Jakarta, ruangenergi.com- Telah terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2024 oleh Arifin Tasrif saat masih menjabat sebagai Menteri ESDM. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 2024 oleh PLT Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM RI Asep N.Mulyana. Diterbitkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 470.
Permen No 13 Tahun 2024 bisa diunggah klik di sini. Keterangan status:
- Mencabut Sebagian Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Untuk Kontrak Kerja Sama Yang Akan Berakhir
Catatan : Mencabut ketentuan Pasal 34 pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 23 Tahun 2021
Dalam Permen tersebut, terlihat beberapa hal menarik seperti terlihat di pasal berikut ini:
Pasal 2
(1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang diberlakukan untuk suatu Wilayah Kerja dengan mempertimbangkan
tingkat risiko, iklim investasi, dan manfaat yang sebesarbesarnya bagi negara.
(2) Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat persyaratan:
a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan;
b. pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas; dan
c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor.
(3) Penetapan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pengusahaan:
a. potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi Konvensional; dan/atau
b. potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Pasal 4
Kontrak Bagi Hasil Gross Split menggunakan metode bagi hasil pembagian gross produksi dengan mekanisme:
a. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif; dan
b. untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional, menggunakan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan berdasarkan komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Pasal 5
Bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil pada saat:
a. penetapan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama;
b. persetujuan rencana pengembangan lapangan atau lapangan-lapangan; dan/atau
c. penetapan perpanjangan Kontrak Kerja Sama atau pengelolaan Wilayah Kerja untuk Kontrak Kerja Sama yang akan berakhir.
Pasal 9
(1) Untuk ketentuan-ketentuan pokok pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, besaran bagi hasil ditetapkan untuk seluruh rencana pengembangan lapangan atau lapangan-lapangan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan
dengan komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
(2) Besaran bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pada saat penetapan:
a. bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama; atau
b. perpanjangan Kontrak Kerja Sama atau pengelolaan Wilayah Kerja untuk Kontrak Kerja Sama yang akan berakhir.
(3) Pedoman atas besaran bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, besaran bagi hasil untuk lapangan eksisting pada penetapan bentuk dan
ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), besaran komponen variabel dan komponen progresif Minyak dan
Gas Bumi Konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dan ayat (7), besaran bagi hasil untuk rencana pengembangan lapangan selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), dan besaran komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
BAB III
TAMBAHAN PERSENTASE BAGI HASIL
Pasal 11
(1) Dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan tidak mencapai nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase
bagi hasil kepada Kontraktor.
(2) Dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan atau lapangan-lapangan melebihi kewajaran nilai keekonomian proyek, Menteri dapat memberikan tambahan persentase
bagi hasil untuk negara.
(3) Tambahan persentase bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan pada saat:
a. persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama dan/atau perubahan persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama;
b. persetujuan rencana pengembangan lapangan selanjutnya dan/atau perubahan persetujuan rencana pengembangan lapangan selanjutnya;
dan/atau
c. penetapan perpanjangan Kontrak Kerja Sama atau pengelolaan Wilayah Kerja untuk Kontrak Kerja Sama yang akan berakhir.
(4) Tambahan persentase bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan rekomendasi Kepala SKK Migas yang disertai dengan hasil evaluasi kinerja, aspek teknis dan aspek keekonomian.
(5) Kegiatan produksi tahap lanjut dalam suatu rencana pengembangan lapangan yang meliputi kegiatan:
a. enhanced oil/gas recovery; atau
b. penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, dapat menjadi pertimbangan dalam permohonan tambahan persentase bagi hasil pada rencana pengembangan lapangan.