Jakarta,ruangenergi.com–Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yakin di blok Rokan, Provinsi Riau masih banyak potensi hydrocarbon di sana.
Potensi itu ada di migas non konvensional (MNK) di Rokan. Namun ini perlu dibuktikan besaran potensi tersebut lewat pengeboran 2 (dua) sumur di tahun 2023 ini.
Pencapaian penerapan enhanced oil recovery (EOR) di blok Rokan menjadi challengging untuk bisa menambah produksi migas di wilayah kerja perminyakan tersebut.
“EOR menjadi challengging. Kalau kita bicara potensi ini ada kemungkinan bisa terjadi.Tapi memang salah satu kuncinya perlu investasi besar. MNK kan kemungkinan berpartner dengan perusahaan yang paham akan MNK itu kan..Nah EOR ini mungkin PHE, PHR perlu berpartner yang berpengalaman. Ke depan kan EOR perlu investasi yang besar,sehingga potensi EOR yang besar tersebut bisa segera direalisasikan,” kata Deputi Eksplorasi Pengembangan Dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Benny Lubiantara pada saat konferensi pers Capaian Kinerja Hulu Migas Tahun 2022 dan Target Tahun 2023,Rabu (18/01/2023) di Jakarta.
Benny menambahkan, kalau cuma PHR sendiri dirasakan cukup berat. Kalau ada partner jauh lebih baik.
“Paling tidak itu bisa mempercepat karena EOR itu tahapannya panjang.Harus ini dulu, area ini dulu..a..b..c..d..Kalau ada partner nanti bisa di accelerate proses pengembangan lapangannya,EOR nya.Itu tentu dapat menambah produksi yang cukup signifikan,” ungkap Benny pria yang lama berkecimpung di OPEC,Wina.
Dalam catatan ruangenergi.com, cadangan migas Indonesia yang saat ini sekitar 2,4 miliar BOEPD, dengan penerapan teknik EOR diharapkan bertambah menjadi 3 miliar BOEPD. Untuk itulah, Pemerintah Indonesia terus mendorong KKKS untuk melakukan EOR di lapangan migas tua.
Teknologi pengurasan minyak tahap lanjut atau Enhance Oil Recovery (EOR) yang digunakan di sumur-sumur tua, dapat meningkatkan cadangan dan selanjutnya otomatis menaikkan produksi atau umur sumur migas.
“Kalau EOR itu bukan ke (peningkatan) produksi tapi cadangan. Produksi itu bisa dinaikkan dengan pompa, tapi cadangan tetap. Misalnya cadangan 100, diproduksikan sudah 5 atau 10 tahun. Kalau 5 tahun, maka produksi masih tinggi, kalau 10 tahun produksi rendah atau berkurang. Tapi kalau dengan EOR, dari cadangan 100, bisa naik jadi 150. Dengan kenaikan cadangan ini, produksi migas bisa dinaikkan atau bisa juga umurnya (sumur) lebih lama. Jadi EOR itu tujuannya meningkatkan cadangan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji beberapa waktu lalu,di Jakarta.
Tutuka yang ahli dalam EOR, menjelaskan bahwa EOR merupakan metode yang diaplikasikan untuk meningkatkan (recovery) produksi hidrokarbon dari reservoir minyak apabila metode primary recovery dan secondary recovery tidak efisiensi lagi untuk menguras minyak. Atau cara memperoleh minyak dengan menginjeksikan suatu zat yang berasal dari luar reservoir, seperti energi mekanik, energi kimia dan energi termik.
“Pada umumnya EOR digunakan untuk tertiary recovery. EOR bisa langsung dilakukan di tingkat pertama atau primary recovery kalau minyaknya termasuk minyak berat. Seperti di Lapangan Duri di mana proses produksi biasa tidak bisa dilakukan. Pakai pompa juga (produksinya) kecil. Jadi langsung diinjeksikan uap,” papar Tutuka.
Tutuka menjelaskan,pemerintah terus mendorong KKKS untuk melakukan EOR di lapangan migas tua, meski saat ini penerapannya masih skala sumuran.