KESDM Berharap Kajian CPO untuk PLTD bisa Tekan Subsidi BBM untuk Listrik

Twitter
LinkedIn
Facebook
WhatsApp


Jakarta, Ruangenergi.com – Badan Litbang ESDM melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (Crude Palm Oil -CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. 

 Kepala P3TKEBTKE, Chrisnawan Anditya menjelaskan latar belakang utama kajian ini adalah masih tingginya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk PLTD dan PLTMG (pembangkit listrik tenaga minyak dan gas). Data statistik menunjukkan bahwa pemakaian BBM di PT PLN pada tahun 2018 mencapai empat juta kilo liter. 

“Pemakaian BBM tersebut diperkirakan akan meningkat 960 ribu kilo liter per tahun, dengan tambahan PLTMG baru dengan total kapasitas sebesar 520 MW selama 2019 hingga 2028,” kata Chrisnawan dalam pesan tertulisnya yang diterima Ruangenergi.com di Jakarta, Sabtu (08/8).

Menurut doa, penggunaan BBM pada PLTD berdampak pada biaya operasional PLN dan subsidi listrik. Data statistik PT PLN tahun 2018 mencatat biaya bahan bakar di PLTD mencapai 26 triliun rupiah atau 16% dari total biaya bahan bakar PT PLN, sedangkan listrik yang dihasilkan PLTD hanya 6% dari total listrik yang diproduksi PT PLN. “Namun demikian, penggunaan PLTD masih diperlukan terutama untuk daerah terisolir,” ucapnya.

“Pemerintah mencoba mengurangi pemakaian BBM di PLTD dengan membangun pembangkit listrik EBT di beberapa PLTD, namun jumlahnya belum banyak. Penggunaan minyak nabati murni di PLTD ini diharapkan dapat mengurangi pemakaian BBM secara signifikan,” pungkasnya.

Sementara Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, Yudo Dwinanda Priaadi berpendapat Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk migrasi BBM ke bahan bakar nabati. Jika 50 persen jumlah PLTD milik PLN atau lebih dari 2.000 PLTD dapat dialihkan menggunakan CPO, tentunya PT PLN dapat menekan biaya BBM cukup besar. 
“Pemerintah juga diuntungkan, karena dapat menghemat anggaran subsidi listrik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun,” kata Yudo.

Kajian ini di biayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Edi Wibowo berharap, dukungan pendanaan kegiatan riset dari BPDPKS ini dapat menghasilkan cara untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi produksi sawit, serta mendorong produk dan pasar baru. “Hasil riset juga bisa menjadi bahan bagi Menteri ESDM untuk menentukan kebijakan terkait keberlanjutan industri sawit,” ungkapnya.

Ia menjelaskan ekspor sawit termasuk komoditas menonjol yang masih bisa memenuhi devisa negara. “Oleh karena itu BPDPKS berupaya dengan berbagai cara agar stabilitasi harga di industri sawit dapat dipertahanankan,” katanya.(Red)