai 275 juta jiwa tahun 2022, khususnya Pulau Jawa yang densitas penduduknya
tinggi mencapai sekitar 1200 jiwa/km2. Densitas energi nuklir dinyatakan dengan luasan
lahan per kWh listrik yang dibangkitkan, dan PLTN tidak banyak membutuhkan lahan
untuk pembangunan dan pengoperasiannya. Selain itu PLTN bersifat “non-site specific”,
artinya tidak tergantung pada lokasi tertentu dan bisa dibangun di mana saja di wilayah
NKRI, selama masih terjangkau oleh Grid Kelistrikan, dan bisa memenuhi kriteria/standar
keselamatan dan keamanan lokasi/tapak PLTN yang ditetapkan oleh regulasi BAPETEN
sesuai standard Internasional.

Untuk membangun dan mengoperasikan 40~50 GWe PLTN diperlukan banyak
lokasi/tapak PLTN, sekitar 10~20 lokasi/tapak. PLTN besar di atas 300 MWe/unit hanya
bisa dibangun di grid listrik Jawa-Sumatera. Di area ini sudah ada 2 lokasi tapak PLTN
yang sudah dilakukan studi kelayakan dan dinyatakan layak keamanan dan keselamatan
nuklirnya, yaitu tapak Muria Jawa Tengah dan tapak Bangka-Belitung. Sedangkan untuk
PLTN kecil di bawah 300 MWe/unit (SMR – Small Modular Reaktor) pada prinsipnya bisa
dibangun di seluruh wilayah Indonesia, sesuai dengan hasil studi kelayakannya. Saat ini
sudah ada usaha untuk melakukan studi kelayakan tapak PLTN SMR di Riau, Babel,
Kalbar, Kaltim, Sulawesi, dan NTB.

Untuk menarik Investasi, sebaiknya Pemerintah bisa memberikan insentif pekerjaan/studi pemilihan dan penyiapan insfrastruktur tapak PLTN dalam bentuk dana bergulir, yang akan dikembalikan kepada Pemerintah saat PLTN sudah beroperasi komersial.

PLTN dapat mengurangi risiko lingkungan yang biasanya terkait dengan
pembangkit listrik bahan bakar fosil, seperti emisi CO2, SO2, NOx, dan partikel debu (PM
2,5) yang berpotensi menyebabkan dampak linkungan yang buruk seperti kesehatan,
hujan asam dan pemanasan global. Sebaliknya, PLTN tidak mengeluarkan partikel
berbahaya tersebut ke lingkungan, menjadikannya sumber energi yang bersahabat
dengan lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan oleh PLTN, seperti sisa bahan
bakar bekas, bisa dilokalisasi dan disimpan di lokasi PLTN untuk sementara waktu (>60
tahun) sebelum diproses lebih lanjut di penyimpanan lestari untuk jangka yang lebih
panjang.

Banyak jenis teknologi PLTN Komersial Proven (PWR/BWR 1000-1700 MWe)
yang masih beroperasi saat ini dan prototypes (SMR) yang sangat bervariasi sesuai
dengan jenis desain teknologinya dan besaran dayanya (5-300 MWe), dan sangat
berpotensi digunakan di Indonesia.

PLTN merupakan pembangkit yang sudah banyak digunakan di dunia. Pada tahun
2021, PLTN memproduksi listrik sekitar 10% dari produksi listrik dunia, sekitar 437 unit
PLTN beroperasi di 32 negara dan 56 unit PLTN sedang dibangun/konstruksi. USA
memiliki PLTN beroperasi terbanyak yaitu 93 unit PLTN, dan 2 unit PLTN sedang
dibangun. China adalah negara yang paling ekspansif program PLTN-nya, menyusul
program PLTN Jepang dan Korea Selatan.

Saat ini China sudah mengoperasikan 55 unit PLTN atau sekitar 53 GWe, dan sedang melakukan konstruksi 24 unit PLTN yang setara dengan 26 GWe. Sedangkan di India saat ini sudah mengoperasikan 22 unit PLTN atau sekitar 7 GWe, dan sedang melakukan konstruksi 8 unit PLTN yang setara dengan 6 GWe. Negara baru dikawasan Asia yang baru saja mengoperasikan PLTN adalah, Iran 1 unit, UEA 4 unit dan Bangladesh 2 unit. Di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), sampai saat ini belum ada kegiatan pembangunan PLTN, masih dalam tahap perencanaan dan pengusulan. Pada saatnya nanti ketika sudah ada grid ASEAN, maka negara yang mampu memasok energi ke negara-negara ASEAN akan mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi regional, dan PLTN mempunyai kemampuan untuk memasok listrik di kawasan ASEAN.

