Pekanbaru, Riau, ruangenergi.com– Jika berbicara tentang produksi minyak nasional, nama Blok Rokan tak bisa dipisahkan. Beroperasi sejak 1952, Blok Rokan kini menjadi tulang punggung produksi migas Indonesia, menyumbang 26 persen dari total produksi nasional. Namun, di balik angka-angka fantastis itu, ada perjuangan dan inovasi teknologi yang masif, yang diungkapkan langsung oleh General Manager Zona Rokan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Andre Wijanarko, dalam paparannya kepada media, termasuk ruangenergi.com, di Pekanbaru, Rabu (24/9/2025).
Wijanarko memulai paparannya dengan menjelaskan struktur baru Pertamina Subholding Upstream yang membagi wilayah operasi ke dalam beberapa regional, di mana Blok Rokan yang kini dikenal sebagai Zona Rokan, berada di bawah Regional 1 Sumatera. Ia menekankan, tantangan terbesar PHR saat ini adalah bagaimana mempertahankan laju produksi yang cenderung menurun secara alami (decline rate) hingga 35-40% per tahun. “Kalau kita enggak ngapa-ngapain, 40 persen itu hilang,” tegasnya.
Strategi Ambitious PHR: Pengeboran Massif
Untuk melawan penurunan alamiah ini, PHR melancarkan program pengeboran yang sangat agresif. Tahun 2025, PHR menargetkan pengeboran hingga 558 sumur dan didukung oleh 28 rig pengeboran serta puluhan rig untuk workover/well intervention. Angka ini menjadikan Zona Rokan sebagai wilayah kerja dengan aktivitas pengeboran terbesar di Indonesia.
Namun, kuantitas pengeboran saja tidak cukup. PHR juga gencar menerapkan teknologi terkini untuk menggarap sumur-sumur yang sulit. “Kita menyasar reservoir yang batuan-batuannya itu susah mengalir. Bukan tidak bisa mengalir, tapi susah mengalir,” jelas Wijanarko.
Terobosan teknologi andalan PHR saat ini adalah multistage fracturing. Jika sebelumnya pengeboran sumur hanya vertikal, kini PHR menggunakan sumur horizontal, bahkan memecah batuannya di beberapa titik untuk membuat “jalan tol” bagi minyak. Teknologi yang diadaptasi dari praktik sukses di Amerika ini memungkinkan minyak mengalir lebih mudah dari batuan yang sebelumnya dianggap tidak ekonomis.
Membuka Potensi Tersembunyi: Non-Konvensional dan Sumber Daya Baru
Selain teknologi, PHR juga fokus pada eksplorasi sumber daya non-konvensional, yaitu migas yang terkunci di dalam batuan serpih. Ini merupakan pendekatan yang berbeda dari pengeboran konvensional yang menyasar kantong-kantong migas di lapisan pasir.
Wijanarko juga menyinggung potensi sumber daya baru sebesar 724 juta barel yang ditemukan di Riau. Ia mengingatkan bahwa temuan ini masih di tahap awal dan butuh proses panjang untuk membuktikan apakah potensi tersebut bisa diubah menjadi cadangan yang bisa diproduksi.
“Ini masih tahap awal. Kita harus membuktikan apakah potensi ini bisa menjadi cadangan yang nyata,” katanya, sembari menambahkan bahwa realisasi potensi tersebut tidak bisa dalam waktu singkat.
Dengan berbagai upaya ini, PHR optimistis dapat menahan laju penurunan produksi dan menjaga level produksi di angka 150-160 ribu barel per hari, demi memenuhi kebutuhan energi nasional hingga tahun 2041 dan seterusnya.