Optimisme Negara pada Pertamina dan SKK Migas: Injeksi Teknologi CEOR Siap Genjot Produksi Migas Nasional

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta– Komitmen kuat Republik Indonesia untuk memperkuat ketahanan energi nasional menemukan sinyal positif dari lapangan. Optimisme ini ditumpukan pada PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang kini bersiap mengimplementasikan teknologi canggih Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) untuk memompa kembali produksi dari ladang-ladang migas yang sudah matang.

Langkah konkret terbaru adalah target injeksi surfaktan dengan teknologi CEOR di Lapangan Minas, Blok Rokan, Provinsi Riau, pada Desember 2025 mendatang. Proyek ini diproyeksikan menjadi tulang punggung peningkatan lifting minyak nasional.

Dalam acara temu media di Jakarta pada Kamis (24/07/2025), Corporate Secretary PHR, Eviyanti Rofraida, membeberkan potensi signifikan dari proyek Minas CEOR.

“Potensial side up, atau peningkatan produksi dari proyek CEOR yang akan diinjeksikan pada Desember 2025, kami perkirakan akan menambah produksi di lapangan Minas sekitar 2.800 barel per hari (bph) pada titik maksimumnya atau peak,” ujar Evi.

Meskipun injeksi dimulai pada akhir 2025, efek peningkatan produksi ini membutuhkan waktu setidaknya enam bulan untuk dirasakan secara optimal di permukaan. “Tambahan dirasakan di Juni 2026,” jelasnya. Proyek strategis ini turut didukung oleh sinergi bersama PT Pertamina Lubricants (PTPL) dalam penyediaan material kimia.

Lebih lanjut, teknologi CEOR jenis Alkali-Surfactant-Polymer (ASP) ini diprediksi mampu meningkatkan recovery factor minyak sebesar 17–22% di Lapangan Minas, sebuah angka yang sangat krusial untuk lapangan tua.

Inovasi Cerdas dan Kemandirian Teknologi

Keseriusan Pertamina dalam berinvestasi pada inovasi terlihat jelas dari kunjungan kerja Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, bersama Wakil Direktur Utama Oki Muraza, ke wilayah operasional PHR. Kunjungan ini memastikan keandalan operasional dan implementasi teknologi terdepan dalam rangka mencapai target produksi minyak nasional 1 juta barel per hari pada 2030.

Selain CEOR di Minas, PHR juga telah sukses memulai injeksi perdana surfaktan PHR24 untuk proyek Balam South Simple Surfactant Flood (SSF). Menariknya, formula surfaktan ini merupakan hasil pengembangan tim internal PHR dengan pemanfaatan bahan baku dalam negeri.kepala sumur

“Proyek ini bukan hanya peluang peningkatan cadangan minyak, tapi juga cerminan kemandirian nasional dalam teknologi EOR,” tegas Syaiful Maarif, VP S-EOR Regional 1 PHR.

Hal senada diutarakan Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, yang menyebut hasil uji coba SSF di Lapangan Balam South sangat menjanjikan, dengan peningkatan produksi mencapai 50–70 bopd dari sumur pertama. Proyek ini akan diperluas secara bertahap, dengan potensi tambahan produksi hingga 550 – 1.000 bopd hingga tahun 2026.

“Kami membayangkan Jika diterapkan pada 10 lapangan sejenis bisa mendapatkan tambahan 10.000 bopd, jika 100 lapangan sejenis bisa mendapatkan 100.000 bopd,” harap Djoko Siswanto, seraya menekankan bahwa EOR kini dapat memberikan hasil lebih cepat.

Senior Petroleum Engginer Chemical PHR, Agus Masduki, tidak menampik bahwa penggunaan teknologi CEOR membawa konsekuensi pada biaya produksi. Dalam perhitungan PHR, biaya yang dikeluarkan berkisar US$ 40 hingga US$ 50 per barel, meningkat dari biaya baseline tanpa EOR yang sekitar US$ 20 per barel.

“Memang ada peningkatan [biaya] ya dari US$ 20 ke US$ 40. Tapi memang dari sisi produksinya tadi juga akan meningkat,” jelas Agus.

Ia menambahkan, peningkatan biaya ini sepadan dengan bertambahnya lifting minyak dan terpenuhinya keamanan energi nasional. “Itu artinya kita produksi sendiri,” tutupnya, memperlihatkan bahwa bagi negara, peningkatan produksi migas melalui inovasi dalam negeri adalah investasi strategis yang jauh lebih bernilai.