Seperti diketahui, dari seluruh PLTN yang telah dibangun dan dioperasikan di
Dunia hingga saat ini telah terjadi 3 kecelakaan Nuklir besar, yaitu Three Miles Island
USA 1979, Chernobyl Rusia 1986, dan Fukushima Jepang 2011, semuanya masih
menggunakan PLTN Generasi-2. Meskipun di sebut sebagai kecelakaan Nuklir besar,
tetapi korban meninggal karena terkena radiasi hingga saat ini setelah lebih dari 40 tahun
sejak kecelakaan, hanya berjumlah kurang dari 70 (tujuh puluh) orang, jauh lebih kecil
dibandingkan dengan korban kecelakaan di sektor yang lain.

Sebagai contoh aktual, adalah kecelakaan nuklir yang terjadi di PLTN Fukushima
Jepang pada bulan Maret 2011. Sebuah bencana alam yang disebut sebagai terbesar di
Jepang, yaitu gempa besar berkekuatan 8,9 skala Richter dan tsunami dengan ketinggian
sekitar 14 meter menghantam PLTN yang berumur 40 tahun dan sudah dioperasikan
sejak tahun 1971. Karena desainnya yang dibuat di awal tahun 1960an kurang
memperhitungkan bencana alam yang besar tersebut, maka terjadilah kecelakaan nuklir
seperti yang sudah diberitakan dan dibahas di banyak media. Kelemahan dan kesalahan
yang terjadi pada PLTN tersebut adalah penerapan desain awalnya. Khususnya dalam
hal pemilihan lokasi dan tapak PLTN yang kurang memperhitungkan dampak bencana
tsunami besar, yang hanya terjadi sekali dalam beberapa ratus tahun. Selain itu,
teknologi awal tahun 60-an yang sudah cukup tua, nampaknya tidak mampu mengatasi
dampak lanjutan dari kecelakaan tersebut. Meskipun demikian perlu dicatat bahwa
bencana nuklir yang dianggap besar tersebut tidak menimbulkam kematian langsung
saat terjadi kecelakaan.

Tidak seorangpun meninggal akibat kecelakaan nuklir,
dibandingkan dengan lebih dari 20 ribu orang meninggal dan hilang sebagai akibat
langsung dari bencana tsunaminya sendiri. Teknologi PLTN yang diharapkan beroperasi di Indonesia secara komersial saat ini adalah yang berteknologi proven dan/atau purwarupa/prototype dari PLTN Besar Generasi-3+ dengan daya >300~1700 MWe/unit dan PLTN SMR Generasi-4 dengan daya antara 5~300MWe/unit. Kedua jenis PLTN tersebut berbasis bahan bakar Uranium dan Thorium, dengan keamanan dan keselamatan yang ketat berdasarkan regulasi dan perijinan dari Bapeten, yang berstandar Internasional/IAEA. Teknologi PLTN proven bisa dilakukan dengan cara membangun purwarupa/prototype PLTN di dalam negeri bekerjasama dengan BRIN dan/atau Bapeten. Negara pemasok PLTN komersial yang sudah Proven adalah USA, Rusia, Perancis, Jepang, Korea Selatan, China, dan India.

Dari sisi penyiapan SDM Nuklir, Indonesia sudah dikatakan siap sejak lama. Sejak
awal tahun 80an sudah dibuka Program S1 Teknik Nuklir di FT.UGM Yogyakarta,
Program S1 Instrumentasi Nuklir di FMIPA-UI Jakarta, dan Program Diploma Pendidikan
Ahli Teknik Nuklir (PATN) Yogyakarta, yang berubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik
Nuklir (STTN), dan saat ini berubah lagi menjadi Politeknik Nuklir. Selain itu ada beberapa
program S2 dan S3 Nuklir di ITB dan beberapa perguruan tinggi lainnya. SDM Indonesia
juga sudah mampu mengoperasikan 3 unit Reaktor Nuklir Penelitian di Bandung, Yogya,
Serpong sejak tahun 1964 hingga saat ini tahun 2023 (59 th) tanpa terjadi insident dan
accident yang fatal.

