Blok Rokan

Perihal Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi di WK Rokan, Ini kata ESDM

Jakarta, Ruangenergi.com –  Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Wakhid Hasyim, mengungkapkan, kegiatan operasi minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja Rokan (WK Rokan) merupakan kegiatan yang telah berlangsung sejak 1940-an dengan ditemukan Lapangan Duri tahun 1941 dan Lapangan Minas tahun 1944.

Dari periode waktu tersebut hingga saat ini, peraturan lingkungan hidup di Indonesia pun terus berkembang.

Undang-Undang terkait Lingkungan Hidup pertama dikeluarkan pada tahun 1982, sementara pengkategorian minyak bumi sebagai Limbah B3 (Barang Berbahaya dan Beracun) baru ada pada PP 19 1994 jo PP 12 1995.

“Perlu diketahui bahwa sebelum terbitnya peraturan tersebut, minyak bumi tidak dikategorikan sebagai limbah B3,” ungkap Wakhid kepada Ruangenergi.com, (05/04).

Ia menambahkan, adanya lahan terkontaminasi minyak bumi di WK Rokan merupakan akibat dari kegiatan operasi masa lampau yang pelaksanaannya telah mengacu pada dokumen lingkungan, sebelum dibuatnya peraturan dan ketentuan mengenai limbah B3.

“Sejak peraturan pengelolaan limbah b3 diterbitkan praktek-praktek operasi masa lalu telah dihentikan dan upaya-upaya telah dilakukan untuk melakukan pembersihan dan pemulihan lingkungan di WK Rokan,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, hal ini didukung dengan hasil Audit Lingkungan Spesifik Wilayah Kerja Rokan yang telah ditetapkan hasilnya oleh KLHK melalui surat Nomor S359/PSLB3/PKTDLB3/PLB.4/9/2020 dan dokumen RPFLH yang juga telah disetujui KLHK di rentang tahun 2015-2019.

Kegiatan operasi minyak dan gas bumi di WK Rokan telah dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah keteknikan dan lingkungan hidup sebagaimana aturan yang berlaku dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Kementerian ESDM.

Dijelaskan kembali olehnya, saat ini dalam rangka masa transisi pengelolaan WK Rokan pada operator yang baru, hal-hal sebagai berikut telah dan akan terus dilaksanakan :

Pertama, PT CPI (Chevron Pasific Indonesia) bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Propinsi Riau dan Gakkum KLHK secara aktif melakukan proses verifikasi dan validasi untuk lokasi-lokasi yang menjadi aduan masyarakat.

“Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten  diharapkan bisa membantu Pemerintah Pusat mengkomunikasikan kepada warga terkait penanganan TTM, termasuk pekerjaan pembersihannya,” paparnya.

Kedua, selama sebelum alih kelola, PT CPI diwajibkan terus melakukan upaya-upaya terbaik untuk pembersihan-pembersihan TTM (Tanah Terkontaminasi Minyak).

Ketiga, setiap aduan masyarakat ditindaklanjuti oleh PT CPI sesuai aturan perundangan dan diberikan kompensasi atas akses masuk selama proses pembersihan TTM kepada masyarakat berdasarkan penghitungan dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Sebagai informasi, biaya pengelolaan lingkungan termasuk pemulihan lingkungan merupakan bagian dari biaya operasi sebagai bagian dari konsep kontrak kerja sama Cost Recovery. SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) secara ketat mengawasi terkait dengan pembebanan kegiatan pembersihan TTM kepada biaya operasi. Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP dan Dirjen Pajak juga melakukan audit terhadap  Penghitungan Penerimaan Negara sebagai dasar DBH Migas.

“Tidak lupa pemantauan kualitas lingkungan juga telah dilakukan oleh PT CPI sesuai komitemen dalam RKL-RPL dan sesuai izin lingkungan. Pengawasan juga dilakukan oleh KLHK, dengan terus berkoodinasi dengan KESDM dan instansi lain yang terkait,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *