Jakarta, Ruangenergi.com – Di tengah menurunnya produksi minyak dan gas bumi (Migas) nasional dan lesunya gerak industri strategis ini akibat pandemi Covid-19, untuk itu, Pemerintah terus komitmen mendukung perbaikan iklim investasi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia.
Komitmen pemerintah tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, di kala menjadi pembicara utama dalam pembukaan 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, yang diselenggarakan oleh SKK MIGAS secara virtual.
Dalam paparannya, Menko Marves, Luhut mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia terus melakukan reformasi regulasi untuk memperbaiki iklim investasi di tengah ketidakpastian global akibat pandemi Covid-19.
Usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui Undang-undang Cipta Kerja, pemerintah telah menyederhanakan dan mensinkronkan 8.451 regulasi di tingkat nasional dan 15.955 regulasi di daerah yang selama ini membebani dunia usaha baik skala kecil, menengah, maupun besar.
“Pemerintah juga melakukan moderninasi atas regulasi yang sudah tidak sesuai lagi dengan kompetisi global. Regulasi ini adalah sebuah terobosan yang sangat historis dan signifikan dalam menjadikan Indonesia tujuan investasi yang menarik,” terang Luhut saat memberikan sambutannya (02/12).
Ia menambahkan, dengan penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah, pihaknya optimis pada tahun depan ekonomi Indonesia akan bertumbuh positif.
“Saya mengundang peserta konvensi untuk mempertimbangkan Indonesia sebagai tujuan investasi. Konvensi ini memberikan kesempatan kepada kita untuk terus melakukan investasi dan kesepakatan bisnis,” jelasnya.
Dirinya menyadari bahwa industri hulu migas saat ini menghadapi beberapa tantangan, di antaranya pandemi Covid-19 yang menurunkan permintaan migas, proporsi migas yang menurun dalam struktur energi global karena peran energi terbarukan, dan juga harga minyak yang menurun serta perkembangan teknologi yang memungkinkan shale oil mulai diproduksikan.
“Industri hulu migas harus bisa berevolusi untuk menghadapi tantangan ini. Kompleks kilang dan petrokimia yang terintegrasi dapat menjadi salah satu solusi,” paparnya.
Sementara, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, menerangkan, industri hulu migas menghadapi tantangan berupa ketidakpastian baik dari faktor eksternal maupun internal. Fluktuasi harga minyak dunia merupakan salah satu ketidakpastian dari sisi eksternal.
Sedangkan ketidakpastian dari internal dapat berupa regulasi atau perizinan yang terlalu kompleks serta kebutuhan insentif untuk mendukung keekenomian lapangan migas.
“Industri hulu migas merupakan industri yang memiliki aspek ketidakpastian tinggi. Untuk menarik investasi demi mendukung peningkatan produksi, masalah ketidakpastian harus dikurangi,” papar Arifin Tasrif.
Ia menambahkan, Kementerian ESDM telah melakukan beberapa langkah untuk mengurangi ketidakpastian tersebut, antara lain penyederhanaan perizinan dan keterbukaan akses data migas untuk para investor.
Selain itu, pemerintah juga menawarkan sistem sistem fiskal yang lebih fleksibel dengan memungkinkan kontraktor hulu migas untuk menentukan pilihan jenis kontrak kerja sama yang akan digunakan, yaitu Gross Split atau Production Sharing Contract.
Kemudian, pemerintah juga akan memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pengembangan lapangan migas.
“Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil untuk negara, tetapi lebih diarahkan mendorong agar proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif bagi beberapa Plan of Development (POD) yang selama ini dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor,” bebernya.
Kemudian, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan, sektor hulu migas termasuk sektor yang terpukul dengan adanya pandemi Covid-19. Permintaan migas global menurun secara signifikan, sementara sisi suplai juga mengalami tekanan akibat beberapa faktor.
Menurutnya, selama pandemi harga minyak berfluktuasi secara dramatis bahkan sempat menyentuh titik negatif meski hanya untuk dua hari.
“Hal ini menunjukkan betapa menantang dan luar biasanya situasi yang sedang kita hadapi saat ini, termasuk dalam industri migas,” ungkap Sri Mulyani.