Untuk bisa mengoperasikan PLTN komersial pertama di Indonesia, Pemerintah
harus segera menerbitkan Perpres Percepatan Pembangunan PLTN tation Organization
atau Komisi Persiapan Pembangunan PLTN) di tahun 2023. Hanya ada waktu 9 tahun
untuk persiapan dan pembangunan jika PLTN pertama sebesar 2 GWe diharapkan
beroperasi tahun 2032 dan 10 GWe di tahun 2040.

Sudah ada Regulator (Lembaga Perijinan) yang cukup memadai untuk
pembangunan PLTN Komersial, yaitu Regulator Bisnis dilaksanakan oleh KESDM/PLN,
Regulator Lingkungan oleh KLHK/BAPEDAL, dan Regulator Keamanan/Keselamatan
Nuklir dilakukan oleh BAPETEN.

Yang masih diperlukan untuk memperkuat dan mempercepat pembangunan PLTN
adalah Pemerintah dan DPR perlu menyelesaikan RUU RPJPN dan RUU EBET.
Kemudian diteruskan dengan penerbitan PP-KEN dan Perpres-PLTN. Semua regulasi
tersebut diharapkan sudah dapat diselesaikan di akhir tahun 2024.
Untuk membangun 40~50 MWe PLTN diperlukan sekitar 10~20 lokasi/tapak
PLTN, yang bisa tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan di Indonesia Timur. Untuk
itu Pemerintah perlu memberikan insentif dengan membantu menyiapkan program
pemilihan lokasi tapak PLTN dan perijinan keselamatan/keamanannya, serta
pembangunan Insfrastruktur Dasar (Jalan, Jembatan, dll) dengan dana APBN. Aktifitas
ini bisa menggunakan sistem “dana bergulir” sebagai insentif untuk menarik masuknya
investor PLTN.

Dana insentif bergulir dari APBN nantinya akan dikembalikan oleh
manajemen pengembang/operator PLTN kepada Pemerintah jika PLTN sudah
beroperasi. Dengan demikian PLTN bisa dibangun oleh BUMN/BUMD dan Swasta/IPP,
dengan sistem inisiatif mandiri oleh pengembang atau dengan memanfaatkan sistem
insentif dana bergulir yang disiapkan Pemerintah dengan dana APBN.

Secara ekonomi, project cost PLTN relatif masih termasuk mahal dibandingkan
dengan jenis PLT lainnya. Sesuai dengan teknologinya, project overnight cost PLTN
SMR Generasi-4 bervariasi antara 2500-3500 USD/kWe, dan PLTN Besar Generasi 3+
bervariasi antara 3500-5000 USD/kWe. Meskipun demikian, mengingat biaya bahan
bakar Nuklir yang efisien, efektif dan murah, maka harga listrik Nuklir bervariasi antara 5
9 cent USD/kWh, relatif kompetitif dibandingkan dengan harga listrik EBT yang lainnya.
Pemerintah perlu mengeksplorasi / melakukan kajian seluruh potensi nasional
bahan bakar nuklir Fisi, Fusi, dan Baterai Nuklir, yaitu mineral Uranium, Thorium, Lithium,
dan produk Hidrogen serta Plutonium hasil dari limbah bahan bakar pengoperasian
pembangkitan PLTN. Diperkirakan seluruh potensi bahan bakar Nuklir Nasional dapat dimanfaatkan untuk listrik hingga beberapa ribu tahun ke depan.

Untuk mendukung program kemandirian energi, Pemerintah juga diharapkan memulai
program pengembangan industri bahan bakar nuklir berbasis Uranium dan Thorium.
Pemerintah diharapkan juga dapat menyiapkan dan memfasilitasi perluasan program penggunaan PLTN sebagai penggerak/propulsi kapal sipil, sebagai
penghasil Hidrogen (cleaned hydrogen), dan produk Kimia lainnya, serta proses
desalinasi air laut untuk air minum dan air industri. Selain itu Pemerintah juga diharapkan
memfasilitasi pengembangan program Siklus Bahan Bakar Nuklir, yang berupa seluruh
kegiatan yang mendukung Industri Energi Nuklir, dimulai dari penambangan bahan galian
Nuklir, pembuatan bahan bakar Nuklir, pengoperasian pembangkit listrik Nuklir,
reprocessing bahan bakar Nuklir bekas, serta pengolahan dan penyimpanan limbahnya.

Jakarta, November 2024
Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MEBNI)
Ketua Umum
Dr.Ir. Arnold Soetrisnanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *