Pembicara Webinar Subholding Pertamina

PwC : Subholding Pertamina Bukan Hal Instan Melainkan Berbagai Tahapan

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.com – Pembentukan restrukturisasi dan Subholdong Pertamina merupakan bukan hal yang instan, melainkan hal ini sudah melalui berbagai tahapan yang sudah dilakukan Pemerintah dari berbagai revolusi kepeminpinan.

Hal tersebut dikatakan oleh, Partner Pricewaterhouce Coopers (PwC) Consulting, Lenita Tobing dalam webinar yang diselenggarakan oleh Energy Watch, bertajuk “Subholding Pertamina, Melanggar Hukum?”.

PwC sendiri merupakan konsultan management dan hukum dalam proses restrukturisasi holding dan subholding yang dilakukan di tubuh Pertamina.

Lenita mengatakan, restrukturisasi yang dilakukan Pertamina merupakan bukan hal yang instan melainkan sudah ada tahapannya. Menurutnya, pembentukan Subholding Pertamina sudah melalui roadmap yang sangat Panjang.

“Roadmap pembentukan holding dan subholding tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2014 -2016, dan jika ditarik lebih jauh kebelakang, masterplan pembentukkan subholding dan holding itu sudah ada dari zaman Menteri BUMN, Tanri Abeng yakni tahun 1999,” jelas Lenita menjelaskan, (22/10).

“Jadi ini melalui beberapa revolusi dan akhirnya munculah di roadmap Kementerian BUMN tahun 2014-2016, terkait dengan Holding dan Subholding Migas. Di tahun 2017 merupakan moment penting, karena disini adanya persetujuan Holding BUMN Migas yang merupakan arahan dari pemegang saham, yang mana tahap pertamanya adalah integrasi Subholding Gas PGN ke Holding yang dilakukan ahir 2018,” sambung Lenita.

Ia kembali menerangkan, setelah itu PwC membantu Pertamina untuk membuat kajian, bagaimana mengenai grup holding dan subholding yang dimulai dari 2019 lalu. Kemudian pada 2020 mulai masa transisi, implementasi dan sampai saat ini masih Panjang.

“Jadi rencana restrukturisasi ini sudah melalui jalan Panjang dan bukan pertama kali dilakukan,” beber Lenita.

Dalam Buku Putih yang diterbitkan oleh Kementerian BUMN tahun 2017, ini merupakan arahan dari pemegang saham yakni Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Di mana dalam Buku Putih tersebut ada beberapa arahan, yakni salah satunya Pertamina akan melakukan operasional sebagai perusahaan Holding yang ramping.

Partner PwC Consuling, Lenita Tobing

Selanjutnya, Pertamina akan melakukan transformasi organisasi dengan membentuk 4 Sub-Holding (Marketing Hulu, Rifenery & Petrochemical, dan Gas) dengan strategi spesifik.

Adapun keuntungan yang didapatkan yaitu, perusahaan yang independen yang dapat berkompetisi secara efektif melalui pengembangan kapabilitas dan melalui formulasi strategi yang terfokus.

Kemudian, kemampuan untuk mengembangkan budaya yang performance specific; Kemampuan untuk penandaaan terfokus pada risiko bisnis dan bukan risiko konglomerasi; dan Kemampuan mendapatkan investor jangka pangjang yang berorientasi pada bisnis.

Sebenarnya turunan bisnis Holding dan Subholding ini merupakan bisnis yang cukup command, seperti yang dilakukan Petronas Holding, Total Holding, PTT Holding, ExxonMobil Holding dan lainnya.

“Contohnya Petronas, mereka dalam menjalankan bisnis upstream nya menggunakan Petronas Carigali, kemudian untuk bisnis chemcialnya mereka memiliki  Petronas Chemicals Group Berhard. Selanjutnya, dalam mengembangkan bisnis marketing dan trading mereka melalui Petronas Trading Corporation, untuk bisnis power atau New Renewable Energy (NRE) mereka memiliki Petronas Power,” tuturnya.

Lantas apa strategi Pertamina, dan apa tren-tren yang men-drive bahwa Pertamina memiliki strategi yang menjadi Global Energy Champion Hundred Bilion Market Value?.

“Restrukturisasi atau Subholding ini adalah sebuah cara untuk mencapai apa yang ingin di capai, jadi ini sebenarnya adalah How-nya. What-nya itu adalah Pertamina ingin menjadi global energy champion hundred billion market value. Why-nya, karena kita mempunyai aspirasi pemegang saham dan harus mendorong agenda energi nasional dan didorong oleh tren-tren yang menunjang bisnisnya,” papar Lenita

Ujung-ujungnya pembentukkan subholding ini ingin mencapai enam hal, yakni : Pertama, bagaimana organisasi Pertamina lebih agle, lebih lean dan juga efisien. Kedua, bagaimana Pertamina bisa lebih meningkatkan operasional execelent dan juga competitiveness; Ketiga, bagaimana terjadi akselerasi bisnis yang sekarang dan juga pengembang bisnis-bisnis yang baru seperti new renewable energy;

Keempat, bagaimana Pertamina tidak lagi hanya bergantung pada pendanaan dari pemerintah, oleh karena itu dibutuhkan partnership dan pendanaan dari sumber-sumber lain; Kelima, pembentukkan subholding ini untuk merejuvinate organisasi, talent-talent yang dimilikinya dan budaya bisnisnya; Keenam, karena Pertamina memiliki sebagai BUMN aspirasi menjadi Global Energy Champions tetapi juga Sosial Echonomic Locomotive bagaimana struktur ini memfulfilling mandat nation building untuk ketahanan energi.

“Jadi holding dan subholding ini adalah cara untuk mencapai aspirasinya,” jelasnya.

Selaku pembawa acara dalam webinar tersebut, Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, menyimpulkan bahwa rencana restrukturisasi dan subholding ini bukan hal yang “bimsalabim” langsung jadi, melainkan melalui tahapan-tahapan yang cukup Panjang.

“Ternyata ini melalui tahapan-tahapa yang sangat Panjang sebelumnya, dan ini masih tahapan awal, masih panjang sampai tahap yang diinginkan  yakni restrukturisasi secara keseluruhan. Dari penjelasan yang diberikan oleh Lenita Tobing, bahwa bukan hanya BUMN kita yang PWC konsultani terkait dengan subholding dan holding ini,” ungkap Mamit.