Jakarta,ruangenergi.com-Pemerintah Indonesia masih menghitung tarif pajak dari komoditas Feronikel (FeNi) dan nickel pig iron (NPI).
Padahal, issue pengenaan pajak ekspor FeNI dan NPI sudah digaungkan sejak tahun lalu, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Sinyalemen ketidakpastian itu nampak dari statement Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat di Mandiri Investment Forum, Rabu (01/02/2023) di Jakarta.
“Pemerintah masih menghitung perihal tarif pajak ekspor tersebut. Hal ini merupakan upaya mendorong hilirisasi nikel di Indonesia minimal bisa tercapai 60-70 persen.Contohnya Eropa kan menetapkan aturan bahwa pabrik baterai itu harus dekat dengan pabrik mobil. artinya mereka tidak ingin pabrik baterai itu ada di negara luar,” kata Bahlil.
Bahlil menturkan, negara-negara di Eropa juga tengah berencana mewajibkan pabrik prekursor katoda baterai harus ada di Eropa, sedangkan bahan baku sebagian besar dipasok dari Indonesia.
“Artinya apa, hilirisasinya pengin ada di negara dia, bahan bakunya dari kita. Oke kalau begitu kita bikin pajak ekspor supaya hilirisasi ada di kita,” ketus Bahlil dengan mimik wajah serius.
Di sisi lain, Indonesia baru saja kalah dalam sidang panel World Trade Organization (WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang berlaku sejak tahun 2020. Walaupun masih dalam proses banding, pemerintah menyiapkan mitigasi agar sumber nikel Indonesia tidak terus dikeruk.