Jakarta, Ruangenergi.com – Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebut setiap perusahaan batu bara mempunyai dana untuk perbaikan lahan yang telah di garapnya.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Di mana dijelaskan dalam PP tersebut bahwa pelaku usaha harus menyerahkan dana jaminan reklamasi tambang paling lambat 30 hari sejak rencana reklamasi disetujui Menteri.
Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia, mengatakan, perbaikan lahan bekas tambang merupakan hal yang wajib dilakukan oleh perusahaan pertambangan.
“Ya betul. Dana perbaikan lahan ini/jaminan reklamasi dan pasca tambang adalah kewajiban setiap perusahaan tambang. Seperti yang sudah diamanatkan dalam PP No 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, pelaku usaha harus menyerahkan dana jaminan reklamasi tambang paling lambat 30 hari sejak rencana reklamasi disetujui Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota,” ungkap Hendra kepada Ruangenergi.com, (25/01).
Ia menambahkan, menurut informasi, tercatat pada 2016, saat kewenangan jaminan reklamasi berada di kabupaten (bupati) adalah sebesar Rp109,5 miliar dan US$565. Ditambah jumlah dana jaminan pascatambang sebesar Rp7,69 miliar.
“Di tahun 2018, setelah kewenangan bidang ESDM ini ada pada gubernur, jumlah dana jaminan reklamasi yang berhasil dikumpulkan naik hingga Rp402 miliar dan US$2,2 juta. Sedangkan dana jaminan pascatambang juga meningkat menjadi Rp13 miliar dan US$333 ribu,” katanya.
Ia mengungkapkan, hal tersebut juga dijelaskan dalam Undan-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Di dalam UU N. 3/2020 tentang perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Minerba aturan mengenai sanksi lebih ketat. Terbit, perusahaan tambang yang tidak memberikan dana jaminan reklamasi bakal dipidana lima tahun dan denda Rp 100 miliar,” imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah hanya bisa memberikan sanksi administratif kepada pelaku usaha. Setelah UU tersebut diundangkan, pemegang izin pertambangan memiliki kewajiban melaksanakan reklamasi dan pasca tambang dengan tingkat keberhasilan 100%.
“Sejauh ini menurut pengalaman dari para anggota kami yang jumlahnya lebih dari 90 perusahaan tambang batubara baik pemegang PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dan IUP (Izin usaha Pertambangan), pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga cukup ketat. Dari tahapan penyusunan RKAB (Rencana Kerja Anggaran Belanja) dimana didalamnya juga tercantum rencana reklamasi dan pascatambang itu pembahasan dengan pemerintah cukup intens demikian pula pengawasan,” paparnya.
Akan tetapi, kata Hendra, dengan banyaknya jumlah IUP di daerah ada kemungkinan pengawasan di daerah belum maksimal akibat keterbatasan dari jumlah inspektur tambang.
“Untuk mengatasi hal tersebut kami mendengar komitmen dari pemerintah yang terus berupaya meningkatkan pengawasan termasuk melalui penambahan jumlah inspektur tambang,” jelas Hendra.
Sebagai informasi, pada Desember 2020 lalu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menganugrahkan 4 (empat) perusahaan tambang batubara mendapatkan penghargaan PROPER EMAS atas keberhasilan pengelolaan lingkungan yang mana juga kriteria keberhasilan reklamasi menjadi salah satu indikator yang dinilai.