Jakarta ruangenergi.com-Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak pernah membedakan mana pekerja asli kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) dan mana pekerja outsourcing dalam hal keselamatan dan keamanan bekerja di lapangan minyak dan gas di Indonesia.
Hanya saja, kebanyakan pekerja yang outsourcing menjadi korban kecelakaan kerja di lapangan migas, ketimbang pekerja asli KKKS (company man).
“Saya lama bekerja di rig, kalau di sana pekerja asli KKKS atau company man itu hanya satu dan sisanya vendor semua. Memang di tempat-tempat itu semua kalau terjadi sesuatu kemungkinan vendor itu yang mengalami,” kata Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo dalam diskusi bersama media,Rabu (05/04/2023) di Jakarta.
Wahju juga meminta agar safety dijadikan value oleh pekerja. Dia menekankan bahwa keselamatan kerja atau safety bagi pekerja di industri hulu migas memiliki nilai yang sangat tinggi karena menurutnya keselamatan dan kesehatan sangat berkaitan dengan produktifitas dan efisien yang memang saling mendukung kinerja pekerja.
“Penerapan HSE di hulu migas sebenarnya sudah jauh lebih baik dibandingkan rata-rata industri hulu migas global. Hal ini terlihat dari kinerja HSE industri migas nasional di tahun 2022 dengan 341 juta jam kerja perhitungan incident rate (IR) sebesar 0,23 yang lebih baik dibandingkan rata-rata IR Global yang tahun 2021 mencapai 0,77, “ kata Wahju.
Wahju memaparkan, pencapaian IR per Maret 2023 memang sedikit mengalami peningkatan menjadi 0,31, namun seiring dengan upaya yang dilakukan SKK Migas, kami optimis hingga akhir tahun 2023 implementasi HSE akan semakin membaik sehingga IR diharapkan bisa seperti capaian 2022”, tegas Wahju.
Wahju menambahkan tantangan dalam pelaksanaan program pengeboran sumur pengembangan tidak hanya terkait ketersediaan rig tetapi juga ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Setiap rig yang beroperasi akan ada ratusan tenaga kerja yang terlibat dan hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi SKK Migas dan KKKS karena sejak tahun 2016 hingga 2020 rata-rata jumlah pengeboran sumur pengembangan dikisaran 200 sumur. Dengan meningkatnya jumlah pengeboran sumur menjadi 991 di tahun 2023, tentu membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dengan kompetensi dan pengalaman yang mencukupi.