Kepala Badan Geologi

Potensi Pemanfaatan Logam Tanah Jarang di Indonesia

Jakarta, Ruangenergi.com – Dalam sebuah webinar bertajuk “Potensi dan Pengolahan Logam Tanah Jarang Sebagai Mineral Strategis dan Energi masa Depan”, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono, mengatakan, Logam Tanah Jarang (LTJ) merupakan bagian dari pada mineral strategis.

Ia menambahkan, jika dilihat isu global Sustainable Development Goals yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 21 Oktober 2015 lalu meliputi 17 tujuan pembangunan bersama hingga tahun 2030.

Salah satu yakni berkaitan dengan Clean Energy, inovasi industri dan pengurangan emisi karbon.

“Disinilah peran LTJ sebagai industri strategis, karena jika diolah bisa menghasilkan energi yang bersih dan dapat mengurangi emisi karbon sebagaimana yang dihasilkan oleh energi fosil,” jelas Eko Budi, Kamis (18/02).

Selain itu, lanjut Eko Budi, untuk kegiatan industri, mineral tanah jarang atau Rare Earth Element (REE) dimanfaatkan untuk teknologi informasi juga industri pertahanan.

Ia menambahkan, LTJ juga merupakan low critical raw materials (CRM), ini merupakan material-material yang penting dan keberadaan juga terbatas serta sangat dibutuhkan bagi industri berbasis teknologi tinggi untuk menghasilkan energi yang bersih.

“Jadi pemanfaatan pengembangan LTJ ada di dalam industri elektronik, industri otomotif, dan juga industri pertahanan,” katanya.

Seperti halnya dalam industri elektronik, material LTJ  dapat digunakan menjadi, di antaranya : Magnet permanen utuk pembuatan baterai alat-alat elektronik portable; Baterai kendaraan listrik; Turbin penghasil energi ramah lingkungan; Katalis pemecah cairan pada penyulingan minyak mentah; pembuatan layar televisi, chip silicon, monitor, lensa kamera, LED (lighting emiting diode); CFL (computer flourescent lamps); Alat scanner; Sebagai fosfor yang memberi warna terutama pada lensa; Bahan pembuat mesin sinar-X portable; Tabung sinar-x, MRI (magnetic resonance imagery); Aplikasi perawatan kanker dan lainnya.

Sementara, di dalam industri otomotif, LTJ digunakan dalam pengembangan mobil hybrid pada industri kendaraan bermerek nasional yang baru-baru ini direncanakan Pemerintah; Kelompok logam Nd, Pr, Dy dan TB merupakan bahan penting dalam pembuatan motor listrik dan generator mobil Hybird; dan Kelompok logam La, Be, dan Ce merupakan bahan penting dalam pembuatan baterai mobil hybrid NIMH.

Sementara, didalam industri pertahanan, LTJ digunakan sebagai motor listrik pada pesawat tempur, tank, dan control center (Global Rare Earth Element Review, Defense National Stockpile Center).

“Di Indonesia sendiri sebetulnya sudah ada kesepakatan penetapan mineral strategis untuk mendukung pertahanan negara yang dilakukan antara Kementerian Pertahanan dan Keamanan, Kementerian ESDM, BATAN, dan BPPT,” terangnya.

Indikator mineral strategis untuk pertahanan Negara, yakni :

Pertama, mineral tersebut merupakan unsur utama untuk komponen alat utama sistem persenjataan.

“Artinya bahwa komposisi yang terkandung menjadikan material Alusista secara sifat fisika dan kimia (smart materials) dan unggul dalam fungsi alat pertahanan, tidak berdasarkan persentase komposisi kandungan tertinggi,” tuturnya.

Kedua, adanya ketersediaan mineral dalam jangka panjang.

“Artinya bahwa ketersediaan sumberdaya  yang sudah terindentifikasi secara nasional dimungkinkan hingga jangka panjang. Pasokan dan keterdapatan serta karakteristik sumberdaya mineralnya bersifat utama, mineral ikutan (by-product), unsur ikutan (co-product) serta kelimpahannya (kadar),” terang Eko Budi.

Ketiga, memiliki urgensi kebutuhan industri pertahanan.

“Artinya bahwa kebutuhan atas mineral dimaksud sangat tinggi untuk pembuatan alat peralatan pertahanan, sehingga menjadi kebutuhan primer atau vital dan mutlak perlu dikuasai,” paparnya.

Keempat, adanya peluang penguasaan teknologi pengolahan nasional, dan partisipasi industri nasional, sebagai rantai pasok industri nasional.

“Artinya bahwa tingkat penguasaan industri pemrosesan telah tersedia seiring perkembangan industri di dalam negeri untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pihak luar negeri, mulai dari teknologi untuk penambangan dan pengolahan mineral, pemrosesan materials intermediate produk dan atau material komponen Alutsista (supply chain dari mineral ke material komponen Alutsista),” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Eko Budi, kondisi LTJ saat ini di Indonesia ada 17 unsur elements yakni : Skandium (Sc); Yitrium (Y); Lanthanum (La); Serium (Ce); Praseodimium (Pr); Noedymium (Nd); Prometium (Pm); Samarium (Sm); Europium (EU); Gadolinium (Gd); Terbium (Tb); Disprosium (Dy); Holmium (Ho); Erbium (Er); Tulium (Tm); Iterbium (Yt); dan Lutetium (Lu).

Selanjutnya, LTJ dikategorikan Critical Materials Resources dunia karena kegunaannya untuk teknologi maju dan energy ramah lingkungan, produksi dan cadangannya didominasi Tiongkok.

