Jakarta, Ruangenergi.com – Sebutan nusantara untuk Indonesia bukan tanpa makna karena tepi selatan negeri ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang menghubungkan tiga benua: Asia, Afrika, dan Australia.
Di pesisir nusantara yang menghadap Samudera Hindia itulah Pertamina menempatkan kilang terbesarnya, kilang Cilacap. Berkat lokasinya itu, kilang Cilacap menjadi yang paling strategis di kawasan Asia Tenggara, selain tentunya menjadi yang terbesar di Indonesia.
Menurut Corporate Secretary PT KPI, Ifki Sukarya, selain lokasi, sisi strategis kilang Cilacap nampak jelas dari kontribusinya dalam mengurangi impor BBM senilai Rp 10 triliun per tahun, meningkatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,12%, menghasilkan produk ramah lingkungan dengan nilai oktan RON 92 dan standar Euro IV, serta memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 41,52%—melampaui target 30% dari Pemerintah.
“Selain karena kapasitas produksinya yang mencapai 348 ribu barel/hari, kilang Cilacap menyandang gelar kilang terbesar karena bertanggung jawab dalam memasok sepertiga (33,2%) kebutuhan BBM nasional dan 60 % kebutuhan di pulau Jawa,” kata Ifki dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/4/2021).
Mengilas balik ke masa lalu, peta jalan kilang yang menempati lahan seluas lebih dari 200 hektar (ha) ini bermula pada 1974 dengan pembangunan kilang minyak I yang kemudian disebut Fuel Oil Complex (FOC) I yang diresmikan Presiden RI dua tahun kemudian.
Kilang yang berlokasi di Jalan M.T. Haryono, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah tersebut memiliki fasilitas yang meliputi FOC I, Lube Oil Complex (LOC) I dan Utilities. Selain itu, terdapat area 70 di kompleks Pantai Teluk Penyu seluas 50 ha dan area perkantoran yang berjarak sekitar 500 m dari area utama kilang.
‘Pada perkembangan selanjutnya, kilang Cilacap membangun fasilitas Residual Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) pada 2011 yang diresmikan pada 2015,” kata Ifki.
RFCC, kata dia, merupakan unit kilang yang memanfaatkan teknologi katalis untuk mengonversi minyak berat atau residu, baik atmosferik maupun vacuum residue oil menjadi produk lebih bernilai, terutama gasoline dan beberapa produk lain seperti LPG dan propylene/propilena.
“RFCC inilah yang mampu mengkerek total kapasitas produksi sebesar 17,8 persen hingga mencapai 348 ribu barel per hari,” tukasnya.
Tak hanya itu, kata dia, kini di bawah koordinasi PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) sebagai subholding Refining & Petrochemical Pertamina, kilang Cilacap makin lengkap dengan hadirnya Kilang Langit Biru Cilacap (KLBC).
“KLBC yang baru diresmikan penggunaannya pada 10 Desember 2020 ini menghasilkan minyak hidrokarbon ringan (Mogas) 92 yang jamak dikenal dengan nama Pertamax yang ramah lingkungan, berkapasitas produksi 21.500 barel per hari atau setara 1,2 juta kiloliter per tahun,” paparnya.
Dengan fasilitas yang lengkap, lanjut dia, kilang Cilacap mampu menghasilkan beragam produk. Di mana sebanyak 92,2% produk kilang berupa Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Khusus (BBK) yang telah akrab di telinga pengguna, seperti Premium, Pertamax, Solar, dan Avtur.
“Kilang Cilacap bahkan mencatat produksi Avtur tertinggi di Indonesia: 18,44 juta barel per tahun. Sisanya, sebanyak 4,2% merupakan produk lube-based (berbasis pelumas) dan 3,6% berupa petrokimia. Tahun ini kilang Cilacap juga mengembangkan produk Pertamax F1-10 khusus untuk mobil F1. Hal itu dilatarbelakangi produk Pertamax Turbo yang telah diproduksi secara kontinu dengan RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm,” paparnya.
Ifki menambahkan bahwa jajaran produk yang dihadirkan kilang Cilacap tidak hanya BBM, tetapi juga non-BBM seperti base oil (bahan dasar pelumas), paraffinic oil (minyak pemroses akhir pada pembuatan karet), aspal, Industrial Fuel Oil (IFO)/minyak bakar untuk industri, serta produk hasil ekstraksi yang diberi nama Minarex (Pertamina Extract).
“Minarex amat bermanfaat pada industri karet, seperti ban dan tinta cetak, karena dapat memperbaiki proses pelunakan dan pemekaran karet dan menurunkan kekentalan komponen karet,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, sebagai kilang nusantara pertama dan satu-satunya yang tergolong dalam Lube Oil Group 1 (klasifikasi produsen base oil dari American Petroleum Institute (API) berdasarkan sifat senyawa penyusunnya), kilang Cilacap menghasilkan produk non-BBM tersebut dari unit Lube Oil Complex (LOC) 1, LOC 2 dan LOC 3.
Sementara untuk makin meneguhkan sisi strategisnya, kilang Cilacap akan menjadi kilang nusantara yang pertama dalam mengembangkan produk farmasi.
“Melalui proyek Petroleum to Pharmaceutical, bersinergi dengan PT Kimia Farma, kilang Cilacap akan memproduksi Paracetamol/Parasetamol, obat yang banyak diminati karena ampuh meredakan demam dan nyeri. Paracetamol dihasilkan melalui proses pengolahan benzene/benzena dan propylene/propilena,” ,jelasnya.
“Produksi Paracetamol akan menambah nilai strategis kilang Cilacap bagi Indonesia dengan mengurangi impor produk tersebut yang nilainya mencapai US$24,9 juta,” pungkasnya.(Red)