Jakarta, ruangenergi.com-Indonesia bagian timur memiliki potensi pengembangan energi laut, baik arus dan gelombang laut yang terbesar, mendominasi dari 17 titik energi arus laut dan 22 titik potensial energi gelombang laut di seluruh perairan nusantara.
Melalui pengembangan dan pemanfaatan energi laut ke depannya diharapkan juga akan menyumbang angka penurunan emisi, berkontribusi dalam pencapaian target Net Zero Emission 2060.
Beberapa potensi mineral yang tersimpan di dasar laut Indonesia antara lain emas, perak, tembaga, seng dan timbal, hingga rare earth elements (REE) yang berperan penting dalam menghasilkan produk hilir berteknologi tinggi seperti panel surya dan baterai.
“Potensi arus laut terbesar berada di Selat Larantuka dan Selat Pantar di NTT, yang kini dijajaki kelayakannya untuk menjadi PLTAL (Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut),” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam Road To Hari Nusantara 2023 Oceanovation di Gedung Kementerian ESDM, Senin (04/12/2023), di Jakarta.
Dadan menjelaskan, potensi energi laut yang dimiliki Indonesia sekitar 63 gigawatt (GW), terdiri dari ocean thermal energy conversion/ OTEC sebesar 41 GW, energi arus laut sebesar 20 GW, dan energi gelombang laut sebesar 2 GW.
“Angka ini belum termasuk potensi tidal waves, offshore wind, seawater floating solar PV, dan energi baru lainnya,” ungkapnya.
Dadan melanjutkan, Kementerian ESDM sedang memetakan potensi biodiversitas dan bioprospeksi, sumber daya perikanan, dan potensi penyerapan karbon dari laut Indonesia, sebagai basis penentuan kebijakan hilirisasi sumber daya maritim ke depannya.
Menurut Dadan, laut juga memegang peran penting dalam penanganan perubahan iklim. Ekosistem Laut Biru menjadi penyerap dan penyimpan karbon, dan diharapkan dapat menyerap 188 juta ton CO2eq pada tahun 2045.