Jakarta, Ruangenergi.com – Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan yang sangat besar yang perlu dikembangkan penerapannya, hal tersebut dikatakan Direktur Konservasi Energi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan konservasi Energi, Kementerian ESDM, Hariyanto, dalam sebuah diskusi online bertajuk Peran Sektor Energi untuk Pemulihan Hijau dan Berkelanjutan.
Ia mengungkapkan, Indonesia adalah negara penghasil gas rumah kaca kelima terbesar di dunia. Di mana sektor listrik bertanggungjawab terhadap 15 persen dari total emisi gas rumah kaca tanah air.
“Untuk itu, investasi menciptakan banyak lapangan kerja saat ini dibutuhkan serta pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang mendukung pencapaian target penurunan gas rumah kaca yang ditentukan secara nasional untuk Indonesia,” jelasnya, disela-sela diskusi secara daring, seperti ditulis (15/08).
Pasalnya, terang Hariyanto, menurut Bank Dunia setiap US$ 1 yang diinvestasikan di energi bersih akan memberikan hasil sebesar US$ 3 sampai US$ 8.
“Menurut UK-Indonesia Low Carbon Energy Partnership, kata Hariyanto, total investasi ene hi rendah karbon di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 38,9 miliar,” paparnya.
Ia melanjutkan, berbicara mengenai kebijakan energi Nasional, Indonesia memiliki target dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025.
Sampai saat ini, lanjut Hariyanto, bauran energi terbarukan di pembangkitan listrik baru mencapai 12,9 persen.
“Masih banyak yang harus kita kerjakan, masih banyak yang harus kita capai. Bagaimana mencapai target yang sudah ditentukan pada kebijakan energi Nasional dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN),” imbuh Hariyanto.
Sejalan dengan target tersebut, tuturnya, Indonesia juga berkomitmen dalam perjanjian Paris untuk menurunkan sebesar 29 persen gas rumah kaca di tahun 2030 dengan kemampuan sendiri.
“Menurut data yang diperolehnya, setiap tahunnya EBT berkontribusi sebesar 50-60 persen terhadap penurunan gas rumah kaca. Oleh karena itu, penerapan EBT menjadi penting guna mencapai target pemerintah yakni bauran energi nasional sebesar 23 persen di 2025 sekaligus komitmen Indonesia dalam menurunkan gas rumah kaca,” imbuhnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, Indonesia perlu beradaptasi dengan mengembangkan EBT untuk menjamin ketahan energi nasional ke depan.
Menurutnya, pembangunan EBT juga akan bermanfaat bagi pengurangan polusi lingkungan yang menjadi perhatian dunia saat ini.
“Sumber EBT tersebar hampir di seluruh pelosok negeri, berbeda dengan bahan bakar fosil yang hanya terkonsentrasi di beberapa daerah atau pulau saja,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, penerapan EBT akan berdampak positif pada investasi, penyerapan tenaga kerja dan terbukanya peluang bisnis untuk recovery economy.
“Strategi pencapaian target EBT, pertama, pengembangan PLTS dan biomassa secara massif; kemudian, pengembangan Pembangkit Listrik EBT melalui sinergi dan rencana pembangunan ecotourism, seperti, Flores geothermal island, pengembangan model resources based renewable energy development untuk EBT skala besar, pengembangan biofuel dan greenfuel, pengembangan dan modernisasi sistem jaringan infrastruktur listrik nasional,” tandasnya.