BPH Migas

Kepala BPH Migas Lakukan Kunker ke PT KAI Balai Yasa Lahat, Supervisi Penggunaan JBT Solar

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp

Jakarta, Ruangenergi.comBadan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan kunjungan kerja yang dimaksudkan untuk supervisi penggunaan JBT (Jenis Bahan Bakar Tertentu) dan pengawasan dalam pendistribusian BBM di PT. KAI Balai Yasa Lahat, Kab. Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel).

Kunjungan tersebut dilakukan oleh Kepala BPH Migas, M. Fansrullah Asa bersama Tim, dan diterima oleh Tim PTKAI, EVP Divisi Regional III Palembang Tamsil Nurhamedi, EVP Balai Yasa Lahat Idrus Fauzi, Deputy EVP Divre III M. Arifudin, SM Angkutan Barang Ervan Suzanto, SM Sarana Darwin Napitupulu, Manager Humas Aida Suryanti, Manager SDM Sutiawan.

EVP Divre III Palembang, PT KAI, Tamsil Nurhamedi, menyampaikan bahwa di bawah koordinasinya ada 4 stasiun KA tempat pengisian BBM mulai Palembang sampai dengan Lubuk Linggau. Di mana yang beroperasi khusus untuk angkutan barang, sedangkan untuk wilayah Lahat hampir semua merupakan perusahaan tambang batu bara swasta yang sekarang beroperasi di Lahat, Sukacinta, Muara Way dan Rejasari. Pola operasi tetap bermula dari arah Kertapati.

“Saat ini posisi 45 juta ton Batubara di ekspor, pengisian BBM di Kertapati dan Tanjung Enim,” jelas Tamsil, (08/03).

BPH Migas

Ia mengakui, kondisi terkini belum punya basis data, yang ada hanya jumlah KA dan tonase.

Sementara, Kepala BPH Migas, M. Fanshurullah Asa mengungkapkan kunjunganjya ke KAI Palembang untuk melihat penggunaan kuota BBM JBT untuk KAI yang ditentukan BPH Migas sejauh mana kesesuaian.

“Bagaimana mungkin untuk angkutan ekspor batubara menggunakan BBM subsidi, ini masalah keadilan bagi rakyat. Tidak tepat, dimana komoditas ekspor diangkut dengan BBM subsidi,” ungkap Ifan sapaan akrab Kepala BPH Migas.

Ia melanjutkan, batubara dari Bukit Asam untuk diekspor atau bukan mestinya dibedakan. Jika untuk ekspor tidaklah tepat menggunakan BBM subsidi.

“Sejauh ini, Bukit Asam menumpuk di Tarahan atau Kertapati, namun tidak jelas pembagian ekspor ataupun lokal, sebab Bukit Asam juga ekspor ke Myanmar, India, China. BPH Migas meminta untuk membedakan untuk lokal ataupun ekspor. Yang lokal, no problem BBM subsidi, tapi yang ekspor seharusnya pakai non subsidi, ini SOP, lokomotifnya bisa dipilah-pilah,” tegas Ifan.

Menurut Ifan, sumber batubara bukan hanya di Lahat. Sedangkan, perusahan swasta juga ada yang ekspor. Sebelum mengangkut, itu jelas tujuannya lokal atau ekspor, jadi seharusnya dapat dipisahkan.

“Saya mendapatkan informasi bahwa ada kerjasama PT. KAI dengan salah satu perusahaan swasta dimana ingin membangun penumpukan batubara di stasiun Gelombang, dekat Prabumulih. Dari sana diangkut dengan KA ke wilayah Kertapati,” imbuhnya.

Ia menambahkan, BPH Migas juga sudah ada MoU dengan PGN LNG untuk tindak lanjut dengan Pertamina dan KAI untuk memikirkan konversi dari BBM ke LNG, sebab di negara lain sudah banyak menggunakan LNG sebagai bahan bakar.

“Mudah-mudahan ini bukan sekedar wacana, tetapi bisa segera diwujudkan, mengingat LNG jauh lebih murah, kalau tahap awal belum untuk mesin, minimal dimulai dari penerangan gerbong penumpang gunakan LNG,” beber Ifan.

Sementara itu, Haryanto (PT. KAI) menjelaskan bahwa ekspor ada dari Kertapati dan juga Tarahan, sehingga bisa dimulai dari situ bisa didata berapa yang ekspor maupun lokal. Sehingga bisa dikonversi maupun dihitung, berapa volume BBM yang diperuntukkan bagi lokal maupun ekspor.

“Angkutan batubara ke Baparanjang sebesar 4 rb KL perminggu, sehingga sebulan 16 rb KL. Untuk PT Bukit Asam belum ada peningkatan, yang ada peningkatan swasta,” katanya.

Kepala BPH Migas, berpesan kepada Sub Koordinator Pengaturan Ketersediaan BBM BPH Migas, Christian Tanujaya untuk menyiapkan terkait pentingnya aturan yang mengikat, sehingga jelas akurasi verifikasinya. Juga memanggil /mengatur pertemuan dengan usaha-usaha swasta, tentu untuk detail informasi lebih lanjut.