Pengamat: Hasil Uji TOLP dan LD, Tosiksitas Tak Lebihi Ambang Batas

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan bahwa hasil uji toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) dan leathal dosis (LD) 50 dan LD 50 yang dilakukan oleh Kementerian LHK dan Kementrian ESDM tidak menunjukkan tosiksitas yang melebih ambang batas yang ditetapkan.

“Banyak lembaga penelitian, seperti Puslitbang TekMira menyatakan bahwa FABA limbah non B3. Selain itu, Basel Convention dan US EPA juga menyatakan bahwa FABA tidak beracun,” kata Agus dalam webinar bertajuk “Potensi Pemanfaatan FABA Sumber PLTU untuk Kesejahteraan Masyarakat” yang digelar Ruangenergo.com pada Kamis (01/3/2021).

Menurut Agus, Kementerian LHK telah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian ESDM untuk membuat petunjuk teknis pelaksanaan dan pengawasan PP No. 22 Tahun 2021.

“Kita siapkan metode komunikasi yang akurat dan mengedukasi pihak mana pun soal FABA. Kita juga mewajibakan penggunaan teknologi boiler suhu di atas 800 derajat celcius untuk semua industri pengguna batubara sebagai energi primer yang limbahnya tidak toxic,” paparnya.

Lebih jauh ia juga mengatakan bahwa, dengan dikeluarkannya FABA dari limbah B3,  maka tidak ada lagi kewajiban AMDAL bagi para pengumpul, pemanfaat, pengolah dan transporter FABA. Meskipun demikian, FABA masih menjadi limbah yang harus ditangani dengan baik sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

“Jika ada pihak yang keberatan dengan FABA menjadi limbah non B3 dapat dibahas secara scientific dengan hukti-bukti akurat bukan dengan debat kusir,” tegas Agus.

MenuAda beberapa alasan pokok mengapa limbah fly ash bottom ash (FABA) dikeluarkan dari kategori limbah Bahan Beracun Berbahaya (Limbah B3). Diantaranya, karena jumlah yang besar, yang mirip dengan tallingnya Freeport. Demikian diungkapkan oleh Agus Pambagio, pemerhati kebijakan publik

“Dari hasil laboratorium saat diteliti, FABA tidak beracun. Bila memang ada ditemukan orang yang terindikasi terkena dampak FABA dan sakit, saya minta pihak LSM untuk melaporkan,” tukasnya.

Bahkan Agus sedikit menantang pihak LSM untuk menguji FABA secara scientific ke laboratorium untuk membuktikan apakah FABA itu beracun atau tidak.

Agus tidak menampik bahwa bila volume FABA itu penuh maka pihak PLTU harus menyediakan lahan untuk mengelola limbah tersebut.

“Dan kita tahu untuk menyewa lahan itu sangat mahal,” pungkas Agus.(Red)