Jakarta, ruangenergi.com- Sudah saatnya Indonesia membangun ekosistem energi hijau secara mandiri.
Ali Mundakir, Dewan Pakar Prabowo-Gibran,pada Kamis (10/10/2024), mengatakan di dalam transisi energi Indonesia harus membangun sendiri ekosistem energi hijau di negeri ini.
Sehingga ada dampak transisi energi ini pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan ini akan menjadi prioritas bagi Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto ke depan, membangun ekosistem ini.
“Kita tidak hanya sebagai pengguna teknologi, tidak hanya didikte oleh negara-negara yang selama ini sudah well established di dalam memanfaatkan teknologi energi hijau, kemudian kita hanya sebagai pengguna saja,” kata Ali Mundakir pada webinar bertajuk: Road to IETD 2024 | Transisi Energi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, dikutip dari youtube IESR.
Ali bercerita, resources yang dipunyai Indonesia luar biasa. Pemerintah menyatakan,terutama energi surya 3200 hampir 3300 Gigawatt. Tetapi pemanfaatannya sangat minim. Geothermal yang sudah lama didengang-dengungkan, tetapi pemanfaatannya sangat minim, di bawah 2400 Megawatt.
“Perlu kita sadari bahwa semua kita masih sangat tergantung dengan teknologi yang kita impor dari negara lain,”ungkap Ali yang pernah menjadi juru bicara Pertamina.
Ali Mundakir menambahkan, di dalam melakukan transisi energi tidak bisa hanya bergantung kepada government spending.
“Prof Burhan Abdulah (Burhanudin Abdulah, mantan Gubernur Bank Indonesia) di dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa kita tidak punya luxury jumlah APBN yang tidak terbatas begitu. APBN kita sangat terbatas.Sehingga Government Spending Indonesia itu masih dikisaran 14 persen,dan tentunya ini jumlah yang tidak banyak,” jelas Ali.
Ali bercerita, menumbuhkan perekonomian tidak bisa hanya dari government spending. Benar bahwa industrialisasi menjadi salah satu faktor di dalam mendongkrak PDB (produk domestik bruto).
“Kita lihat di Indonesia peran manufaktur itu saat ini dikisaran 18 persen terhadap PDB. Pilihan industrialisasi ini menjadi sangat krusial. Apakah industrialisasi kita arahkan di dalam menopang transisi energi? Atau kita merevitalisasi industri yang selama ini sudah ada di Indonesia dan saat ini keadaannya some how bisa kita katakan sunset? Perlu bapak, ibu ketahui kita saat ini sangat miris ya karena semua barang yang kita konsumsi itu mostly kita impor. Mulai dari pangan, energi, itu tidak terlepas dari unsur impor. Demikian juga alat-alat pertanian,sebagian masih impor. Ini juga menjadi pendorong untuk industrialisasi di Indonesia,” jelas Ali.
Fokus program Pemerintahan Prabowo,lanjut Ali,bahwa industrialisasi ini diharapkan bisa men-support program transisi energi nantinya.
“Franky speaking kita melihat kendaraan listrik, yang menikmati itu manufakturingnya. Karena kendaraan listrik yang beredar saat ini di manufakturing negara lain, Cina khususnya. Kita belum punya untuk memproduksikannya. Yang adapun keharusan, bahwa pabrikan mobil itu mempunyai rakitan paling tidak di Indonesia. Bahkan kalau kita jujur motor listrik yang beredar di Indonesia itu Compatibility Build Up. Nah ini menjadi PR (pekerjaan rumah) kita bersama,” jelas Ali.
Ali menambahkan, Indonesia harus memetakan ekosistem EV (electric vehicle) untuk mobil. Kalau untuk motor dirinya yakin Indonesia sudah punya kemampuan membuatnya, kecuali baterainya belum bisa dibuat di dalam negeri.
“Yang perlu kita dorong, kebijakan untuk mengutamakan industri dalam negeri,” tegas Ali.