Jakarta, Ruangenergi.com – Pembangunan jaringan gas bumi (Jargas) untuk Rumah Tangga yang dilakukan pemerintah melalui program Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) mampu menghemat subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) sebesar Rp 297,6 miliar per tahun. Tak hanya itu, melalui skema KPBU Pemerintah juga menargetkan dapat mengurangi impor LPG sebesar 603,720 ribu ton per tahun.
Dalam kegiatan Konsultasi Publik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas Kementerian ESDM) beberapa waktu lalu bertemakan, “Konsultasi Publik Pembangunan Jargas Melalui Skema KPBU”, menghadirkan beberapa narasumber dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM.
Dalam paparannya, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas, Noor Arifin Muhamad, mengatakan pembangunan jargas telah dilaksanakan Pemerintah dengan dana APBN sejak 2009 dan hingga 2020, telah terbangun 535.555 sambungan rumah (SR). Di sisi lain, Pemerintah menargetkan pembangunan jargas mencapai 4 juta SR pada tahun 2024
Upaya mencapai keberhasilan pembangunan Jargas tersebut, Pemerintah telah menyiapkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), sebab jika menggunakan APBN sangat terbatas jumlahnya.
“Pembangunan jargas dengan menggunakan APBN terbatas jumlahnya. Untuk itu, Pemerintah mendorong kerja sama pemerintah dan badan usaha atau KPBU di mana salah satunya tahapannya adalah studi pendahuluan,” kata Noor Arifin.
Dia menyebut, salah satu kunci sukses pembangunan jargas yakni adanya dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat. Dukungan Pemda ini seperti perizinan dan lahan. Sementara, dukungan masyarakat berupa willingness to connect masyarakat atau kesediaan masyarakat untuk beralih dari penggunaan LPG ke gas bumi, serta willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan bayar) masyarakat.
Sementara, Direktorat Pengembangan Pendanaan Pembangunan Bappenas, Novi Andriani, memaparkan, selain menargetkan pembangunan jargas sebanyak 4 juta SR tahun 2024, Pemerintah juga menargetkan penghematan subsidi LPG (Liquified Petroleum Gas) sebesar Rp 297,6 miliar per tahun, serta pengurangan impor LPG sebesar 603,720 ribu ton per tahun.
“Pemerintah berupaya menekan impor LPG dengan meningkatkan pemanfaatan bahan bakar gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil. Dibutuhkan pembangunan infrastruktur jargas untuk meningkatkan konsumsi gas bumi, khususnya rumah tangga,” bebernya.
Menurutnya, kebutuhan pendanaan diperkirakan sekitar Rp 38,4 triliun, dengan perincian biaya APBN Rp 4,1 triliun, BUMN Rp 6,9 triliun dan KPBU Rp 27,4 triliun.
“Salah satu skema alternatif penyediaan infrastruktur jargas yang dapat menjadi solusi adalah dengan melibatkan peran swasta adalah KPBU,” paparnya.
Novi kembali mengungkapkan, KPBU bukan pengalihan kewajiban Pemerintah dalam penyediaan layanan kepada masyarakat, juga bukan privatisasi barang publik. KPBU juga bukan pinjaman atau utang Pemerintah kepada swasta.
“Investasi swasta bukan sumbangan gratis kepada Pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik,” imbuhnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan sementara, potensi pemasangan jargas di Kota Bogor adalah 105.176 SR, dengan estimasi total biaya investasi sebesar Rp 775 miliar atau setara dengan Rp 7,73 juta per sambungan rumah tangga.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam studi pembangunan, kata Novi, meskipun disusun pada tahap perencanaan, analisis kapasitas fiskal harus dilakukan untuk mengukur kemampuan dari sisi pendanaan dalam melaksanakan proyek.
“Selain itu, mengingat proyek pembangunan jargas akan dilaksanakan di beberapa daerah, perlu dipastikan bahwa pelaksanaan proyek sesuai dengan rencama pemda tersebut,” tuturnya.
Kualitas Layanan Sesuai Standar
Sementara, Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Keuangan, Jimmy Situmorang, menyampaikan bahwa skema KPBU untuk memastikan kualitas layanan yang diterima masyarakat sesuai standar.
Ia menambahkan, untuk mendukung skema KPBU, Pemerintah menyediakan fasilitas yang beragam guna memenuhi kebutuhan proyek, seperti project development facility (PDF), viability gap fund (VGF) dan penjaminan infrastruktur.
Jimmy melanjutkan, Kementerian Keuangan menyediakan fasilitas penyiapan proyek dan pendampingan transaksi (PDF). PDF diperlukan untuk memastikan kelayakan dan bankability proyek serta kewajaran alokasi kewajiban dan alokasi resiko yang harus ditanggung oleh Pemerintah.
“Lembaga/institusi internasional dapat terlibat dalam persiapan proyek dan penasehat transaksi,” kata Jimmy.
Sementara, menurut Jimmy, VGF merupakan kontribusi Pemerintah dalam bentuk tunai dari sebagian biaya konstruksi. VGF diberikan untuk memastikan bahwa harga layanan terjangkau.
“Terkait penjaminan infrastruktur, Kementerian Keuangan telah menerapkan prinsip alokasi resiko yang tepat dalam proyek-proyek KPBU. Jaminan dapat mencakup resiko yang dialokasikan untuk Pemerintah dan diberikan melalui PT PII,” urainya.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “Lemigas” Balitbang ESDM, Setyorini Tri Hutami menerangkan, berdasarkan analisis potensi permintaan, lokasi prioritas pembangunan jargas tersebar di 4 kecamatan dan 21 kelurahan.
“Total potensinya sebanyak 105.176 SR atau 31% dari seluruh KK di Kota Bogor. Sedangkan total potensi konsumsi di lokasi terpilih sebesar 1,6 mmscfd atau 45.226 m3 per hari,” imbuhnya.
Sebagai informasi, program pembangunan jargas adalah salah satu Program Strategis Nasional (PSN) yang mendukung diversifikasi energi. Program ini dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan potensi gas bumi melalui pipa untuk sektor rumah tangga.