kementerian esdm

Perhatikan Mulai April 2022 Pemerintah Patok Pajak Karbon Rp30 per Kilogram Karbon CO2e

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta,ruangenergi.com-Keandalan dalam mengembangkan industri EBT di dalam negeri akan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama sehingga tidak menjadi importir teknologi EBT.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam mengembangkan EBT adalah penerapan pajak karbon dengan tarif sebesar Rp30 per kg karbon CO2e. Tarif ini akan mulai diberlakukan pada 1 April 2022 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan skema cap and tax.

Pembangunan pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT) telah menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi di masa mendatang. Kendati begitu, pengembangan energi bersih yang diperuntukkan untuk mempercepat pemerataan akses energi di masa transisi energi harus tetap mempertimbangkan pasokan (supply) dan permintaan (demand).

“Pengembangan pembangkit EBT harus memperhitungkan keseimbangan antara supply dan demand, kesiapan sistem, keekonomian, serta diikuti dengan kemampuan domestik untuk memproduksi industri EBT,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif pada webinar bertajuk Indonesia Energy Transition Outlook 2020 di Jakarta, Selasa (21/12/2021).

Menurut Arifin,pengembangan ini akan diproyeksikan dapat mengurangi emisi secara signifikan khususnya pada tahun 2040 pada saat selesainya kontrak energi fosil.

Kementerian ESDM sendiri terus mendorong terwujudnya kolaborasi yang inovatif yang dapat mengakeselrasi transisi energi.

“Kami berharap agar kerja sama seluruh pemangku kepentingan dapat terus diperkuat untuk membangun solusi kebijakan yang dapat mendukung transisi energi menuju net zero emission,” ucap Arifin.

Arifin mengungkapkan proyeksi investasi kebutuhan transisi energi di sektor kelistrikan saja membutuhkan dana sebesar USD1 triliun pada tahun 2060 atau USD25 miliar per tahun.

“Diharapkan dengan dukungan teknologi yang kompetitif bisa menekan jumlah investasi tersebut,” tutupnya.

Dalam berbagai kesempatan, Arifin menegaskan potensi dan teknologi EBT merupakan modal utama untuk melaksanakan strategi transisi energi dengan mengutamakan pemanfaatan energi surya, hidrogen, teknologi storage, kompor listrik, kendaraan listrik, pengembangan interconnection smart grid, jaringan gas bumi serta diimbangi dengan penghentian operasi PLTU secara bertahap.