Ia kembali menegaskan, terlepas dari tantangan yang dihadapi saat ini, sektor hulu migas Indonesia sebenarnya sudah berjuang cukup lama untuk menahan laju penurunan produksi. Terkait dengan hal ini, menurutnya, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan baik untuk menggairahkan eksplorasi baru maupun untuk optimalisasi cadangan yang sudah ditemukan.
“Perlu adanya kebijakan yang tepat untuk kita mendorong eksplorasi, karena kita sudah tidak bisa mengandalkan produksi yang ada saat ini. Kita perlu menyiapkan strategi baru,” imbuhnya.
Ditambahkan olehnya, SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) didorong untuk terus melanjutkan eksplorasi meskipun kondisi saat ini tidak mudah mengingat harga minyak dunia belum pulih dengan cepat.
“Ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dan dukungan dari pemerintah,” terangnya.
Sementara itu, terkait dengan produksi saat ini, Menkeu mengingatkan industri hulu migas untuk menjaga efisiensi. Kebutuhan akan efisiensi ini semakin meningkat karena ke depan energi migas akan berkompetisi dengan energi terbarukan.
“Supaya tetap relevan, industri hulu migas harus bisa efisien,” katanya.
Menkeu mengatakan dari sisi kebijakan pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah untuk mendukung industri hulu migas. Melalui Undang-undang Cipta Kerja, pemerintah mengupayakan penyederhanaan dan efisiensi birokrasi untuk mendukung semua industri di Indonesia.
Melalui regulasi ini juga, pemerintah menurunkan pajak penghasilan dari 25% menjadi 22% atau 20% dalam dua tahun ke depan. Menkeu menambahkan bahwa pemerintah juga menyediakan pembebasan Ppn dan bea masuk serta berbagai fasilitas lainnya untuk zona ekonomi khusus.
“Kami menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk mendukung seluruh siklus bisnis industri hulu migas, mulai dari eksplorasi sampai produksi,” imbuh Sri Mulyani.
Kejar Target Lifting Minyak 1 Juta Barel
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan industri hulu migas telah mencanangkan visi bersama untuk mewujudkan target pencapaian produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari di tahun 2030. Jumlah ini secara total mencapai 3,2 juta barel setara minyak per hari.
“Jika target ini tercapai, maka sektor hulu migas akan mendapat produksi migas tertinggi sepanjang sejarah Indonesia,” terang Dwi.
Menurut Dwi, guna mencapai Visi tersebut, diperlukan perubahan mindset dan kemauan untuk keluar dari zona nyaman, dengan melakukan upaya-upaya “Not Business As Usual”.
SKK Migas sudah merumuskan Rencana Strategis Indonesian Oil and Gas 4.0 (Renstra IOG 4.0) dalam rangka mencapai target tahun 2030 tersebut. Konvensi 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas dimaksudkan untuk mendiskusikan kebutuhan semua pemangku kepentingan dalam rangka mendukung pencapaian Renstra IOG 4.0 tersebut.
Dwi menjelaskan, pelaksanaan event 2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, yang berlangsung dari 2 sampai 4 Desember 2020, merupakan sebuah konvensi internasional yang diselenggarakan oleh industri hulu migas Indonesia untuk mendukung pencapaian Renstra IOG 4.0.
“Peserta konvensi mencapai sekitar 10.185 orang dari 57 negara. Jumlah ini melampaui ekspektasi kami yang sebesar 5.000 peserta,” katanya.
Konvensi ini diharapkan dapat mendukung Renstra IOG 4.0 melalui beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, melakukan identifikasi kebijakan dan strategi untuk dapat meningkatkan investasi di hulu migas Indonesia dari kondisi dunia yang semakin kompetitif
Kedua, meningkatkan kolaborasi antar para investor dan pemangku kepentingan sehingga dapat diperolehnya kesepakatan Program Kerja bersama
Ketiga, masukan dari para pemangku kepentingan terhadap Rencana Strategis IOG 4.0 sehingga dapat mempercepat Implementasinya.
Keempat, pemberian penghargaan atas pencapaian Kinerja KKKS di dalam Industri Hulu Migas.