Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Energi Denmark (The Danish Energy) merilis sebuah proyek untuk membangun pulau buatan yang mampu memasok energi untuk tiga juta rumah tangga.
Denmark telah memberlakukan batas waktu tahun 2050 untuk ekstraksi minyak dan gas di Laut Utara dan membatalkan semua putaran perizinan di masa depan.
Menteri Iklim Energi dan Utilitas Denmark, Dan Jorgensen, mengungkapkan, saat ini, pihaknya telah menyetujui pembangunan dan kepemilikan pusat energi pertama di dunia di Laut Utara, Denmark mengambil langkah signifikan lainnya dalam transisi hijau.
Pusat energi akan menghasilkan listrik ramah lingkungan dalam jumlah yang belum terlihat dan merupakan salah satu proyek utama pemerintah untuk transisi hijau di Eropa. Penerapan sepenuhnya akan mampu menutupi konsumsi 10 juta rumah tangga Eropa
“Ini benar-benar momen yang luar biasa untuk Denmark dan untuk transisi hijau global. Keputusan ini menandai dimulainya era baru produksi energi berkelanjutan di Denmark dan dunia serta menghubungkan tujuan iklim yang sangat ambisius dengan pertumbuhan dan pekerjaan ramah lingkungan. Pusat energi di Laut Utara akan menjadi proyek konstruksi terbesar dalam sejarah Denmark. Ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi realisasi potensi besar angin lepas pantai Eropa, dan saya sangat gembira atas kerjasama masa depan kita dengan negara-negara Eropa lainnya,” kata Menteri Iklim Denmark, Dan Jorgensen, dalam keterangan resminya, (10/02).
Ia menambahkan, pusat energi ini akan berfungsi sebagai pembangkit listrik lepas pantai yang mengumpulkan dan mendistribusikan listrik ramah lingkungan dari ratusan turbin angin yang mengelilingi pulau itu langsung ke konsumen di negara-negara sekitar Laut Utara.
Pulau ini diharapkan memiliki luas total setidaknya 120.000 meter persegi dan pada tahap pertama akan mampu menyediakan 3 juta rumah tangga Eropa dengan energi hijau. Proyek ini akan menjadi kemitraan publik swasta antara negara Denmark dan perusahaan swasta.
Negara bagian akan memiliki sebagian besar pulau itu, tetapi perusahaan swasta akan menjadi sangat penting agar proyek dapat memenuhi potensi terkait inovasi, fleksibilitas, efektivitas biaya, dan potensi bisnis.
“Kita berada di awal era baru energi. Tahun lalu, Denmark menetapkan batas waktu ekstraksi bahan bakar fosil. Hari ini kami mengambil langkah tegas menuju masa depan energi bersih. UE telah menetapkan tujuan untuk mencapai netralitas iklim pada tahun 2050 dan Komisi telah menetapkan target energi angin lepas pantai 300 GW untuk mencapai tujuan ini. Dengan membangun pusat energi pertama di dunia dengan potensi kapasitas 10 GW, Denmark berkontribusi signifikan terhadap target ambisius ini. Tidak hanya dengan secara dramatis memperluas produksi energi terbarukan, tetapi juga dengan memasok tetangga Eropa kita dengan energi terbarukan yang melimpah,” imbuhnya.
Pulau buatan akan menawarkan peluang terbaik untuk memperluas proyek, misalnya dengan membangun pelabuhan dan fasilitas untuk penyimpanan dan konversi listrik hijau dari turbin angin terdekat di laut. Ini adalah ambisi jangka panjang untuk dapat menyimpan listrik ramah lingkungan di pulau itu, mengubahnya menjadi bahan bakar hijau cair, dan mengirimkannya melalui kabel bawah laut ke Denmark dan negara-negara tetangga.
Rincian tentang kepemilikan pulau akan ditentukan agar tender kemitraan swasta dibuka, membuat pulau itu terwujud secepat mungkin.
Fakta tentang pulau energi :
Pertama, sebuah koalisi yang luas dari partai-partai Denmark telah memutuskan untuk membangun dua pusat energi dan ladang angin lepas pantai terkait. Satu sebagai pulau buatan di Laut Utara dan satu lagi di pulau Denmark Bornholm.
Kedua, pusat energi berfungsi sebagai pusat yang mengumpulkan listrik dari ladang angin lepas pantai di sekitarnya dan mendistribusikan listrik antar negara yang terhubung melalui jaringan listrik.
Selain itu, energi angin lepas pantai yang melimpah dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar ramah iklim untuk perkapalan, penerbangan, industri berat atau kendaraan berat.
Ketiga, kapasitas awal kedua hub akan menjadi 5 GW tiga kali lipat dari kapasitas lepas pantai yang terpasang saat ini di Denmark. Nanti mereka akan diperluas untuk menyediakan kapasitas total 12 GW.
Keempat, di Laut Utara, pulau dan ladang angin lepas pantai akan berlokasi setidaknya 80 km sebelah barat pantai Jutland. Sekitar 200 turbin angin diharapkan pada tahap pertama proyek.
Kelima, tahun lalu Denmark mencapai kesepakatan tentang masa depan ekstraksi fosil di Laut Utara, yang mengarah pada pembatalan putaran perizinan ke-8 yang sedang berlangsung dan semua putaran masa depan untuk mengekstraksi minyak dan gas.
Keenam, kesepakatan itu juga menetapkan tanggal penghentian akhir ekstraksi fosil pada tahun 2050 dan menetapkan rencana untuk transisi yang adil bagi pekerja yang terkena dampak.
Ketujuh, denmark saat ini adalah produsen minyak terbesar di UE, dan sejauh ini merupakan produsen terbesar di dunia yang menetapkan tanggal penghapusan akhir.
Bisa Dibangun di Indonesia
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, melihat rencana Pemerintah Denmark dengan membangun pulau energi di atas laut bisa juga diterapkan di Indonesia.
Menurutnya, sebagai negara yang mempunyai potensi energi dari laut ini cukup besar potensi yang ada, sebab 80% Indonesia merupakan negara kepulauan.
“Mungkin ini bisa menjadi salah satu peluang untuk meningkatkan ketahanan energi kita dengan menggunakan gelombang laut sebagai salah satu sources Renewable Energy. Kita mempunyai potensi Renewable Energy dari gelombang laut yang cukup besar dan ini belum dimanfaatkan sama sekali,” terang Mamit saat dihubungi Ruangenergi.com.
Ia mengungkapkan, ini adalah salah satu peluang yang memang sekiranya perlu dipikirkan ke depannya, terlebih lagi target bauran energi nasional cukup besar di tahun 2050.
“Ini salah satu upaya meningkatkan bauran energi juga, memang membutuhkan biaya yang cukup besar dan jangka waktu yang cukup panjang. Tidak ada salahnya jika sudah dilakukan pembicaraan dan juga riset-riset terkait dengan potensi-potensi yang dimiliki,” paparnya.
Mamit berharap, seiring berjalan waktu Indonesia dapat mereduse cost, bisa menghasilkan teknologi-teknokogi yang lebih murah dan akhirnya bisa mengembangkan potensi daripada energi laut yang ada di Indonesia.
“Karena ini akan sangat membantu nanti kedepannya, di mana energi fosil juga sudah mulai di kurangi pemanfaatannya,” tandasnya.