Jakarta, Ruangenergi.com – Pakar ekonomi dan bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Mudrajad Kuncoro mengapresiasi PT Pertamina (Persero) yang pada 2021 berhasil meraih laba bersih sebesar Rp 29,3 triliun.
“Laba bersih Pertamina tahun 2021 meningkat 95 persen dari laba bersih tahun sebelumnya. Ini sangat luar biasa,” kata Mudrajad dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Namun menurutnya, perolehan laba bersih Pertamina tersebut tak perlu dibanding-bandingkan dengan laba Petronas, perusahaan minyak Malaysia yang meraih laba Rp 159,7 triliun karena memang tidak “apple to apple”.
“Apalagi, BUMN migas tersebut juga harus menjalankan PSO di seluruh Indonesia, yang merupakan amanah Pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.
Di satu sisi, kata dia, Pertamina sebagai persero dituntut meraih laba sebanyak-banyaknya, namun sebagai pengemban public service obligations (PSO), BUMN tersebut juga harus siap merugi.
“Karena, melalui PSO harga produk yang disubsidi seperti Solar dan Pertalite tersebut ditetapkan Pemerintah,” ucapnya.
Menurut Mudrajad, hal itulah yang membedakan Pertamina dan Petronas. Apalagi, penugasan yang diterima Pertamina meliputi seluruh wilayah NKRI yang sangat luas dengan kondisi geografis yang sulit.
“Selain itu, dalam praktik, pasti ada dilema, antara memenuhi amanah UUD dengan amanah UU tentang Perseoran Terbatas. Karena terkait UU tentang PT harus lari 100 Km/jam. Tetapi kalau bicara PSO, harus pemerataan karena 27 persen rakyat kita masih di bawah garis kemiskinan. Pertamina harus menjual produk subsidi yang harganya sudah ditentukan. Dan itu tidak mudah,” papaarnya.
“Sekali lagi apresiasi patut kita berikan kepada Pertamina atas raihan laba bersih 2021 sebesar Rp 29,3 triliun tersebut. Apalagi, Pertamina sendiri masih berkontribusi melalui pajak sebesar Rp 126,7 triliun dan juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sebesar Rp 73,1 triliun,” sambungnya.
Menurut Mudrajad, lonjakan laba bersih sebesar 95 persen dibandingkan tahun lalu, karena Pertamina berhasil menjalankan efisiensi dengan baik.
“Efisiensi Pertamina lumayan, dan harus diakui. Cost Saving yang dilakukan Pertamina, menghemat 1,3 miliar dolar AS, Cost Optimization menghemat 2,2 miliar dolar AS, dan Cost Avoidance sebesar 350 Juta dolar,” pungkasnya.(SF)