“Data cadanganLTJ belum tersedia dan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) LTJ belum ada. Mineral LTJ (Monasit, Xenotim dan Zirkon) dihasilkan sebagai mineral ikutan dari 690 IUP IP Prof Timah (886.438 ha) tetapi belum diinventarisasi dengan baik. Zirkon diatur sebagai komoditas non logam tetapi LTJ dalam zirkon belum diatur,” bebernya.

Kemudian, Pilot Plants ekstraksi dari monasit kap.25 kg/hari sudah ada di Muntok milik PT Timah, dapat mengekstrak RE (OH) hingga 80% dengan metoda basa. LTJ dari Xenotim ikutan timah belum dimanfaatkan walau tidak mengandung unsur radioaktif.

Konsorsium nasional LTJ telah dibentuk melibatkan 5 Kementerian atau Lembaga, dimana sebagai Kapokja Sumber Daya LTJ adalah PSDMBP Badan Geologi namun kegiatan belum berjalan sebagaimana diharapkan.

BATAN Yogya (PSTA) telah mampu melakukan uji ekstraksi logam LTJ dari monasit dengan perolehan 80%.

Balitbang ESDM (Tekmira) telah mampu mengekstraksi logam Nd dari Nd Karbonat 80%. PSDMBP Badan Geologi rutin melakukan penyelidikan sumber daya LTJ sesuai target RPJM 2015-2019, hasilnya sejumlah indikasi dan sumber daya hipotesis telah dipublikasikan. Belum ada patokan kadar ekonomi endapan LTJ.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM

Regulasi yang belum diimplementasikan

Ia menjelaskan, dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 25 tahun 2018, di mana kewajiban pemilik IUP IP Prof mengolah produk turunan berupa zirkon, ilmenit, monasit dan xenotim, sehingga cadangan atau sumber daya LTJ berupa monasit, xenotim dan zirkon diselidiki oleh pemilik IUP dan seharusnya dilaporkan dan masuk dalam neraca sumber daya mineral.

Lalu, Permen ESDM nomor 26 tahun 2018, dimana kewajiban pemilik IUP melakukan upaya konservasi termasuk pengelolaan dan pemanfaatan mineral ikutan, pendataan cadangan tidak tertambang.

Kemudian, Keputusan Menteri ESDM nomor 235 tahun 2018, pembentukan Pokja Inventarisasi Dan eksplorasi cadangan LTJ untuk pengembangan industri berbasis LTJ.

Selanjutnya, Kepmen ESDM nomor 1827.K/30/MEM/ 2018, Lampiran VII, Lapangan IUP/K Eksplorasi Pendataan keterdapatan mineral ikutan yaitu jenis dan lokasi dan atau estimasi mineral ikutan dalam neraca sumberdaya yaitu tonase dan kadar.

“Terakhir, dalam Revisi UU Minerba nomor 3 tahun 2020, WIUP didasarkan data sumberdaya; penyelidikan untuk penyiapan WIUP dapat menunjuk lembaga riset, BUMN, dan perusahaan, upaya keharusan penyelidikan LTJ,” urai Eko.

Ia mengatakan, Badan Geologi susah melakukan penyelidikan pada periode 2009-2020, di mana Hasil penyelidikan Badan Geologi Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa lokasi LTJ di Indonesia, di antaranya :

Indikasi LTJ ada 9 lokasi (2 lokasi di Pulau Jawa, 1 lokasi Pulau Kalimantan Barat, dan sisanya di Pulau Sumatera dan Bangka).

Lalu keterdapatan LTJ ada 10 lokasi (2 lokasi di Sulawesi Barat dan Tenggara, 2 lokasi di Kalimantan Barat, dan 6 lokasi tersebar di Pulau Kepulauan Riau dan Bangka).

Sementara, lokasi yang sudah pasti terdapat sumber daya LTJ ada 9 lokasi (1 lokasi di Sumatera Utara, 1 lokasi di Kepri, 1 lokasi Sulawesi Tengah, dan 3 lokasi di Kalbar dan 3 Lokasi di Kalsel).

“Meski Indonesia memiliki wilayah indikasi hingga sumber daya LTJ, akan tetapi kendalanya yakni belum siap cadangan. Ini perlu dituntaskan sehingga kita bisa tahu cadangan kita berapa,” imbuhnya.

Informasi detail mengenai karakteristik endapan sangat penting di dalam menentukan metode pemurniannya.

Data sumber daya terukur atau cadangan LTJ sangat urgen dituntaskan sebelum merancang industry LTJ dengan skala yang sesuai.

Dengan tersedianya LTJ sebagai mineral ikutan timah aluvial atau monasit yang sedang berproduksi saat ini, sangat tepat jika diolah secara skala kecil, pendek menanggulanginya penyelundupan monasit.

Untuk sasaran penyelidikan jangka pendek sebaiknya difokuskan penyelidikan sumber daya atau cadangan terkait dengan timah baik berupa aluvial, pelapukan, maupun primer.

Untuk mendukung sumber daya LTJ jangka panjang atau berkelanjutan penyelidikan dilakukan di dalam green area (di luar IUP Timah yang ada) termasuk tipe laterit bauksit dan nikel.

Guna mengantisipasi kekurangan pasokan cadangan LTJ beberapa tahun kedepan, Pemerintah perlu memprioritaskan kegiatan dan memperkuat greenville exploration (penugasan kepada BUMN atau swasta).

Untuk mengetahui potensi elpiji sebagai logam ikutan dan pendapatan utama diperlukan pengawasan yang ketat terhadap laporan dari badan usaha.

“Perlu menerapkan kebijakan low grade manajemen untuk mendukung pengelolaan mineral ikutan pada proses penambangan di mana secara geologi umumnya LPG terdapat di pasir timah, nikel, laterit berkadar rendah,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *