PI 10 Persen Blok Masela untuk Maluku Semua Harus Masuk APBD

Jakarta, Ruangenergi.com – Participating Interest (PI) 10 persen yang diterima daerah dalam pengembangan lapangan migas Abadi di Blok Masela Maluku, harus dimasukkan semua (100%) dalam kantong tambahan APBD Maluku untuk dana pembangunan yang prioritas peruntukannya diatur oleh DPRD.

“PI 10 persen Blok Masela semuanya harus masuk kantong APBD Maluku, tapi tentu saja setelah dipotong biaya operasi Perusahaan Daerah,” kata Pakar Migas dan Perencanaan Wilayah, Ridwan Nyak Baik kepada Ruangenergi.com di Jakarta, Kamis (18/2/2021).

Menurut Ridwan, berdasarkan regulasi maka  perusahaan daerah yang mengelola PI 10% itu tidak boleh menjual share 10% PI tersebut ke pihak lain.

“Harus diingat bahwa PI 10% itu diperoleh dari hasil kegiatan hulu (produksi) lapangan Migas Blok Masela. Sementara untuk kegiatan hilir (kilang LNG), lain lagi kalkulasinya karena beda aturannya.” katanya.

“Selain itu, PI 10%, juga baru bisa diperoleh pada fase produksi Lapangan migas Abadi di Blok Masela, sehingga dampak lingkungan dan sosial yang timbul akibat pembangunan kilang harus dijaga sejak tahapan pembebasan tanah (pra konstruksi), saat pembangunan (konstruksi), sampai fase operasi,” papar Ridwan.

Anggota Tim Ahli Rektor Unpatti untuk Pengembangan Industri Migas Maluku dan Proyek Onshore LNG Abadi Masela itu juga mengatakan, bahwa  lapangan Blok Masela berada jauh di tengah laut, jadi secara langsung tidak ada masyarakat yang terdampak akibat kegiatan hulu.

“Namun, ketika migas yang diproduksikan di lepas pantai itu dibawa ke kilang LNG yang berlokasi di darat, maka akan berdampak pada zonna wilayah atau lingkungan dan aktifitas masyarakat,” tukasnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa dampak lingkungan yang akan ditimbulkan  ada 2 yakni lingkungan fisik berupa sampah, limbah, polusi yang berpotensi mengdegradasi kualitas air, tanah, udara, serta keberagaman hayati yang dikandungnya.

“Sedangkan dampak lainnya adalah lingkungan sosial, atau masyarakat adat yang berada di sekitar lokasi pembangunan kilang LNG, tangki-tangki, jalur pipa, pelabuhan, dll,” ujarnya.

Terkait pembangunan kilang LNG yang di darat (sesuai keputusan Presiden Jokowi-red), kata Ridwan, dampak lingkungan fisik dan sosialnya sudah dikalkulasi dalam dokumen AMDAL.

“Jadi pemerintah daerah harus mengawasi dengan ketat realisasi setiap rekomendasi AMDAL supaya lingkungn yang terdampak dapat dimitigasi sejak awal,” pungkas pria yang pernah berkarier puluhan tahun di Pertamina ini.(SF)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *