Jakarta, ruangenergi.com-Tidak hanya minyak, gas bumi juga sebagian besar produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Berdasarkan data SKK Migas, dari 5.528,61 BBTUD realisasi penyaluran gas bumi sebanyak 23,35% diekspor dalam bentuk LNG dan diekspor melalui pipa sebesar 8,7%. Sisanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Persentase gas untuk industri sebesar 26,85%, pupuk sebesar 12,48%, kelistrikan sebesar 12,6% LNG domestik sebesar 9,91%, kebutuhan lifting minyak sebesar 4,26%, LPG sebesar 1,46%, dan untuk Jaringan gas seebar 0,28% serta BBG sebesar 0,11%.
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Rayendra Sidik mencontohkan untuk produksi LNG misalnya, selain yang sudah berkontrak maka sisa produksi LNG dipastikan akan ditawarkan ke konsumen dalam negeri.
“Seperti tahun ini, diawal kita proyeksikan tidak ada LNG yang Uncommitted Cargo, tapi ditengah jalan karena satu lain hal ada sekitar 3-4 kargo LNG uncommitted. Kita langsung tawarkan dulu ke dalam negeri. Pupuk, industri kelistrikan dan lainnya. Ternyata tidak ada yang serap baru kita langsung jual ke spot,” kata kata Nala, sapaan akrab Rayendra, dalam diskusi bertema, “Proses Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi”, Kamis (28/03/2024), di Jakarta.
Rayendra kemudian menyebutkan bahwa proses komersialisasi gas bumi memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan minyak bumi, yaitu penyerapan pasar dan infrastuktur.
‘’Jadi khusus gas bumi, setelah diproduksi harus segera disalurkan, sehingga sebelum diproduksi, marketnya harus siap, dan untuk menyalurkan dibutuhkan infrastuktur agar bisa tersalurkan langsung ke konsumen,’’ urai Nala.
Nala bercerita, perlu dikembangkan infrastruktur jaringan pipa untuk gas. Saat ini beberapa jaringan pipa gas belum tersambung, yakni Cirebon-Semarang, Dumai-Sei Mangke, dan menuju Batam. Rayendra menambahkan, pekerjaan rumah untuk komersialisasi gas lainnya adalah pembangunan LNG Plant.
“Hal ini karena penemuan gas banyak di wilayah timur Indonesia, sedangkan permintaan banyak di wilayah barat Indonesia, sehingga dibutuhkan LNG Plant untuk dapat memenuhi permintaan tersebut,” paparnya.
Rayendra melanjutkan, upaya menciptakan pasar gas bumi domestik juga menjadi tantangan tersendiri. Sebab pemanfaatan gas bumi untuk domestik selama 10 tahun terakhir tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dalam diskusi yang sama, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro mengatakan komersialisasi minyak dan gas bumi harus dilakukan secara transparan dan hati-hati. Pasalnya, sektor hulu migas memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara.
“Perlu disadari bahwa tidak semua golongan memahami bagaimana proses komersialisasi migas, sehingga ada persepsi yang keliru bahwa jika ada temuan, maka otomatis dapat memberikan keuntungan materi yang besar, padahal tidak semudah itu, ada proses dan prosedur yang harus diikuti sebelum penemuan tersebut bisa diproduksi dan dikomersialisasikan,” ungkap Hudi.