Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan, tantangan menangani BUMN Oil and Gas sangat berbeda dengan perusahaan listrik, karena skup bisnis Pertamina itu dari hulu ke hilir. Risk of positioning-nya juga sangat berbeda, dimana oil and gas company itu karena ada di hulu atau upstream itu sangat high risk, kemudian investasinya besar-besar teknologi yang digunakannya juga sangat advance.
Jakarta, Ruangenergi.com – Renewable spirit, itulah tagline yang diusung holding BUMN Energi. Selain terus mengupgrade human capitalnya, kombinasi generasi senior dan milenial dijadikan kekuatan untuk menjawab tantangan bisnis ke depan.
“Jadi tiga karakternya yakni high risk, kemudian high capital insentiv (perlu investasi besar) dan high teknologi,” ungkap Nicke Widyawati dalam webinar Transformasi Pengembangan Bisnis dan SDM Pertamina, awal Agustus lalu.
Lebih jauh dia memaparkan, dalam mengembangkan sumber daya manusianya tentu sangat berbeda, apalagi ke depan tuntutannya luar biasa dengan adanya perubahan. Semua perusahaan energi melakukan perubahan bagaimana ke depan ancaman di bidang energi itu ada renewable energi masuk, kemudian teknologi-teknologi baru jadi luar biasa berbeda sekali.
Strategi umum yang harus dilakukan ke depan menurutnya adalah harus memahami dulu bisnis energi ini ke depan tantangannya seperti apa, kemudian Pertamina sendiri roadmapnya ke depan seperti apa.
“Dengan dasar itu kemudian kita membuat strategi pengembangan SDM-nya termasuk strategi partnership karena untuk tumbuh berkembang ke depan Pertamina tidak bisa dapat mengandalkan diri sendiri tetapi harus dengan partnership di beberapa proyek investasi sehingga ada peningkatan kompetensinya. Selain kompetensi teknis, tetapi bagaimana orang-orang ini menjadi pemain global kemudian juga menjadi orang-orang yang bisa melakukan partnership secara seimbang karena ini adalah perusahaan energi besar,” papar Nicke.
Menurutnya, tantangan SDM di Pertamina itu sekarang adalah hampir 60 persen generasi milenial yang usianya 35 tahun ke bawah sehingga ini harus dilakukan speed up.
“Di sisi lain, lebih dari 20 persen dalam 10 tahun ke depan ini akan pensiun, sehingga bagaimana perusahaan melakukan program akselerasi supaya kebutuhan ke depan ini seluruh formasi bisa terpenuhi. Beberapa cara dilakukan tentunya, seperti blok Mahakam dan blok lain yang diberikan juga ekspansi bisnis kita di upstream itu semuanya sebagian sudah melakukan partnership,” tukas Nicke.
Lebih jauh ia mengatakan, perusahaan juga punya resources dari program yang bisa dijadikan sebagai referensi untuk mempercepat peningkatan kompetensi Pertamina. “Di sisi lain tantangan milenial itu artinya kita harus melakukan cara-cara pengembangan yang sesuai juga dengan karakter anak-anak milenial,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, Pertamina mengelola sekitar 27.000 orang karyawan tetap, paruh waktu dan outsourching. Sedangkan secara group dengan seluruh anak perusahaan totalnya mencapai 67 ribu orang. “Untuk mempercepat proses training, Pertamina sudah menggulirkan Mobile Digital Learning sehingga diharapkan ini mepercepat proses pembelajaran,” kata Nicke.
Lebih jauh ia mengungkapkan, bahwa konten pertama yang sudah dilaunching adalah Healt Safety and Environment (HSE) karena bekerja di oil and gas itu seperti yang disampaikan adalah high risk sehingga setiap orang wajib mengetahui HSE, kemudian nanti masuk lagi mengenai modul-modul lain.
“Selain belajar dari digital learing yang sifatnya masif, kita juga belajar dari para partner orang-orang terbaik yang nanti akan dikirim ke partner-partner Pertamina di seluruh dunia untuk belajar ksususnya teknis seperti di up stream atau di petro chemical karena beberapa tahun ke depan Pertamina akan mengembangkan masuk ke petro chemical industri,” jelasnya.
Terkait denga adanya gap antara generasi milenial dan old, Nicke menjelaskan bahwa pihaknya melihat hal ini bisa dikombinasikan dengan baik. Karena generasi melinial memang lebih smart, secara Aq juga lebih baik dan berpikir kreatif dan sebagainnya, tetapi jam terbang dimiliki oleh yang lebih senior sehingga ini sebenarnya kalau digabung bisa menjadi kombinasi yang baik.
“Jadi yang senior ini kita berikan tugas tambahan selain pekerjaan sehari-hari adalah menjadi coach dan mentoring kepada junior-junior, itu yang dilakukan. Lebih tepatnya transfer pengalaman, karena jam terbang tidak bisa dipelajari,” tukasnya.
Masih menurut Nicke, tantangan Pertamina ke depan, tentu saja SDM karena tidak bisa dipisahkan dari perkembangan bisnis itu sendiri. Ke depan bisnis akan berubah maka bagaimana SDM Pertamina bisa lebih cepat menyesuaikan dengan kebutuhan bisnis dan harus lebih luwes karena perubahan itu segala sesuatunya bisa berubah lebih cepat.
“Untuk itu yang diharpkan adalah agility, learning ability karena banyak hal baru yang harus dipelajari, jadi semangat itu yang harus dimiliki. Sekarang kan tagline Pertamina adalah Renewable Spirit itu dari sisi SDM yaitu spirit yang harus selalu terbarukan,” kata Nicke.
Passion-nya, kata dia, adalah bagaimana Pertamina mengembangkan seluruh kompetensi itu secara utuh. “Semua human capital harus bisa memahami di manapun posisinya berada, apa kontribusinya terhadap keberlangsungan usaha. Jadi membuka wawasan dari semua karyawan itu tuntas melihatnya. Dari visi ke depan mau kemana perusahaan itu sampai ke bottom line.” Demikian Nicke Widyawati.(DH)