Pengamat Ungkap Ada Tiga Hal Rencana Holding Panasbumi

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Direktur Eksekutif Institute for Essensial Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, melihat bahwa rencana penggabungan perusahaan pengembang panasbumi ada tiga hal.

Pertama, yakni untuk konsolidasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN-BUMN) yang selama ini bergerak di panasbumi.

Yang kedua, diharapkan dengan konsolidasi itu, bisa menurunkan risiko eksplorasi panasbumi.

“Yang ketiga, kalau risikonya itu turun dan konsolidasinya bagus diharapkan biaya pengembangan panasbumi itu bisa ditekan, agar ada akselerasi untuk pengembangan panasbumi,” jelas Fabby saat dihubungi Ruangenergi.com (26/07).

Sebagaimana diketahui ada tiga perusahaan BUMN dan anak usahanya yang mengembangkan panasbumi yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT Geo Dipa Energi (Geo Dipa) dan PT PLN Gas &Geothermal (PLN GG).

“Setahu saya yang ada sekarang rencana mau di Holdingkan BUMN Panasbumi, (PLN, PGE, dan Geo Dipa), kalau di bilang privatisasi, belum ada rencana privatisasi. Salah satu yang saya tangkap untuk rencana holding BUMN Panasbumi yang pertama untuk konsolidasi,” jelasnya.

Menurutnya, Pemerintah juga sudah memiliki target untuk meningkatkan kapasitas panasbumi yang dinaikkan menjadi 7.2 GW pada 2030. Padahal rencana itu yang seharusnya bisa terelasiasi di 2025 dan kemudian mundur.

“Saya melihatnya konsolidasi itu penting. Karena kita punya BUMN yang ngerjain panasbumi itu tidak efektif juga dan saling bersaing. Menurut saya dalam hal ini perlu sinergi. Karena dengan sinergi itu, akan ada konsolidasi teknologi, konsolidasi resources,” ujarnya.

Ia menambahkan, sekarang itu kalau mau jujur semua resources panasbumi yang telah satu itu dimiliki oleh PGE.

“Kalau PLN itu kan baru, PLN kalau dari sisi pengalaman, kompetensi, kapasitas, mungkin paling rendah jika dibandingkan dengan Geo Dipa dan PGE. Saya menganggap usulan untuk melakukan konsolidasi itu baik, untuk pengembangan panasbuminya,” bebernya.

Rencana Holding

Ia menuturkan, isu yang sedang berkembang saat ini dan menjadi pembahasan adalah rencana holding panasbumi akan dipimpin oleh PGE mendapat protes dari Serikat Pekerja PLN.

“Masalahnya sekarang itu di protes oleh Serikat Pekerja PLN, yang menganggap PGE tidak layak menjadi pimpinan holding. Saya tidak tahu apa pertimbangannya, tapi menurut saya menjadi pimpinan holding itu harusnya berdasarkan kajian yang jelas dan dilihat nanti untung ruginya,” terang Fabby.

Ia menganggap yang paling pas untuk menjadi pimpinan holdingnya tinggal PGE atau Geo Dipa Energi.

“Kalau PLN saya kira agak terlalu sulit ya, karena baru juga dan asetnya tidak terlalu besar. Sementara kan saat ini Geo Dipa mendapat penugasan dari Pemerintah untuk melakukan eksploration drilling,” terangnya kembali.

Menurut dia hal ini tinggal diputuskan oleh Pemerintah siapa yang akan menjadi Holding Panasbumi ini untuk mencapai pengambangan 7,2 GW.

Ia kembali mengatakan, Geo Dipa yang saat ini sumber dayanya paling besar (resources yang mereka kuasai paling besar). Kalau hal ini bisa dikonsolidasikan dengan yang lain-lain, maka kemudian diharapkan bisa mempercepat pengembangan.

“Kalau saya lihat penguasaan sumber daya panasbuminya akan lebih banyak di holding. Tentunya kalau BUMN yang melakukan itu bagus ya, jadi konsolidasi teknologi, konsolidasi finansial, konsolidasi modal, dan yang harus dilindungi sekarang jangan sampai ada rencana untuk memprivatisasi anak perusahaan Pertamina, mungkin itu yang khawatirkan bahwa kalau itu di holding nanti akan di privatisasi,” tuturnya.

Meski demikian, Fabby belum melihat adanya ungkapan untuk melakukan privatisasi tersebut.

“Menurut saya kita punya potensi panasbumi sebesar 29 GW, kalau megembangkan 7,2 GW itu harusnya bisa dilakukan oleh BUMN. Makanya hal ini perlu dikonsolidasikan karena capital intensif panasbumi itu. Modalnya besar sekali sekitar US$ 6-7 juta untuk satu sumur untuk drilling. Yang gitu-gitu perlu jadi pertimbangan,” terang Fabby.

“Yang jelas harus mengkedepankan kepentingan negara, kepentingan rakyat, dan itu harus menjadi prioritas. Dan tentunya pengembangan sumber daya kita harus bisa dilakukan dengan efektif dan efisien mungkin,” tutup Fabby.